Mohon tunggu...
Mujahid Robbani Sholahudin
Mujahid Robbani Sholahudin Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa S1 Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer, Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menikmati Riuhnya Pesta Democrazy di Tanah Airku

13 April 2014   18:41 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:43 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pesta Demokrasi" telah dilaksanakan, begitu riuh rasanya saat melewatinya, seakan berjalan di tengah kerumunan orang berkantong tebal yang menjual dirinya. Ya, itulah pesta. Pesta Democrazy saya menyebutnya. Karena pada kenyataannya memang seperti itu. Izinkan saya menjelaskan situasi riuhnya pesta democrazy dari sebelum pemilu hingga setelah pemilu.

Hal pertama yang tercium oleh saya adalah adanya Pencitraan dan Penjatuhan tokoh politik, terutama lewat media TV. Begitu pula dengan pembohongan publik bahwa partai merekalah yang paling jujur dan bersih, padahal merekalah yang juara korupsi. Ya, itu memang jelas kebohongan. Tapi, publik semakin lama semakin terbuai.

Jozef Goebbels, Menteri Propaganda Nazi di zaman Hitler mengatakan: "Sebarkan kebohongan berulang-ulang kepada publik. Kebohongan yang diulang-ulang akan membuat publik menjadi percaya."


Begitu jelas bukan? Kasus-kasus korupsi yang begitu hebat diberitakan menjelang pemilu adalah salah satu upaya penyerangan kepada lawan politik. Walaupun pada kenyataannya kasus-kasus tersebut belum terbukti sama sekali. Tapi apalah daya, masyarakat hanya diberikan isu panas tanpa diberikan klarifikasi. Akhirnya rencana penyerangan kepada lawan politik itu berhasil. Hal-hal tersebut hanya panas menjelang tahun politik. Adapun kasus-kasus yang jauh sebelum tahun politik dengan mudah rakyat lupakan.

Media yang seharusnya memberikan informasi yang objektif bagi masyarakat telah diintervensi oleh kepentingan partai politik untuk kampanye. Begitu muak saya melihatnya lebih dari 5 stasiun TV yang telah dikuasai partai. Alhasil berita-berita yang disiarkan hanyalah berisi subjektivitas pencitraan dan penjatuhan lawan politik. Ya, itulah pesta democrazy.

Di dunia maya, dijumpailah situs-situs berita online yang juga subjektif demi pencitraan. Ditambah lagi serangan tentara cyber salah satu parpol yang siap memaki dan mencela partai lain serta menyatakan pemujaannya kepada tokoh parpol di komentar artikel.

Sekarang saya jabarkan ketika pemilu berlangsung. Dimulai dari pagi hari, muncul berbagai serangan fajar dan money politic. Para Caleg dan Elit Parpol membagi-bagikan uang kepada masyarakat agar memilih mereka. Lucunya, itu semua direkam, difoto, dan dilaporkan lewat media. Begitu murahnya harga diri manusia bila hanya dibayar 10 rb untuk masa depan bangsanya. Ketika pemilu dilaksanakan, ratusan surat suara ditemukan telah tercoblos ke salah satu partai. Kecurangan surat suara pun banyak sekali terjadi, dan pastinya ada campur tangan internal disana. Ya, itulah pesta democrazy.

Lalu pada pasca pemilu, ketika penghitungan suara, lagi-lagi banyak kecurangan. Telah terjadi penggelembungan dan pengerdilan suara. Dibuktikan oleh saya sendiri, bahwa di form C1 milik petugas ada parpol yang harusnya jumlah suaranya 33 diubah menjadi 13. Dan yang lebih aneh lagi, surat suara yang sah ada 250, sedangkan salah satu parpol jumlah suaranya mencapai 260an. Lucu bukan? Ya, itulah pesta democrazy.

Oh negaraku, tanah air tercinta. Sampai kapan "pesta" seperti itu dipertahankan? Itulah democrazy, demokrasi bagi orang-orang yang gila harta dan kekuasaan. Benar itu pesta, pesta menginjak-injak harga diri masyarakat. Lalu apa yang harus kita lakukan? Sebagai generasi muda, kita harus terus berupaya membenahi demokrasi kita. Dimulai dari hal-hal yang kecil, tanamkan sifat jujur, bertanggung jawab dan cerdas. Agar demokrasi tidak hanya dimiliki oleh orang-orang licik berdasi dan berduit. Agar demokrasi  adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Hidup Mahasiswa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun