Saya membaca komik novel Palestina Membara: Duka Orang-Orang Terusir karya jurnalis Amerika, Joe Sacco, sekitar tahun 2014 lalu.
Saya menemukan buku itu, saat masih kuliah di Ponorogo dengan harga yang murah, yang kini toko bukunya telah tutup, dan menjadi mini market.
Buku itu, saya temukan bersamaan dengan Trilogi Insiden karya Seno Gumira Ajidarma. Mulanya saya butuh waktu yang lama untuk menyelesaikannya; terlalu banyak gambar dan terlalu tebal.
Sehingga buku itu lama terdiam tak terbaca di antara tumpukan buku lainnya di kontrakan. Tapi, teman satu kontrakan yang suka dengan komik, menyelesaikan buku itu tak sampai satu minggu.
"Asu, buku iki gae aku nangis!," katanya usai menyelesaikan  Palestina Membara.
Saya pun jadi penasaran, dan ngebut untuk menyelesaikannya. Hasilnya, ketika saya membaca buku itu dengan cara menikmati detail goresan gambarnya, rasanya, Joe Sacco seperti mengajak saya untuk berjalan-jalan bersamanya menyaksikan sendiri bagaimana kehidupan pengungsi di Gaza.
Komik novel Joe Sacco ini memang berasal dari pengamatan langsungnya saat berada di Palestina antara tahun 1991-1992.
Dia mengambil sudut pandang orang pertama "aku", Joe Sacco menemui dan mewawancarai beberapa warga Palestina. Ia mendatangi dari satu rumah warga Palestina ke rumah yang lain.
Dari perjalanannya itu, ia mendapat kisah pengalaman dari warga Palestina yang mengalami penyiksaan brutal oleh tentara Israel, hingga gerakan Intifadhah.
Bahkan bukan hanya Muslim, tapi pasukan Zionis juga memberi ancaman terhadap Kristen Ortodoks seperti pemaksaan menebang pohon zaitun yang telah lama mereka rawat sebagai sumber penghasilan.
Selain itu, ada salah satu yang menarik dari reportasenya yaitu saat orang Palestina mulai muak dengan aktivitas jurnalistik di wilayah mereka yang tak membawa perubahan dalam kehidupan warga lokal.
Kendati demikian, sebagai jurnalis profesional, Joe Sacco tetap melanjutkan reportasenya. Meskipun sebagai warga Amerika Serikat, Sacco menunjukkan netralitasnya, ia tetap menggambarkan keadaan pengungsi di jalur Gaza dengan apa adanya.
Dan yang terlihat dari pemandangan komik novel itu adalah penderitaan warga Palestina; kemiskinan, terancam, marah, dan tertekan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H