Mohon tunggu...
Arief Riady
Arief Riady Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati Sosial - Gemstone Lover

1 + 1 = ~

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hiperbola Covid-19 yang dikondisikan.

19 Maret 2020   13:00 Diperbarui: 20 Juni 2021   13:28 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus-kasus wabah pandemi virus di atas, belum termasuk wabah Pandemi virus Flu Hongkong, virus Flu singapura, Flu kuning, Flu tulang dan virus Flu spanyol sebagai pelopor wabah Pandemi virus yang juga menyebar ke seluruh dunia pada masa nya, dan menjadi pandemi yang luar biasa. Tapi kenyataan nya saat itu tidak sepanik dan seheboh seperti saat ini cara penanganan dan mitigasi nya. 

Lalu apa yang membuat wabah pandemi covid-19 sekarang jadi lebih heboh di blow up menjadi hiperbola, bikin panik sebagian besar orang, banyak yang paranoid, jadi panic buying borong hand sanitizer, antiseptik ludes dipasaran, disinfektan kosong tidak tersisa, orang-orang latah nimbun bahan makanan dan masker, akibat nya masker menghilang dari peredaran terus jadi gila-gilaan harga nya tidak masuk akal sehat, mesjid-mesjid di zona hijau ditutupin dari aktifitas sholat jama'ah tapi aneh bin ajaib kerumunan keramaian manusia di pasar, pusat perdagangan dan transportasi massal tidak dikendalikan dengan benar, orang-orang ribut latah lockdown dan karantina mengakibatkan setiap wilayah diportalin bikin susah banyak orang, khusus nya untuk warga sekitar yang harus muter jauh sekali dan ojek online yang akan mengantarkan pesanan ( padahal jujur aja ini gak ada urgensi dan relevansi yang signifikan dengan sifat dan cara virus nya menyebar ), kemudian akhirnya masyarakat jadi terkungkung terpenjara, tapi lucu nya yang terpenjara malah dilepaskan ke tengah masyarakat? Belum lagi protokol-protokol yang dibuat secara rumit dan heboh, jadi bikin takut semua orang dan so on dan so on?

Tidak hanya sampai di situ, wabah Pandemi covid-19 ini juga mencetak daftar istilah-istilah asing dan baru yang tidak ada dalam daftar istilah slogan penanganan wabah pandemi virus sebelum nya, padahal kembali lagi saya tegaskan, bahwa jenis, sifat, resiko dan cara penyebaran virus nya sama. Bahaya nya pun tidak lebih dari pandemi yang sudah sudah. Harus nya pun cara penanganan  dan mitigasi nya juga sama bila cara penularan nya sama dari pendahulu nya SARS, MERS, Avian Influenza ataupun Swine Flu saat itu. See?

Istilah baru seperti social distancing - jaga jarak, lockdown - karantina atau PSBB , virtual money - uang non tunai, slogan stay at home - di rumah saja maupun istilah New Normal - normal tapi baru? menjadi viral di seluruh lapisan masyarakat. Kalau mau jujur apa beda nya penanganan nya dengan kasus wabah pandemi virus turunan flu yang sudah-sudah? Bahkan dilihat dari tingkat rasio kefatalan kematian nya, covid-19 ini masih tidak lebih mematikan dibanding pendahulu nya. Harus nya tidak ada propaganda dan agenda-agenda terselubung seperti sekarang. Gempuran-gempuran istilah social distancing, lockdown, karantina wilayah, stay at home, work from home dan New normal malahan cuma menjadi momok yang menakutkan di masyarakat luas, jika masyarakat tidak mematuhi protokol nya, ada semacam ketakutan yang mendalam akan divonis terdampak positif covid-19 dan kemudian akan disalahkan oleh pemerintah, para dokter, para tenaga kesehatan dan masyarakat umum lain nya karena alasan tidak patuh, ngeyel, dan apapun justifikasi nya?. Bila ada masyarakat yang tidak menjalankan istilah dan slogan tersebut maka bisa dipastikan akan menjadi kambing hitam dari kasus ini. Ini semua tentunya seperti membuat pengkondisian yang bersyarat dan dibuat untuk  membatasi dan mendikte masyarakat luas. See?

Dahulu pun virus SARS, MERS, H5N1 dan H1N1 dengan virulensi penyebaran wabah yang sama cara penyebaran dan sifat virus nya, tidak pernh ditemukan pemblow up an istilah seperti di atas. Dahulu berita-berita dan informasi tidak bisa di blow up secara hiperbola. Karena dulu belum didukung sepenuh nya oleh teknologi perangkat lunak dan aplikasi media sosial nya belum tercipta. Kalaupun ada, hanya segelintir yang memiliki akses nya, tidak bisa secara langsung menjangkau masyarakat luas, hanya orang-orang kaya rata saja yang memiliki perangkat nya.

Saat itu mungkin hanya sekitar 10% populasi penduduk yang memiliki akses langsung kepada teknologi informasi dengan memiliki perangkat seluler beserta aplikasi nya. Jadi kasus pandemi virus nya pun pada waktu itu tidak bisa di blow up secara masif, dan tidak berdampak besar terhadap kehidupan masyarakat secara umum, mereka tetap hidup normal tanpa dihantui perasaan takut yang berlebihan. Kasus nya tidak bisa dibesar besarkan untuk membuat takut dan panik masyarakat saat itu. Berbeda 180° dengan kasus pandemi covid-19 sekarang.

Penjelasan di atas tentunya dapat dijadikan pijakan kritis bahwa dibalik wabah pandemi covid-19 ini terdapat agenda-agenda propaganda terselubung  yang tendensius untuk menjadi kan masyarakat luas sebagai bagian dari objek penerapan solusi nya. Dengan menerapkan percobaan kasus : problem, reaksi dan solusi/mitigasi dari rangkaian demi rangkaian peristiwa pandemi Covid-19 ini.

Ditambah dengan kesimpangsiuran aturan-aturan yang dibuat oleh pemangku kekuasaan, bercampur dengan kegelisahan masyarakat, bahkan seolah-olah diciptakan kondisi nya, akhirnya ujung-ujung nya masyarakat  menerima keadaan dengan pasrah. Belum lagi setiap hari masyarakat pengguna media sosial dan media online dijejali kabar berita, gambar foto dan video yang disebarkan oleh orang orang dan media tentang hal yang menakutkan dan mencekam akibat dari covid-19 ini. Setiap waktu disebar berita kematian, berita korban barjatuhan dieksploitasi secara masif dan vulgar, angka-angka dibuat menggelembung,  foto-foto dan video ditampilkan dengan mencekam di banyak negara yang kata nya terkena dampak berat, tentu saja dengan narasi menyeramkan dan menegangkan urat syaraf yang melihat dan membaca nya. Semua dikemas untuk melegitimasi dahsyat nya dampak dari pandemi covid-19 ini. See?

Semua angka dan data-data akibat covid-19 ini di rilis setiap waktu kepada masyarakat oleh hampir semua media-media online. Setiap hari data-data itu pasti bertambah angka-angka nya menuju kepada suatu pola deret ukur tertentu hingga nanti akan menjadi jumlah yang sangat besar dan akan berhenti pada angka yang ditetapkan. Kenyataan nya, sebenarnya pun kita semua tidak akan pernah tahu fakta kebenaran nya angka pada data tersebut, apakah benar adanya demikian karena Covid-19? Apalagi visum hampir selalu dinihilkan, infeksi dan radang  paru-paru pun dijadikan simpulan dan asumsi sesorang positif terpapar covid-19. See?

Padahal sebelum kasus pandemi ini di blow up, yang nama nya infeksi paru-paru, bahkan radang paru-paru itu banyak sekali kasus nya terjadi, hampir setiap saat korban mati di seluruh dunia, rasio fatalitas kematian nya pun sangat tinggi, tetapi tidak pernah disimpulkan diagnosa nya karena covid-19. Ini seakn-akan protokoler covid-19 diciptakan hanya untuk melegitimasi data dan angka pembenaran dari korban-korban kematian tersebut. Jadi jelas lah apa yang masyarakat luas harus terima pada kasus pandemi virus saat ini.

Yang terjadi, tanpa disadari akhirnya banyak masyarakat luas dijadikan kaki tangan penyebaran kasus, perangkat seluler yang dimiliki masyarakat luas ditambah dengan kekuatan senjata media sosial yang ada saat ini, mereka tanpa disadari telah menjadi agen penyebar ketakutan, dan ini semakin membuat sempurna nya proses dan tujuan yang memang diinginkan dari kasus covid-19 ini. Namun apa mau dikata, hampir sebagian besar masyarakat penikmat internet tetap tidak sadar diri, kalau mereka telah digiring menjadi agen gratis tanpa dibayar untuk menyebarkan propaganda blow up ini secara sukarela. Semua berita berita covid-19 yang narasi nya menyedihkan, menakutkan, mencekam, menghukumi orang lain dan tentu saja kontraproduktif kepada sesama masyarakat lain nya telah menyebar secara luar biasa masif. Ini pun tanpa disadari oleh media-media online dan media sosial, bahwa mereka juga berandil sangat besar karena ikut serta terperangkap kepada arus pengkondisian untuk melegitimasi pandemi ini. Mereka memblow up kembali berita-berita, foto dan video tentang covid-19 ini dengan konten berita yang menakutkan dan mencekam tadi pada laman-laman utama media nya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun