Seorang guru yang passion-nya mengajar tidak bisa memilih jenis murid yang akan memasuki kelasnya. Seorang manajer tidak akan bisa memilih masalah apa yang harus muncul di depan departemennya. Seorang direktur tidak bisa menghindar dari persoalan yang membelit perusahaannya. Jadi? Apakah dalam berbagai kasus demikian, apa yang menjadi juru selamat? Apakah passion?
Tet Tot. Tidak, kawanku yang budiman. Yang akan menyelamatkan kita adalah skill, kemampuan dalam mengatasi semua masalah. Dan skill ini hanya didapatkan dengan proses learing process(kecuali bagi mereka yang memang memiliki bakat alami seperti Messi).
Jadi, apakah bijak jika kita menolak suatu kesempatan hanya dengan alasan tidak sesuai dengan passion.
Kawan, ketika ada kesempatan datang, dan kita menolaknya hanya karena mismatch dengan passion, kita tidak sedang menyelamatkan diri, justru kita menyia-nyiakan kesempatan learning process untuk mengembangkan skill atau kemampuan yang nantinya akan sangat berguna dalam mengejar passion kita.
Saya tidak mengatakan bahwa passion tidak penting. Pencarian passion ibarat proses perjalanan jauh yang jaraknya bersifat relatif satu orang dengan lainnya. Passion sangat penting dalam memfokuskan diri untuk mencapai titik puncak impian. Tetapi, skill-lah yang akan menjadi anak tangga dalam mencapai impian tersebut. Bervisilah pada passion, namun fokuskan tindakan dalam peningkatan skill.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Tina Seelig dalam bukunya What I Wish I Knew When I was 20, bahwa janganlah bercita-cita akan satu hal saja. Ikuti banyak hal, bergabung dengan beragam kegiatan, dan ekspose dirimu terhadap sebanyak-banyaknya pilihan. Hingga di akhir nanti kau sudah bisa memilih bidang apa yang memang sangat ingin kamu tekuni. Dengan demikian kamu bisa menjadi T-shapedperson. Orang-orang yang kaya pengetahuan dan skill umum, namun juga sangat maestro di satu bidang tertentu.
Saya mengartikan bahwa dua hal yang diungkapkan Tina Seelig adalah skilldan passion. Selama muda, terbuka terhadap semua kesempatan untuk mendapatkan skill. Lalu dilanjukan penekunan akan passion.
Oleh karena itu, berhenti berfokus pada passion. Fokuslah pada kemampuan apa yang ingin kita kembangkan. Gigit semuat kesempatan yang hadir. Dan dapatkan juru selamat duniawi ini. Yaitu, skill.
Passion only speaks in your mind, while skill gives impact to other mankind.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H