Mohon tunggu...
Prasetya Marisa
Prasetya Marisa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pekerja , Pembelajar, dan Penulis Buku Diari.

Mencintai apa yang bisa dicintai. Hidup untuk masa lalu, masa kini, dan masa depan. Tidak memiliki apapun termasuk diri sendiri. Mengejar kesempurnaan walau tak pernah sempurna. Selalu ada cela. Noda.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

M

23 September 2023   06:04 Diperbarui: 23 September 2023   06:20 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat duka bertemu ruang dan waktu, segalanya menjadi candu. 

Air mata yang menjelma jadi mata air, mengalirkan emosi yang pekat. Rasa di hati berubah menjadi puisi, antara puji dan caci maki. Tangis sesenggukan menjadi instrumental pendukung, menjadi ritual pelengkap. 

Semua untuk merayakan kedukaan. Mari kita rayakan

Bahkan sewaktu seruang duka pun, adalah cara puitis untuk memuja kesedihan. Kita baca sedikit demi sedikit. Agar duka mengisi hati dan dunia tak lagi sepi dan sunyi. 

Dan saat ruang dan waktu mempersilakan duka untuk pergi. Yang tersisa hanya kita beserta segala memori. Dan bahagia yang menanti untuk dipilih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun