Mohon tunggu...
Robert Musung
Robert Musung Mohon Tunggu... -

Menulis demi sebuah proses perubahan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Berani Mati vs Berani Hidup

4 Februari 2012   05:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:05 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senin, 30 Januari 2012 13.30 Wita @ home

Berani Mati vs Berani Hidup

Akhir-akhir ini saya memikirkan tentang keberanian. Begitu banyak orang yang begitu berani mempertaruhkan nyawanya tanpa pikir panjang. Contohnya saja, sebuah kasus yang saya dengar kemarin. Ada seorang siswa SMP yang mengatakan bahwa "nyawa saya cuma satu dan saya akan mempertaruhkannya di arena balap liar". Sungguh ironis mendengar hal ini. Apakah hal ini dapat dikatakan sebuah keberanian, atau justru merupakan sebuah kebodohan dan ketakutan dalam menghadapi hidup. Beberapa waktu belakangan ini banyak sekali peristiwa yang menunjukkan betapa mudah dan banyaknya kasus orang yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri.

Alasannya??? Banyak sekali yang bisa dijadikan alasan. Ada yang disebabkan karena putus cinta, persaingan kerja, ketenaran, kegagalan dalam studi, dll. Intinya adalah karena tekanan hidup yang membuat seseorang menjadi putus asa dan tidak ada harapan lagi bahwa masalahnya bisa diselesaikan sehingga merasa tidak ada alasan lain untuk mempertahankan hidupnya. Biasanya ini terjadi dikala spiritualitas orang tersebut sangat dangkal. Ia merasa bahwa Tuhan tidak berdaya dalam menolongnya keluar dari masalah yang ia hadapi atau bahkan di taraf yang lebih parah, ia merasa bahwa Tuhan itu tidak ada.

Belum lama ini, saya pun merasakan hal ini. Namun saya sangat bersyukur bahwa Tuhan selalu menolong tepat waktu di dalam kehidupan saya. Ia membukakan pemikiran yang sedang saya bagikan kepada rekan-rekan saat ini.

Tahukah engkau bahwa Tuhan mengasihi setiap kita namun tidak ingin memanjakan kita. Ia ingin kita menjadi pribadi yang "tahan banting". Ia memberi kita peristiwa-peristiwa hidup yang membuat kita makin kuat hari demi hari. Ingatlah betapa susahnya pelajaran waktu kita SD, namun cobalah kerjakan sekarang. Pasti itu menjadi sangat mudah bukan? Mengapa? karena kita sudah melaluinya. Demikian pula dengan kehidupan ini. Ia akan memberi ujian yang terus meningkat sesuai dengan level kemampuan kita menghadapinya.

Saat Ia memberi kita cobaan atau ujian yang kita merasa begitu berat seharusnya kita merasa tersanjung bahkan di saat itu merupakan sebuah penghukuman atas kesalahan kita. Mengapa? Karena jika kita tetap bersandar padaNya, maka semua itu tidak akan lepas dari kontrol Dia yang berkuasa atas alam semesta ini kawan. Yakinlah, bahwa Tuhan bukan seperti seorang anak kecil yang sangat senang menyiksa semut dengan lensa pembesarnya untuk membakar dan membunuh semut itu. Ia adalah Tuhan yang senang jika kita menjadi pribadi yang kuat dan dekat padaNya.

Apakah berani mati adalah suatu hal yang dapat dibanggakan? Menurut saya justru akan lebih berani jika seseorang berani hidup (menjalani hidup) di tengah-tengah kondisi yang membahayakan dan mengancam kehidupannya. Adalah jauh lebih mudah mengakhiri kehidupan kita di saat masalah datang. Tapi, jauh lebih berani jika di tengah kondisi demikian kita tetap berani menghadapinya.

Jadi, orang yang seperti apakah kita? Seorang pengecut yang begitu mudah dan cepat ingin mengakhiri hidupnya agar terhindar dari masalah? Atau kita menjadi seorang yang berani menghadapi masalah yang ada karena sebuah ujian dan cobaan hidup maupun penghukuman yang kita harus tanggung atas kesalahan kita?

Pilihan ada di tangan setiap pribadi kita kawan. Pilihlah dengan bijak. Ini hasil pergumulan saya, semoga menjadi berkat juga untukmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun