Mohon tunggu...
Randy Mahendra
Randy Mahendra Mohon Tunggu... Penulis - Warga Biasa

Warga Biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Pasien Nomor 13

24 Oktober 2018   22:28 Diperbarui: 26 Oktober 2018   22:12 1081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(americannursetoday.com)

Kisah ini berdasar catatan psikiater tentang Pasien Nomor 13.

Suatu hari, pencuri mendatangi rumah psikiater. Ia mengambil sebuah kotak di lemari. Ia mengira kotak itu berisi emas. Ternyata kotak itu berisikan catatan-catatan tentang pasien.

Pencuri itu lalu menjualnya pada seorang tukang cerita. Lalu tukang cerita membikin kisah-kisah dari catatan itu. Ini adalah salah satu  kisah yang dibikin tukang cerita. Untuk mempermudah penuturan, ia memakai sudut pandang orang pertama:

Aku takut dengan keramaian. Jika ada keramaian, aku merasa mereka sedang menggunjingkanku. Aku takut mereka menghakimiku.

Mata mereka seolah sedang menatapku. Mata mereka menyiksaku. Dalam bayanganku mereka menudingkan telunjuknya ke arahku sambil berkata, "Anak nakal! Anak nakal! Anak nakal!"

Waktu itu umurku 5 tahun. Suatu hari, ibuku mengetahui aku sedang berhubungan seks dengan tetanggaku. Ibuku memberi hukuman kepadaku. Dia mencambuk tubuhku hingga sakit. Bukannya takut, aku malah mengulanginya lagi.

Itu karena teman perempuanku selalu mengajakku, "ayo main!" Teman perempuanku gadis berumur 5 tahun. Umur kami sama. Tapi dia kecanduan seks. Lebih buruk daripada aku.

Kami berhubungan seks berkali-kali. Tetapi ketika kami bermain di ladang tetangga, ada orang yang memergoki kami. Ia wanita bermulut besar.

Setelah itu, wanita bermulut besar menceritakan kejadian itu ke tetangga lain. Tetangga lain menceritakan ke tetangga lain. Begitu seterusnya, sampai seluruh orang tahu perbuatan kami.

Sejak itu, aku takut dengan keramaian. Aku merasa jika ada keramaian, mereka sedang menggunjingkanku. Dalam bayanganku, mereka menudingkan telunjuknya ke arahku sambil berkata, "Anak nakal! Anak nakal! Anak nakal!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun