Mohon tunggu...
nizami
nizami Mohon Tunggu... Penulis - Rakyat

Jangan jahat sama kucing kampung, mungkin malaikat lagi nyamar.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Cara Manusia untuk Ekonomi Stabil

9 September 2020   06:01 Diperbarui: 9 September 2020   06:21 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi, selalu menjadi polemik yang menegangkan untuk dibahas, karena Indonesia sudah dianggap negara merdeka tapi masih dijajah dari dalam, dianggap negara maju tapi yang maju hanya jakarta dan sekitarnya. Semua membuat seolah tidak penting bagi kita untuk berusaha, tapi apa lagi yang bisa dilakukan selain berusaha untuk bertahan hidup?

"itu siapa pak?" Tanya Mahesa kepada ayahnya,

"Tukang es cendol, udah dua puluh tahun kerja begitu"

wah, konsisten. Sahut Mahesa dalam hati.

"Mang!" Teriak bapak, "Sini"

Akhirnya tanpa ragu dan kesulitan, membawa dua gerobak custom yang dipapang oleh motor tua nya, ia datang sebari melempar senyum tipis kepada Mahesa dan orang sekitar. Berperawakan kurus, kulit kecoklatan, berkemeja serta jeans tua dan topi penyair yang mirip Sapardi Djoko Damono (alm). Seperti hidupnya tak punya beban, ia hanya datang, mengucap salam dan bertanya ada apa.

"Ini kan ada orang kerja, coba berapa gelas semua orang, kasih cendol"

Mahesa hanya terdiam, memperhatikan sumringahnya yang terbesit melalui senyum tipis yang sedari tadi tak kunjung hilang, dari tamparan sinar matahari, ia berkata "Waduh pak, saya bagi gelas dan cendol dulu ya" Lalu bapak mengangguk kecil.

"Ya jadi, kalau bapak sih lebih menikmati hidup sederhana, merhatiin orang-orang, ya gitu aja, mungkin bapak emang udah habis jiwa muda nya" bapak memulai percakapan

"Kenapa bapak suruh dia kesini, kan harusnya dia mangkal dan dapat lebih banyak order?" Tanya Mahesa, mengganti obrolan.

"Tau dari mana kamu kalau orderan dipangkalannya lebih banyak?"

"Eng... nggak tau sih"

Tiba-tiba ia kembali masih dengan senyuman yang sama, "Jadi ada tiga puluh sembilan orang, pak"

"Berapa harga nya?" Tanya bapak

Matanya berputar seolah sedang mengkhayal algoritma penjualan dan keuntungan hari ini untuk orderan tersebut. "Em.. sembilan puluh delapan ribu aja pak!" Katanya.

Bapak hanya mengeluarkan selembaran uang berwarna merah orange serta senyum presiden RI pertama kepada orang tersebut, dan ia mengembalikannya dengan lima ribu rupiah sambil tawa yang tadi tipis makin lebar "Diskon tiga rebu" lalu kita bisa melihat kebahagiaannya naik ratusan persen dari tawa yang tadinya tipis, kini makin melebar.

Apakah anda masih berpikir manusia bukan hal terpenting untuk perkembangan? Dan menganggap, puluhan ribu kilometer toll itu lebih penting daripada Sumber Daya Manusia?

Memang siapa yang memakai puluhan ribu kilometer toll tersebut, kalau bukan, manusia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun