Mohon tunggu...
RKIKY WULANDARI
RKIKY WULANDARI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sociology student

Setiap orang sedang berusaha melewati yang ngga kamu lihat. Jadi jangan jahat yah:)

Selanjutnya

Tutup

Diary

Tantangan yang Mendewasakan

6 Maret 2022   23:01 Diperbarui: 7 Maret 2022   00:25 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tantangan Yang Mendewasakan

  Wabah Covid-19 sampai saat ini masih terus melanda dunia,termasuk di Indonesia.Begitu cepatnya penyebaran wabah ini menyebabkan semua negara membuat upaya preventif,kuratif,dan promotif kepada warga negaranya.Pandemi Covid-19 memaksa masyarakat dunia mendefinisikan makna hidup,tujuan pembelajaran dan hakikat kemanusiaan. Jika selama ini manusia-manusia dipaksa hidup dalam situasi serba cepat,pekerjaan tanpa henti,dan kejaran target pertumbuhan ekonomi dalam sistem kompetisi. Namun,penyebaran virus Corona (Covid-19) yang menjadi krisis besar manusia modern,memaksa kita untuk sejenak bernafas,berhenti dari pusaran sistem,serta melihat kembali kehidupan,keluarga,dan lingkungan sosial dalam arti yang sebenarnya. Manusia dipaksa 'berhenti' dari rutinitasnya,untuk memaknai apa yang sebenarnya dicari dari kehidupan.

   Indonesia punya tantangan besar dalam penanganan Covid-19. Dari semua aspek yang menjadi tantangan saat ini,saya berkonsentrasi pada aspek pendidikan yang esensial untuk didiskusikan. Karena mengingat pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk menghadapi segala macam permasalahan dunia ini. Upaya negara dalam menghambat penyebaran virus juga merambah ke dunia pendidikan. Berdasarkan kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19,memberi himbauan bahwa pelaksanaan pembelajaran dilakukan dari rumah melalui pembelajaran daring.

  Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dari rumah biasanya dilakukan menggunakan google classroom,grup whatsapp,grup telegram,atau media yang lainnya. Melalui media pembelajaran daring tersebut guru berusaha menyampaikan materi kepada siswa. Kelebihan pembelajaran daring ini adalah tidak terikat ruang dan waktu. Sehingga kapan saja dan dimana saja siswa tetap dapat mengikuti pembelajaran dari guru. Pandemi Covid-19 memaksa kebijakan social distancing, atau di Indonesia lebih dikenalkan sebagai physical distancing (menjaga jarak fisik) untuk meminimalisir persebaran Covid-19. Jadi,kebijakan ini diupayakan untuk memperlambat laju penyebaran virus Corona di tengah masyarakat. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merespon dengan kebijakan belajar dari rumah,melalui pembelajaran daring dan disusul peniadaan Ujian Nasional untuk tahun ini.
Akan tetapi,pada kenyataannya kegiatan pembelajaran daring ini tidak mudah diterapkan di Indonesia. Banyak keterbatasan dan permasalahan yang terjadi di lapangan. Beberapa di antaranya yaitu dari segi pendidik,beberapa guru yang belum memiliki kemampuan memanfaatkan kecanggihan teknologi yang mereka punya. Dari segi siswa,tidak semua siswa memiliki android atau laptop untuk mengakses materi pembelajaran. Selain itu, di daerah pelosok misalnya,tidak semua siswa berasal dari keluarga yang mampu untuk bisa membeli kuota internet setiap waktu.


   Kita tahu bahwa Indonesia ini adalah negara yang luas dan tidak semua warganya ada di daerah perkotaan. Mereka yang tinggal di daerah pedalaman,terkadang masih belum terjangkau oleh listrik dan internet. Oleh karena itu,tidak tepat sepertinya apabila kebijakan pembelajaran dari rumah ini dipukul rata untuk semua wilayah Indonesia.

   Persebaran virus Corona yang massif di berbagai negara, memaksa kita untuk melihat kenyataan bahwa dunia sedang berubah. Kita bisa melihat bagaimana perubahan-perubahan di bidang teknologi,ekonomi,politik hingga pendidikan di tengah krisis akibat Covid-19. Perubahan itu mengharuskan kita untuk bersiap diri,merespon dengan sikap dan tindakan sekaligus selalu belajar hal-hal baru. Indonesia tidak sendiri dalam mencari solusi bagi peserta didik agar tetap belajar dan terpenuhi hak pendidikannya. 

  Menurut data UNESCO, Uganda menjadi negara dengan durasi penutupan sekolah terlama di dunia, yaitu mencapai 83 minggu pada Maret 2020 -- November 2021. Penutupan tersebut berdampak pada lebih dari 10 juta pelajar di Uganda. Bolivia, India, dan Nepal menempati urutan kedua penutupan sekolah terlama yakni 82 minggu. Berikutnya, penutupan sekolah saat pandemi di Honduras dan Panama selama 81 minggu. Sementara, penutupan sekolah di El Salvador tercatat selama 80 minggu. Namun, penutupan sekolah dan pembelajaran jarak jauh ini menimbulkan kekhawatiran akan penurunan kualitas siswa. Dimulai dari penyampaian materi yang tidak leluasa, kesulitan untuk bertanya dan berkonsultasi dengan guru, hingga gangguan kelancaran internet terutama di negara miskin dan berkembang. Penutupan sekolah tidak hanya berdampak terhadap pembelajaran, tetapi juga terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak yang sedang berada di dalam tahap penting perkembangannya.
Semua negara terdampak telah berupaya membuat kebijakan terbaiknya dalam menjaga kelanggengan layanan pendidkan. 

 Indonesia juga menghadapi beberapa tantangan nyata yang harus segera dicarikan solusinya:

 (1) ketimpangan teknologi antara sekolah di kota besar dan daerah,

(2) keterbatasan kompetensi guru dalam pemanfaatan aplikasi pembelajaran,

(3) keterbatasan sumberdaya untuk pemanfaatan teknologi Pendidikan seperti internet dan kuota,

(4) relasi guru-murid-orang tua dalam pembelajaran daring yang belum integral.
 

  Pemberlakuan kebijakan physical distancing yang kemudian menjadi dasar pelaksanaan belajar dari rumah,dengan pemanfaatan teknologi informasi yang berlaku secara tiba-tiba,tidak jarang membuat pendidik dan siswa kaget termasuk orang tua bahkan semua orang yang berada dalam rumah. Pembelajaran teknologi informasi memang sudah diberlakukan dalam beberapa tahun terakhir dalam sistem pendidikan di Indonesia. Namun,pembelajaran daring yang berlangsung sebagai kejutan dari pandemi Covid-19,membuat kaget hampir di semua lini,dari kabupaten/kota,provinsi,pusat bahkan dunia internasional.
Sebagai ujung tombak di level paling bawah suatu lembaga pendidikan,kepala sekolah dituntut untuk membuat keputusan cepat dalam merespon surat edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang mengharuskan sekolah untuk memberlakukan pembelajaran dari rumah. Pendidik merasa kaget karena harus mengubah sistem,silabus dan proses belajar secara cepat. Siswa terbata-bata karena mendapat tumpukan tugas selama belajar dari rumah. Sementara,orang tua murid merasa stress ketika mendampingi proses pembelajaran dengan tugas-tugas,di samping harus memikirkan keberlangsungan hidup dan pekerjaan masing-masing di tengah krisis.
 

 Jadi, kendala-kendala itu menjadi catatan penting dari dunia pendidikan kita yang harus mengejar pembelajaran daring secara cepat. Padahal,secara teknis dan sistem belum semuanya siap. Selama ini pembelajaran online hanya sebagai konsep,sebagai perangkat teknis,belum sebagai cara berpikir,sebagai paradigma pembelajaran. Padahal,pembelajaran online bukan metode untuk mengubah belajar tatap muka dengan aplikasi digital,bukan pula membebani siswa dengan tugas yang bertumpuk setiap hari. Pembelajaran secara online harusnya mendorong siswa menjadi kreatif mengakses sebanyak mungkin sumber pengetahuan,menghasilkan karya,mengasah wawasan dan ujungnya membentuk siswa menjadi pembelajar sepanjang hayat.

  Dari tantangan-tantangan itu,kita harus berani melangkah untuk menjadikan pembelajaran online sebagai kesempatan mentransformasi pendidikan kita. Ada beberapa langkah yang dapat menjadi renungan bersama dalam perbaikan sistem pendidikan kita khususnya terkait pembelajaran daring:


Pertama,semua guru harus bisa mengajar jarak jauh yang notabene harus menggunakan teknologi. Peningkatan kompetensi pendidik di semua jenjang untuk menggunakan aplikasi pembelajaran jarak jauh mutlak dilakukan. Memang jumlahnya sangat banyak,untuk memastikan sekitar 3 jutaan guru di Indonesia memiliki kompetensi yang memadai dalam memanfaatkan teknologi tentu bukan perkara mudah. kompetensi minimal TIK guru level 2 harus segera diwujudkan termasuk kemampuan melakukan vicon (video conference) dan membuat bahan ajar online. Level 2 ini merupakan pengelompokan kompetensi TIK guru yang ideal berdasarkan Teacher ICT Competencies Framework oleh UNESCO. Level tertinggi adalah level 4 dimana guru sudah mampu menjadi trainer bagi guru yang lain. Jika kompetensi guru sudah level 2,maka guru akan mampu menyiapkan sistem belajar,silabus dan metode pembelajaran dengan pola belajar digital atau online.
Pemerintah tidak harus sendiri, upaya menggandeng banyak pihak penyedia portal daring sangat tepat dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Namun leading sektor urusan kebijakkan pembelajaran daring  harus dikendalikan dibawah kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kedua, pemakaian teknologipun juga tidak asal-asalan, ada ilmu khusus agar pemanfaatan teknologi dapat menjadi alat mewujudkan tujuan Pendidikan yakni Teknologi Pendidikan (TP). Pembelajaran online tidak hanya memindah proses tatap muka menggunakan aplikasi digital dengan disertai tugas-tugas yang menumpuk. Ilmu teknologi pendidikan mendesain sistem agar pembelajaran online menjadi efektif, dengan mempertimbangkan tujuan pendidikan secara khusus. Prinsip-prinsip pemanfaatan teknologi yang harus menjadi acuan guru dalam meamanfaatkan teknologi  yaitu mampu menghadirkan fakta yang sulit dan langka ke dalam kelas,memberikan ilustrasi fenomena alam dan ilmu pengetahuan,memberikan ruang gerak siswa untuk bereksplorasi,memudahkan interaksi dan kolaborasi antara siswa-guru dan siswa-siswa,serta menyediakan layanan secara individu tanpa henti. Namun sangat sedikit guru yang memahami prinsip-prinsip diatas. Hal ini menuntut stakeholder terkahit utamanya para Pengembang Teknologi Pembelajaran harus lebih banyak berinovasi dan mencari terobosan pembelajaran di masa darurat seperti Covid-19 saat ini.

