Tapi, kulihat si gondrong masih terus memikat banyak perempuan. Dan di pojok-pojok kampus, dia terus menyebarkan bakteri, menanam virus pada mahasiswa-mahasiswa baru.
Sementara, aku mulai kehilangan kemanusiaanku, kehilangan empatiku terhadap yang lain. Bahkan kukira kini yang tersisa dari diriku hanyalah mesin organis di dalam tubuhku, dan aku merangkak seperti binatang.
Dan orang-orang yang kukenal diam-diam sering membicarakanku di belakang, "dia menjadi gila karena keracunan filsafat."*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!