Mohon tunggu...
Regulasi Kebijakan Komunikasi
Regulasi Kebijakan Komunikasi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pemilik

Blog ini dibuat oleh beberapa mahasiswa Ilmu Komunikasi Angkatan 2019 Universitas Atma Jaya Yogyakarta sebagai pemenuhan tugas Regulasi dan Kebijakan Komunikasi. Like dan comment dari pembaca akan sangat berarti bagi tugas kami. Terima Kasih!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebijakan Komunikasi di Bidang Media Cetak II (Tahun 1945 - 2020)

21 Maret 2021   18:51 Diperbarui: 21 Maret 2021   19:04 1185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setelah itu, pada tahun 1974 dan tahun 1978 industri pers mengalami pembredelan dengan 12 pers yang kehilangan surat izin dan beberapa wartawan ditangkap serta puluhan lain didaftar hitamkan. 

Lalu pada tahun 1978, terjadi penutupan tujuh harian yang terbit di Jakarta karena liputannya yang mendukung aksi demonstrasi mahasiswa terhadap pemerintahan Orde Baru. 

Contoh surat kabar yang mengalami pembredelan pada masa itu yaitu harian Nusantara, harian Suluh Berita, surat kabar mingguan kampus Mahasiswa Indonesia, surat kabar Kami, Indonesia Raya, Abadi, The Jakarta Times, dan masih banyak lagi.

Pada paruh pertama pemerintahan Orde Baru, terdapat banyak variasi bentuk media massa dan pola peredarannya, tetapi mulai terbatas ketika dilakukan regulasi terhadap terbitan khusus semacam pers mahasiswa pada 31 Mei 1980, yaitu Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Penerangan RI tentang penerbitan kampus. 

Penerbitan kampus dibagi menjadi 3 kategori: pers kampus, pers kampus mahasiswa, dan pers mahasiswa. UU Nomor 11 Tahun 1966 diganti menjadi UU Nomor 21 Tahun 1982 yang mengatur surat izin pers. 

Pada Pasal 13 ayat (5) disebutkan bahwa setiap penerbitan pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers memerlukan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers selanjutnya disingkat SIUPP yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Semua penerbitan pers di bawah pengawasan pemerintah melalui Departemen Penerangan.

Masa Reformasi

Masa reformasi adalah awal dari pencerahan kebebasan pers. Pada masa reformasi juga kekuasaan Soeharto sudah habis yang kemudian digantikan oleh BJ Habibie pada tahun 1998. 

Langkah pertama yang diambil dalam kebebasan pers adalah pencabutan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers atau bisa dikenal juga dengan SIUPP. Kemudian pemerintah juga menghapus Departemen Penerangan yang sebelumnya memiliki kekuatan yang cukup besar untuk menekan pers pada saat itu. 

Lalu, muncul juga UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers untuk mengembalikan kebebasan pers. Dalam Undang-Undang tersebut juga terdapat pasal 1 ayat 4 yang menyatakan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara dan pasal 4 ayat 2 yang berisi pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau juga pelarangan penyiaran.

Sampai pada masa sekarang, ada juga kebijakan yang masih bertahan dari masa pemerintahan sebelumnya. Kebijakan tersebut adalah Haatzai Artikelen yang bertransformasi menjadi UU Informasi dan Transaksi Elektronik atau biasa disebut UU ITE, kebijakan ini sudah ada dari masa jajahan Belanda dan kemudian diwariskan sampai sekarang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun