Mohon tunggu...
Ruhana Maysart
Ruhana Maysart Mohon Tunggu... Mahasiswa - Insan penguntit ilmu

Jangan pernah lelah menjelajah kata demi kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hanya Melihat Gambar Bisa Capai Impian, Kok Bisa Kawan?

18 Mei 2023   16:34 Diperbarui: 18 Mei 2023   16:36 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Berapa bersaudara?

Seringkali Aysa merasa taknyaman jika ada yang melontarkan dua kata yang merujuk pada identitasnya itu. Wanita yang Aysa sebut dengan ibu telah melahirkan dua kakak perempuan dan enam kepala setelah dirinya. Terbersit di pikirannya, andai dia hanya terlahir sebagai anak tunggal, atau hanya memiliki satu atau dua saudara saja. Apakah mungkin dari sekian banyak list keinginan dalam hidupnya akan ter-check list. Termasuk keinginannya untuk menempuh pendidikan nonformal.

Berguru dengan sosok publik figur sudah menjadi idaman setiap insan, tak terkecuali Aysa. Ingin rasanya menjadi bagian dari salah satu murid KH. Mu'tashim Billah bin KH. Mufid Mas'ud. Jika harus tinggal di satu lingkup dengan beliau menjadi syarat seorang murid, maka Aysa tidak termasuk ke dalamnya. Tapi jika sering menyelipkan nama beliau dalam list al-Fatihah setidaknya sehari sekali, maka Aysa sudah menjadi bagiannya.

Berbagai kondisi membuat Aysa sulit mewujudkan salah satu impiannya, yang mulai terbersit di benaknya sejak duduk di bangku menengah pertama. Memimpikan menjadi sosok wanita penghafal ayat. Mengukir kalam-Nya di dalam jiwanya. Membayangkannya saja pun sudah membuat hatinya berdesir. Merasa sejuk tanpa ada hawa panas yang menjalar.

Ekonomi keluarga bagaikan ombak lautan yang selalu pasang surut. Membuat Aysa berfikir dua kali untuk menjadi bagian dari kelompok yang berlabel santri di sana. Tapi, sebenarnya bukan itu kegundahan yang paling bergejolak di hati dan pikiran Aysa.

Ibarat orang yang berdiri di depan cermin, Aysa kembali melihat pantulan dirinya. Apa memang Aysa sudah benar-benar siap untuk mengabdikan seluruh jiwa raga, hidup dan matinya hanya untuk setiap ayat-Nya yang tak ada tandingan. Apa niatnya memang sudah bulat untuk menjalani hari-hari bersamanya tanpa melewatkan sehari pun tanpanya. Hingga Aysa menaarik kesimpulan, bahwa Tuhan belum memberinya kesempatan ini. Bukan tanpa alasan, melainkan sebab dirinya pun belum yakin dengan keputusan yang akan dipilih.

Pagi ini Aysa menyuarakan karya A. S. Laksana yang berjudul Creative Writing dalam hati dengan melafalkan kata demi kata. Ia temui paragraf pada kaca 99. Kiasan dari sesuatu yang mirip dengan apa yang dirinya rasakan. Hanya dari sebuah gambar seseorang bisa belajar. Ia belajar bagaimana dirinya menyalurkan kehendak, bagiamana memberontak jika sesuatu bertentangan dengan logikanya, dan belajar bagaimana mempertahankan keinginannya. Itu poin penting yang Aysa dapat dari karya A. S. Laksana.

Baru Aysa tahu, kisah serupa juga ada di cerita pewayangan. Ada seseorang yang ingin berguru kepada pendeta Dorna, tapi ia ditolak dengan dalih dirinya tidak terlahir dari keluarga bangsawan. Judul dalam dirinya adalah Bambang Ekalaya. Hal itu tak menjadikan Ekalaya patah semangat. Lantas ia membuat patung Dorna dan mulai belajar memanah di bawah patung yang menatapnya itu. Hingga akhirnya Ekalaya menjadi pemanah sakti.

Setelah Aysa merenung dan memikirkan lagi, tak ada masalah jika dia tak bisa bermukim di lingkungan KH. Mu'tashim Billah. Sebagai gantinya, ia akan berusaha untuk tetap melantunkan ayat demi ayat setiap harinya. Tentunya di bawah tatapan poster KH. Mufid Mas'ud yang ada di salah satu pojok kamar yang ditempatinya saat ini. Aysa akan menjadi salah satu insan yang berlabel  santri seperti yang dilakukan Ekalaya.

Aysa menyadari, bahwa panutannya, Rasulullah saw., telah mengajarkan arti kesederhanaan. Baginya arti sederhana bukan hanya sebatas tidak memakai pakaian yang glamor atau makan dengan ikan asin. Tapi lebih dari itu. Dirinya memaknai kesederhanaan dengan tidak putus asa dalam mencari ilmu. Dan ilmu itu bisa ditempuh dari berbagai pintu yang tanpa kita sadari kuncinya sudah kita pegang sejak lama.

Tholabul 'ilmi faridhotun 'ala kulli muslimin wal muslimat. Jika dulu Aysa masih bertanya bagaimana kalangan menengah ke bawah seperti dirinya bisa mewujudkan impian study yang hanya menari-nari di benak, kini dirinya tahu. Rasulullah mewajibkan hal itu karena memang banyak cara untuk menempuhnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun