Mohon tunggu...
Rob Januar
Rob Januar Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Sedang menikmati pagi senja kolong Jakarta...rock on!!!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

“Yo'opo Kabare Rek?”

30 Juli 2009   23:00 Diperbarui: 20 April 2016   01:03 957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Ayo Rek... Sedhuluran Sampek Matek... Ha-ha-ha..." Membaca judul salah satu artikel di kompas.com (30/7), saya jadi ketawa-ketiwi sendiri. Maklum, saya yang asli Jawa Timur ini sudah lama tidak digelitik guyon Suroboyoan (baca: Jawa Timuran). Judul yang mbanyol itu, walau mungkin terdengar agak kasar untuk orang dari tempat lain, serta merta membawa saya..."pulang"!


Jujur, saya tidak pernah tinggal di Surabaya. Namun saat tinggal di Malang waktu SMA, bahasa dan guyonan semacam ini mengisi seluruh hari saya. Sedikit menengok ke belakang, saya mengamati adanya ego kedaerahan dan hawa persaingan antara orang Surabaya dan Malang sering muncul di permukaan. Pernah dengar kalau Aremania dan Bonekmania itu seteru abadi? Itu contoh ekstremnya. Entah apa sebabnya.

Tapi kalau sudah sama-sama keluar dari daerah masing-masing, persamaan dialek bahasa Jawa lebih sering muncul jadi pemersatu daripada ego kedaerahan. Apalagi kalau keduanya bertemu lalu disuguhi rujak cingur atau nasi pecel. Wuihh...pasti bakalan lupa kalau mereka dulu pernah gontok-gontokan gara-gara satu pake kostum hijau (bonek) dan satunya biru (arema).

Satu hal lagi yang sulit dibedakan pada kedua daerah ini adalah gaya bercandanya. Keduanya hampir pasti menyisipkan kata seperti, j*nc*k, jangkrik, matek, modhar, dan berbagai jenis pisuhan (makian) dalam guyonannya. Anehnya, diantara arek-areke dewe (teman-teman sendiri) makian-makian itu malah dianggap mbanyol (lelucon)... Lha yo'opo lek koyok ngono iku? Dipisuhi malah ngguyu! (Lho bagaimana ini, dimaki malah tertawa?)

Membaca terus artikel diatas, ada Kartolo. Lho, sik urip ta arek iki? Hehehe, sepurane Cak! Ungkapan kasar tapi akrab ini sering kami, orang-orang Jawa Timur, ucapkan waktu bertemu sahabat yang lama tak terdengar kabarnya. Grup lawak Kartolo Cs. mewarisi gaya lawakan Kancil Cs dari era kejayaan RRI pada tahun 70an dan menjadi inspirasi untuk grup-grup lawak berikutnya.

Di era 80-90an, Kartolo Cs merupakan ikon budaya, seni, dan lawak Surabaya khususnya dan Jawa Timur pada umumnya. Saya bahkan berani bilang kalau mereka saat ini adalah legenda hidup kesenian Surabaya. Bersama Srimulat yang mengangkat Ketoprak Jawa Tengah dan D'Bodor (Mang Us us, dkk) yang mewakili budaya Sunda, mereka adalah wakil Jawa Timur pada era dimana kesenian daerah masih menjadi raja di rumah sendiri.

Kartolo Cs. sebenarnya adalah kelompok kesenian Ludruk, sebuah kesenian asli Surabaya yang berisi tarian dan nyanyian "Kidungan". Kartolo, Sapari, Basman (Alm.), Jeng Isye, dan punggawa grup lainnya sering memperingan pertunjukan Ludruk dengan mengurangi gerak tari dan menambah banyolan. Kidungan (nyanyian tradisional yang berisi bait-bait pantun) biasanya digunakan sebagai pembuka dan penutup pertunjukan.

Saat nama grup ini berkibar, paling tidak satu kali seminggu mereka tampil di Stasiun TVRI Surabaya. Rekaman suara pertunjukan mereka diperdengarkan hampir tiap hari di RRI maupun stasiun radio AM lainnya. Lawakan mereka, bersama segelas kopi dan sebatang rokok seakan menjadi resep pasti obat pengusir kantuk bagi orang-orang yang berjaga di rumah-rumah, pos-pos ronda, tempat mangkal becak dan ojek, warung kopi, dan pojok-pojok terminal.

Di sebuah kamar sempit di lantai dua, lawakan mereka jadi teman saya melewati malam-malam dingin kota Malang dua tahun terakhir masa SMA. Sangat menyegarkan saat pikiran didera stres dan pusing karena harus mengulang pelajaran sekolah atau mengerjakan PR. Kadang tergelak-gelak sendiri, kadang tertawa ramai-ramai bersama sahabat-sahabat yang bermalam. Ulangan jarno urusan sesuk, rek...sing penting saiki sinau ambek ngrungokno Kartolo (Ulangan biar urusan besok, yang penting sekarang belajar sambil mendengarkan Kartolo). Hasilnya....nol pothol!! hahahahaha...

Ahh..masa lalu memang tidak ada habisnya kalau diceritakan. Sekarang yang penting..."kerja..kerja..kerja" kalau si Tukul bilang. Untuk kota Surabaya, saya ucapkan selamat hari jadi yang ke-791. Untuk Cak Kartolo Cs., semoga sehat walafiat, salut, dan terus berkarya. Untuk Indonesia, Unite!!

Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun