Krisis keuangan dunia pada tahun 1929 atau disebut dengan Great Depression/Malaise membuat perusahaan operator kereta api berhemat. Sehingga pada era ini,perusahaan Staatsspoorwegen tidak membeli lokomotif baru lagi. Sebaliknya, jumlah lokomotif yang menua semakin banyak dan jumlahnya semakin menyusut akibat afkir dan tidak dijalankan. Hingga akhir tahun 1941, lokomotif milik Staatsspoorwegen hanya dapat dijalankan sebanyak 540 buah.
Pada tahun 1946,Djawatan Kereta Api (DKA) memulai perencanaan tentang modernisasi sarana-sarana kereta api yang makin menua. Rencana memang selesai dengan cepat namun pembelian tak bisa langsung dilakukan karena keuangan negara yang belum dimungkinkan.Â
Rencana tersebut dapat dilaksanakan pada tahun 1951 sampai 1953, tepat pada waktu kekurangan sarana kereta api telah memuncak. Oktober 1950, DKA memesan 100 lokomotif, 100 kereta penumpang dan 1.000 gerobak (gerbong barang). Pemesanan tersebut memakan biaya yang sangat besar tetapi pemesanan tersebut sangat dibutuhkan karena sarana yang ada di DKA seperti lokomotif sudah banyak yang diafkirkan oleh Djawatan Keselamatan Kerdja dan tak boleh dipakai kembali.
Masalah muncul ketika lokomotif baru buatan Krupp yaitu Lokomotif seri D52 tidak bisa dipakai di lintas utara Cirebon-Semarang-Surabaya Pasar Turi karena kurang kuatnya jalan dan jembatan kereta api.Â
Jalur kereta api ini merupakan peninggalan perusahaan kereta tram yang mengoperasionalkan kereta dengan bobot yang lebih ringan sehingga desainnya berbeda dengan jalur N.I.S. dan S.S. yang mengoperasionalkan kereta dengan bobot yang lebih berat.Â
Untuk mengatasi masalah ini, DKA mendatangkan lokomotif diesel elektrik tipe CC 200 dari Amerika Serikat pada penghabisan tahun 1953. Untuk mempelajari operasional dan perawatan lokomotif ini, pegawai DKA dari Manggarai dikirim ke Amerika Serikat.Lokomotif CC 200 pertama datang pada 7 September 1953.Â
Selain itu, direncanakan pembelian lokomotif diesel hidrolik yang akan dijalankan di lintas cabang yang memiliki permasalahan seperti jalur Cirebon-Semarang-Surabaya Pasar Turi yaitu baan (badan) kontruksi rel yang tidak kuat terutama di bekas jalur perusahaan partikulir (swasta).Â
Sebagai ganti dari kereta-kereta yang dibumihanguskan pada perang kemerdekaan Indonesia, didatangkan 298 kereta-kereta baru yang terdiri dari kereta kelas I/II atau ABL, kereta kelas tiga atau CL, kereta makan kelas tiga atau campuran CFL, yaitu kereta penumpang yang sebagian untuk memasak dan sebagian lagi untuk makan.Â