Ketiga,pola pembelajaran daring harus menjadi bagian dari semua pembelajaran meskipun hanya sebagai komplemen. Intinya supaya guru membiasakan mengajar online. Pemberlakuan sistem belajar online yang mendadak membuat sebagian besar pendidik kaget. Ke depan,harus ada kebijakan perubahan sistem untuk pemberlakuan pembelajaran online dalam setiap mata pelajaran. Guru harus sudah menerapkan pembelajaran berbasis teknologi sesuai kapasitas dan ketersediaan teknologi. Inisiatif kementerian menyiapkan portal pembelajaran daring Rumah Belajar patut didukung meskipun urusan daring saat covid 19 yang memaksa siswa dan guru menjalankan aktifitas di rumah tetap perlu dukungan penyedia layanan daring yang ada di Indoesia

Keempat,guru harus punya perlengkapan pembelajaran online. Peralatan TIK minimal yg harus dimiliki guru adalah laptop dan alat pendukung video conference. Keberadaan pernagkat minimal yang harus dimiliki guru sangat perlu dipikirkan Bersama baik pemerintah kab/kota, provinsi dan pusat termasuk ortang tua untuk sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat. Sudah banyak fintech yang bergerak dibidang pemberian bantuan pengadaan perangkat teknologi baik untuk siswa,guru maupun sekolah.

Kelima,ketimpangan infrastruktur digital antara kota besar dan daerah harus dijembatani dengan kebijakan teknologi afirmasi untuk daerah yang kekurangan. Akses internet harus diperluas dan kapasitas bandwithnya juga harus ditingkatkan. Pemerintah Indonesia sudah berhasil membangun infrastruktur komunikasi Palapa Ring yang diresmikan Bapak Presiden Joko Widodo di akhir tahun 2019 menjadi tulang punggung infrastruktur digital dari Aceh hingga Papua. Tapi,jangkauan akses harus diperluas agar sebanyak mungkin sekolah,pendidik dan siswa  merasakan manfaatnya.
  

  Pandemi Covid-19 memang menjadi efek kejut bagi kita semua. Dunia seolah melambat dan bahkan terhenti sejenak. Negara-negara besar dan modern terpukul dengan sebaran Virus Corona yang cepat, mengakibatkan ribuan korban meninggal yang tersebar di berbagai negara. Indonesia mendapatkan banyak tantangan dari Covid-19 ini,yang membuat kita semua harus bersama-sama saling menjaga. Kelima isu penting diatas akan menjadi penentu seberapa cepat kita akan mampu meratakan kurva kecemasan siswa,guru,kepala sekolah,orang tua,dan kita semua.
Di tengah pandemi Covid-19 ini,sistem pendidikan kita harus siap melakukan lompatan untuk melakukan transformasi pembelajaran daring bagi semua siswa dan oleh semua guru. Kita memasuki era baru untuk membangun kreatifitas,mengasah skill siswa,dan peningkatan kualitas diri dengan perubahan sistem,cara pandang dan pola interaksi kita dengan teknologi.

  Oleh karena itu,kebijakan pemerintah mengenai pembelajaran dari rumah ini merupakan kebijakan yang bagus untuk mencegah penyebaran virus yang lebih luas sekaligus memanfaatkan kecanggihan teknologi saat ini. Akan tetapi, saran dari penulis,untuk sekolah-sekolah yang berada di daerah pedesaan yang diprediksi tidak ada penyebaran virus di sana,sebaiknya diizinkan untuk tetap melaksanakan pembelajaran di sekolah. Selain itu, penyebaran informasi yang benar kepada guru juga perlu dilakukan supaya para guru tidak panik sehingga kegiatan pembelajaran tetap dapat dilaksanakan dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun