Mohon tunggu...
Vanwi Subiyat
Vanwi Subiyat Mohon Tunggu... Jurnalis - swasta

♡Terimakasih sudah membaca catatan-catan dan tulisan yang telah dibuat. Salam penuh kasih

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menaklukan Manusia Korowai Sepenuh Jiwa dan Cinta

12 Maret 2019   14:55 Diperbarui: 12 Maret 2019   18:48 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Yang lucu awalnya saya sama sekali tidak tau kalau Korowai yang dimaksud adalah Korowai yang pernah saya baca pada majalah usang yang tadi, yah maklum saja karena saat itu nama Korowai masih sangat asing di telinga kita orang Indonesia. Dan internet belum semurah dan semudah sekarang. Jadi mirip botol kosong,"ujarnya.

Ia pun datang tanpa prasangka, tanpa teori dan tanpa tau apa-apa tentang mereka. "Selama bulan Juli-November 2003 saya hidup serta  tinggal dan berinteraksi dengan suku ini, Dan selama itu pulalah pikiran dan hati saya seperti dibolak-balik. Dan jujur harus saya bilang ini adalah sebuah pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan, yang bisa jadi merupakan sebuah titik awal saya bisa melihat dan memiliki pengalaman secara jelas.  Bagaimana sesugguhnya hubungan antara kepentingan manusia termasuk di dalamnya kepentingan ekonomi, budaya dan sosial dengan alam semesta (lingkungan) dan Tuhan sebagai pencipta,"kata Dian

Ia pun mengungkapkan perasaan hatinya, bagaimana arifnya suku ini mengelola alam dan bagaimana mereka mendapatkan keuntungan secara ekonomi dari ekotourism yang dibangun dengan apik disana sejak tahun 1998. Dan sisi lain dirinya belajar bahwa memang manusia tidak bisa apa-apa jika alam rusak.

"Kadang bagi kita orang moderan akan heran dengan pola mereka kenapa suku ini akan marah jika orang lain membuka hutan untuk kebun terlalu besar atau mengambil terlalu banyak dari alam. Dalam alam pikiran kita, kalau berlebihan maka yang lainnya bisa dijual dan ada uang lebih untuk kita. Namun, saya akhirnya memahami pola pikir mereka ketika lembaga lingkungan hidup dunia seperti UNEP, pada tahun 2013 lalu baru mengkampanyekan soal perilaku bijak dalam mengkon-sumsi sumber daya alam, dengan semboyan "Think, Eat, Save". Maka orang Korowai bukan hanya baru mengkampanyekan tapi sudah mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari,"ujar anak dari H. Ir A.R Wasaraka dan Hj Farina H. Wijdayanti.

Lanjut Dian, sebuah pola yang bukan hanya menjaga dan merawat bumi, namun juga berdampak pada menghemat sumber daya alam. Menjaga proses keberlangsungan keanekaragaman hayati serta menjalankan praktek bijak keadilan antar generasi, dimana apa yang dinikmati generasi saat ini harus bisa diakses dan dinikmati pula oleh generasi yang akan datang.

Perjalanan Terakhir 

Perjalanan ini memang mengalami beberapa kali penundaan, bukan kendala dari donor tentunya. "Tapi saya memang mengejar moment pesta ulat sagu yang sesungguhnya, bukan pesta turis. Sebab memang banyak pesta Ulat Sagu diselenggrakan di daerah Korowai tapi ada yang pesta yang diselenggarakan untuk atraksi dan enterntain para turis yang datang dan ada pesta adat yang benar-benar diselenggarakan untuk masyarakat adat,"ujar Dian.

Sebab ada beberapa perbedaan pelaksanaan pesta Ulat Sagu versi turis dan versi adat, seperti dalam hal penanggalan untuk menentukan waktu pesta dan yang terpenting adalah pola perilaku masyarakat ketika pesta. Kalau dipesta turis karena ini untuk mengintertain para turis jadi mereka akan sangat berhati-hati sekali berperilaku, berpakaian (biasa mereka akan 100% pakai pakaian tradisional), tidak bawa-bawa handphone. Sedangkan kalau dipesta adat mereka justru akan menggunakan pakaian modern, membawa handphone dan berselfi ria juga.

"Tapi justru sebagai seorang peneliti inilah daya tariknya karena kita bisa lihat banyak sekali perkembangan budaya dan sosial yang terjadi disana, dan ini penting untuk kita bisa menulis yang benar tentang Korowai, "ujarnya. Kata dia, ia menghabiskan waktu 3 minggu disana. ikut dari mulai persiapan pesta hingga hari H lalu dirinya singgah dan bermalam dibeberapa kampung di sepanjang Suangai Dairam Kabur.

"Data-data itu saya tuangkan dalam buku yang saya tulis 'Perempuan Perkasa' Belajar Praktik Kesetaraan Dalam Budaya Korowai dan di launching 14 Februrari 2019 FISIP di UI Depok. buku dibagikan secara gratis baik hard copy maunpun soft copynya. Dan saya pribadi berharap bisa memberikan kontribusi dan informasi berharga bagi para pengambil penetap kebijakan.

Serunya Perjalanan 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun