Perempuan harus pintar menjaga diri di ruang publik, hal ini disampaikan oleh Rifqil Muslim Suyuti dalam kegiatan rutinan Masjid Suciati Saliman, Ngopi Ahad Pagi, yang bertajuk "Peran Perempuan di Ruang Publik". Pada Minggu (25/12/2022) lalu.
Perempuan tidak lagi dibelenggu untuk keluar rumah dan memiliki peran di ruang publik. Kekhawatiran ulama fikih klasik, seperti akan timbulnya fitnah dan ancaman keselamatan, jika seorang perempuan keluar rumah, kini sudah terjawab. Aktivitas apapun yang dilakukan perempuan di luar rumah tidak lagi menjadi masalah, selagi dirinya aman dari fitnah. Kelegalan ini hadir sebagai buah dari fikih kontemporer di tengah derasnya arus digitalisasi.
"Fitnah yang dimaksud bukan omongan tetangga, tetapi adalah fitnah yang ditakutkan adanya sebuah aktivitas seksual, yang mana bisa merugikan perempuan itu sendiri," terang Imaz Fatimatuz Zahra.
Rifkil sependapat dengan gagasan yang disampaikan Imaz. Dirinya juga menegaskan terkait maksud dari fitnah itu bahwa segala sesuatu yang dapat menghantarkan seorang perempuan ke tindak asusila maupun tindak kriminal merupakan fitnah dan ancaman keselamatan bagi seorang perempuan yang keluar rumah.
"Fitnah ini, tadi juga sudah disampaikan, bukan kok omongan tetangga. Tapi yang menjurus ke tindak asusila maupun tindak kriminal," tegas Rifqil.
Adanya kelegalan ini, sekaligus menuntut perempuan berani untuk speak up di ranah publik sesuai bidangnya masing-masing. Kendati mulai dibutuhkannya publik figur perempuan yang diharap bisa menjawab sesuatu yang menjadi tantangan zaman, terlebih keresahan terkait yang dialami kaum perempuan itu sendiri.
Di samping itu, publik figur perempuan akan lebih memberikan kenyamanan kepada kaum perempuan dalam hal kewanitaan. Seperti halnya persoalan menstruasi. Seorang perempuan akan lebih nyaman jika berkonsultasi dengan sesama perempuan.
Sekalipun perempuan dilegalkan untuk memiliki peran di ranah publik, namun ia harus mampu menjaga batasan-batasannya. Batasan di sini dinilai sebagai upaya agar perempuan tetap aman dan terjaga dari ancaman yang dapat merugikan harga dirinya. Upaya ini ditempuh dengan mengantisipasi agar tidak ada aktivitas seksual yang terjadi.
Batasan yang menjadi sorotan di sini menurut perspektif Imaz, terletak pada bagaimana seorang perempuan berhias dan mempercantik diri, termasuk penggunaan make up dan perawatan kulit.
"Berhias dilegalkan bagi perempuan dengan beberapa batasan. Yang pertama, tidak berlebihan. Dan yang kedua, tidak sampai mengubah ciptaan Tuhan," terang Imaz.
"Batasan mengubah ciptaan yaitu sampai perubahannya permanen," lanjutnya.