Beberapa waktu lalu, khalayak internet dihebohkan dengan legenda warkop DKI versi muda, yang diperankan tiga anak muda yang berprawakan mirip dengan (alm) Dono, (alm) Kasion, dan Indro Warkop. Waktu berlalu, tak lama kemudian Warkop DKI muda itu dikabarkan terancam secara hak cipta dimiliki oleh Indro Warkop dan akan/sudah diwarisi kepada anak dan cucu nya, seperti yang disampaikan pada Podcast Deddy Corbuzier.
Apa pelajaran yang bisa didapat melalui kasus diatas?
Tentu saja izin.
Tidak bisa dipungkiri bahwa tiap lebaran bahkan libur nasional, film Warkop DKI selalu diputar, karena memang sangat melegenda hingga hari ini, seperti legenda Charlie Chaplin, komedi yang mereka bawakan adalah komedi pribadi, yang dimana, jika dibawakan oleh orang lain akan terasa berbeda, karena faktor karakteristik yang kuat dari tiga personil itu.
Dan izin yang tertangguhkan itu membuat Warkop DKI muda kewalahan, dikecam secara hukum dan juga sosial. Tapi ternyata, Indro warkop pun dianggap tidak memberi ruang orang lain untuk mencari rezeki.
Jadi, siapa yang salah dan siapa yang benar?
Tentu secara hukum, Indro Warkop mengambil langkah yang benar, tapi jika izin sudah melantai dan dinegosiasikan tentang konten serta kreativitas, bisa saja Warkop DKI muda itu membantu mempopulerkan Warkop lagi, dengan energi dan jenis candaan yang sesuai zaman, tapi tanpa kita tahu ternyata Warkop sudah punya kesepakatan dengan Falcon Pictures, seperti yang disampaikan pada Podcast Deddy Corbuzier.
Secara kekeluargaan, bisa saja ada percakapan antara para Warkop Muda dengan Indro Warkop.
"Om, permisi, kami secara sangat rendah hati, ingin membuat nostalgia zaman warkop dengan bumbu komedi yang lebih segar, apa diizinkan"
Adapun pembagian komisi, itu adalah bagian dapur yang secara moral harus mereka kucurkan untuk keluarga Warkop. Itu hanya contoh tata krama yang baik dari junior kepada senior, disetujui atau tidak, tentu itu keputusan Indro Warkop.Â
Membuat komedi bukanlah hal yang mudah, ada yang menyerempet hukum seperti dark jokes, contoh Coki Pardede - Tretan Muslim, atau keseharian biasa seperti Raditya Dika, dan semua itu butuh konsep serta cara berpikir matang yang membuat logika patah lalu menimbulkan tawa. Butuh latihan puluhan kali dan tidak lucu puluhan kali.
Komedi juga bisa jadi terapi, tapi tidak mudah dijalani. Mari apresiasi komedi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H