Jam dua puluh tiga lewat lima puluh satu menit.
Aku masih disini, berkutat dengan laptop yang baru saja ku ganti baterainya. Maklum, laptop tua, 10 tahun umurnya. Tentu saja, masa keemasannya telah lewat. Dan seharusnya sudah pensiun saja. Sayangnya, kemampuan finansialku belum mampu untuk membeli yang baru. Walhasil, apapun kulakukan untuk tetap membuatnya hidup dan berguna.Â
ah, sifat warisan kapitalis, memerah tenaga pekerja sampai akhir. Tapi ini kan laptop, bukan manusia kan?
Kulirik kembali jam disudut laptopku. Dua puluh tiga lewat lima puluh lima.
Seharusnya aku sudah tidur bersama para kekasihku. Mereka sudah ngorok dari dua jam yang lalu.Â
Dan aku masih menatap layar laptop yang menjemukan. Bingung, ide apa yang mau kutelurkan. literasi ku berada di titik terbawahnya. Hampir setahun aku tidak membaca satupun buku atau majalah sekalipun. Habis bahan yang bisa dilahirkan dari kedua tanganku, ketikan jemariku. Â Habis sudah segala emosi, tak bisa kubuat puisi. Makanya, aku mulai menulis diari.
Aku ingin jadi kata,yang bisa berkata-kata. kata yang mengeluarkan suara. suara yang melahirkan asa.
Rasanya basi, permainan kata seperti ini. Harusnya aku mampu memproduksi kata yang efisien sekaligus efektif dalam menyampaikan emosi dan jiwa. Para gembala ku kali ini mulai gelisah. mungkinkah, ku tutup saja tulisan ini? Â
kupejam mataku. Dan ada bayangan disana.
Ada pembukaan CPNS yang masih ragu untuk diikuti. Ada tugas kuliah yang masih menunggu. Ada pekerjaan yang mulai tak menentu. Ada jadwal mengajar yang mulai terganggu. Ada banyak mimpi yang mengantri, berbaris meminta untuk diwujudkan. Ada pasangan yang ingin didukung karirnya. Ada anak-anak yang menunggu kasih sayang ibunya.
Apakah menginginkan semua, artinya aku tamak atau serakah?
kadang aku bertanya kepada ku sendiri, apa ini yang aku inginkan?
apa benar aku bahagia? bagaimana jika aku sedih namun berpura-pura bahagia?
Semua yang kujalani adalah pilihanku. tanpa paksaan, semua kulakukan dengan kesadaran penuh.
orang bilang gagal bukan masalah. tapi banyak orang yang dianggap gagal lalu digunjingkan dibelakang. Menjelek-jelekkan seakan-akan orang gagal bukan manusia.
kadang gagal, kadang sukses. itulah manusia. itulah kehidupan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H