Baru-baru ini kita banyak dikejutkan dengan peristiwa kriminal yang bikin geleng-geleng kepala, hingga bikin berdecak heran, "kok bisa sampai segitunya?" Ada kasus polwan bakar suami gegara gaji habis dibuat main judi, dan, yang paling viral sampai netizen (warganet) +62 geram, adalah kasus main hakim sendiri yang terjadi di Desa Sumbersuko, Kecamatan Sukolilo, Pati, Jawa Tengah.
Peristiwa ini menelan korban jiwa. Satu orang meninggal. Tiga lainnya sekarat dirawat di rumah sakit. Video tentang main hakim sendiri itu tersebar di media sosial. Sangat... Sangat... Tidak berperikemanusiaan, korban yang telah sekarat, sudah mengucurkan darah, masih dihantam dengan batu, ditendang, digebuk...
Dan... anehnya, terlihat dalam video itu, orang-orang di sekeliling korban yang sekarat, bangga, dengan perilaku kejam itu. Atas nama apapun, tak layak, seorang manusia waras, membiarkan hal sekeji itu terjadi.
Dan, saya membayangkan, beberapa jam setelah peristiwa itu, berangsur-angsur, euforia kebanggaan main hakim sendiri, itu menyusut, dikit demi sedikit menjadi penyesalan. Yang sudah terjadi, tak bisa diulang. Yang sudah mati tak bisa dihidupkan lagi.
Kronologi
Berdasar beberapa sumber yang saya baca, peristiwa yang terjadi pada Kamis, 6 Juni 2024, berawal dari bos rental dari Jakarta yang kehilangan mobilnya. Mobil yang dirental orang tak kunjung dikembalikan. Maka, ia berinisiatif mencari mobilnya itu, ditemani dengan tiga orang lainnya.
Bos rental ini melacak mobilnya dengan sistem pemosisi global (GPS) yang terpasang di mobil itu, lokasinya ternyata di Sukolilo Pati.
Lalu, bos rental itu melihat mobilnya terparkir di halaman rumah warga sekitar. Sat-set, bos rental membuka mobilnya menggunakan kunci cadangan yang ia bawa. Nah, saat itu, ada istri A yang memergoki bos rental ini.
Perlu diketahui, si A ini punya teman, temannya ini menggadaikan mobil ke dia, entah si A ini tahu atau tidak, bahwa mobil yang digadaikan bukan miliknya, si A ini terima saja. Mobil diserahkan ke si A. Hingga akhirnya mobil itu terlacak pemilik aslinya.
Di sinilah, istri si A ini, meneriaki "maling!" kepada bos rental dan temannya. Warga sekitar, ramai-ramai langsung mengejar si bos rental dan kawannya. Dikejar warga, akhirnya bos rental dan temannya berhasil tertangkap. Warga tak mau tahu penjelasan bos rental, pun bahwa ia mengaku pemilik mobil yang sah. Warga yang kadung hilang akal ini, menghajar habis bos rental dan temannya. Bahkan, mobil bos rental ini dibakar oleh warga.
Sehari setelah itu, sempat muncul berita "Maling Babak Belur Dihajar Massa di Pati, Mobil Pelaku Ikut Dibakar usai Kepergok saat Beraksi," tayang di Progess, 7 Juni 2024.
Namun, esoknya, mulai muncul, berita yang menyebut korban pengeroyokan itu adalah bos rental yang hendak mengambil mobilnya, namun dikira maling hingga tewas dihajar massa.
Netizen Tuding Sukolilo sebagai "Kampung Bandit"
Kasus terus bergulir. Kasus ini memang tak biasa. Dipicu media sosial, influencer, akun-akun info, mata netizen mulai menyorot kasus ini.
Bahkan warganet menuding Sukolilo sebagai Kampung Bandit penadah mobil/motor bodong. Sebetulnya tudingan itu tak sepenuhnya pas, karena tentu saja, tak semua orang Sukolilo berperilaku sama, ada yang baik, ada yang buruk, di mana pun seperti itu.
Entah karena kasus ini viral atau karena memang ada yang tak beres di Sukolilo ini, aparat pun bergerak, tim khusus dari Polda Jateng diterjunkan langsung.
Hasilnya, seperti berita di Kompas.com dengan judul "Kendaraan Bodong yang Disita di Sukolilo Pati Bertambah Jadi 39, Rumah Warga Jadi Tempat Penyimpanan", tayang 14 Juni 2024, polisi berhasil mengamankan 33 sepeda motor dan 6 mobil tanpa dokumen lengkap.
Diduga motor dan mobil tersebut merupakan hasil curian. Hal ini, memberi legitimasi warganet terhadap pelabelan Sukolilo sebagai kampung bandit. Kendati demikian, tentu, temuan itu masih perlu dibuktikan lebih lanjut.
Sukolilo yang Perlu Berbenah
Menurut KBBI, kampung adalah kesatuan administrasi terkecil yang menempati wilayah tertentu, terletak di bawah kecamatan. Kampung biasanya identik dengan pedesaan, atau bagian pinggir dari kota, atau lingkungan yang dihuni dengan kelompok karakter tertentu, biasanya kelompok dengan penghasilan menengah ke bawah.
Di sisi lain, kampung merupakan tempat berhimpunnya banyak keluarga. Kampung identik dengan suasana aman, nyaman, dan penuh kekeluargaan. Kontradiksi dengan kota yang keras, individualis, dan serba cepat.
Di Sukolilo, citra itu kadung tercemar dengan perilaku beberapa orang. Seperti dalam peribahasa "karena nila setitik, rusak susu sebelanga". Karena ulah beberapa orang, rusaklah citra baik Kampung Sukolilo. Bahkan, di Google Maps, ada orang yang iseng, mengganti beberapa titik wilayah di Sukolilo, dengan nama Kampung Bandit.
Padahal, nama Sukolilo dalam bahasa Jawa mempunyai arti yang baik, yakni "rela, tulus hati". Tempatnya orang-orang yang tulus hati untuk gotong-royong, saling membantu sama-lain. Begitulah memang, seharusnya kampung itu menjadi tempat yang damai.
Karena peristiwa ini, Sukolilo harus berbenah. Sedangkan, kampung lain, harus mengambil hikmahnya. Jangan yang sudah terjadi seperti di Sukolilo, terulang kembali di kampung lain.
Karena kampung terlalu berharga. Di saat kota menjadikan penghuninya semakin individualis, pulang ke kampung akan menjadi obat, membuat rasa kemanusiaan, jiwa sosial tumbuh lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H