Mohon tunggu...
Vanwi Subiyat
Vanwi Subiyat Mohon Tunggu... Jurnalis - swasta

♡Terimakasih sudah membaca catatan-catan dan tulisan yang telah dibuat. Salam penuh kasih

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menaklukan Manusia Korowai Sepenuh Jiwa dan Cinta

12 Maret 2019   14:55 Diperbarui: 12 Maret 2019   18:48 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Beberapa tahun terakhir orang korowai digambarkan sebagai suku primitive dengan teknologi 'zaman batu' dan pemukiman eksotik di pucuk-pucuk pohon yang tinggi. Korowai yang kami kenal, tidak mengenal pengasuhan anak sebagai kerja permpuan saja. Tidak hanya itu. Kerja dan hak pemilikan berlangsung setara anak laki-laki dan anak perempuan" [Dian Wasaraka]

Suku Korowai adalah suku yang baru ditemukan keberadaannya sekitar 30 tahun yang lalu di pedalaman Papua, Indonesia dan berpopulasi sekitar 3000 orang. Suku terasing ini hidup di rumah yang dibangun di atas pohon yang disebut Rumah Tinggi. Kemampuan mereka membangun rumah-rumah diatas kanopi pohon yang tinggi dengan peralatan yang sangat sederhana sebuah kemampuan yang sudah hampir punah dan mungkin tinggal satu-satunya didunia.

Beberapa rumah mereka bahkan bisa mencapai ketinggian sampai 50 meter dari permukaan tanah. Suku Korowai adalah salah satu suku di daratan Papua yang tidak menggunakan koteka. Sampai tahun 1970, mereka tidak mengetahui keberadaan setiap orang selain kelompok mereka. Mereka  mendiami pedalaman Boven Diegul.  

Dari hasil penelitian sebelumnya terindikasi kuat bahwa meskipun menganut budaya patriarki dalam kehidupan berkelurga mereka, namun para pria suku Korowai sangat menghormati para wanitanya, terutama sosok ibu mertua dari garis istri/perempuan.

Dian penulis buku Perempuan Perkasa Belajar Praktik Kesetaraan Dalam Budaya Korowai tinggal 6 bulan di Suku Korowai membuat ia jatuh cinta . Ia membutuhkan waktu 15 tahun untuk menyelesaikan buku yang menjadi kitab perjalan hidupnya sebagai manusia Korowai. Dan ia adalah perempuan pertama yang menulis salah satu suku yang terkenal terasing di Bumi Nusantara dan bisa jadi dunia. Ia menjadi satu-satunya perempuan di Bumi yang menulis tentang  masuia Korowai dintara kaum lelaki.

Dian oleh dan beberapa teman yang cukup dekat memanggil dengan sebutan Mak, mungkin karena ia termasuk perempuan aktivis " tertua" yang bergabung dengan kawan-kawan Komunitas yang rata-rata adalah anak muda sejak tahun 2001.

Dian adalah seorang ibu, selain itu ia mengajar di dua kampus yakni ISBI Tanah Papua dan STIKOM Muhammdiyah Jayapura. Dirinya aktif menulis di blog untuk mengkampayekan masalah lingkungan, masyarakat adat dan perempuan. Salah satu tulisan di blog tahun 2011 dengan judul "Sepenggal Asa Perempuan Perkasa" pernah diapresiasi oleh UN Women.

Selain itu suami dari Novi Patoni juga adalah photographer dan ia melaukan  pameran pertamanya  pada tahun 2005 di Musem Lokabudaya Universitas Cenderawasih . Lalu pada tahun 2007 berkerjasama dengan Mission 21 Basel  pamerkan karyanya di Jerman, untuk menggalang dana pendidikan bagi anak-anak di Waropen. Ia mengaku tak minta satu senpun dari kegitan tersebut.

Pada 2009 fotonya tentang Kaimana dimuat di majalah Tamasya. "Tahun 2010-2013 beberapa kali photo saya ikut meramaikan pameran foto yang dibuat oleh Greanpeace Southeast Asia,  yang terakhir 2018 lalu saya memenangkan hibah bersaing dari Ford Foundation melalui ajang Cipta Media Ekspresi, Dana ini saya gunakan untuk penelitian lanjutan di Korowai, pembuatan buku dan pameran foto,"ujarnya ibu dari Achmad Raihan Patoni Wasaraka.

Ketertarikan Korowai 

Dari pengakuan perempuan kelahiran Manokwari 4 Desember 1980 ini, sebenarnya dirinya pernah baca tentang Korowai sekitar tahun 1999 atau awal 2000an. "Pokoknya dari sebuah majalah (entah apa karena sampulnya sudah hilang) dan karena ditulis dalam bahasa Inggris jadi saya tidak begitu paham. Tapi kesan  yang saya dapat sangat kuat, antara kagum dan heran bagaimana orang bisa membangun rumah diatas pohon,"ujarnya. Namun baru tahun 2003 kemudian,  baru Dian bisa punya kesempatan kesana, disponsori oleh Benneti Expedition.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun