Memangnya tidak boleh?
Tentu nggak boleh, lah. Yang boleh kan penulis A atau penyair B. Karena Pak Sapardi sudah sepuh.
Tidak ada alasan.
Cuma itu yang bisa menjawab tentang cara dunia bekerja. Cara semesta melaksanakan kemauannya. Sabda waktu dan egoismenya yang tidak pernah mau dikalahkan, meski oleh manusia.
Begitupun takdir, emosi jika ditebak dan merasa direndahkan ketika tidak dianggap.
Kenapa Pak Sapardi terkenal?
"Ah itukan sudah jadi takdir"
Tapi itupun tidak semudah itu, sains tidak menyukai kalimat itu, menurut sains, akal sehat harus diberi asupan logis juga, tidak melulu soal hati yang tak ada ujungnya.
Dibantah pula oleh para pemuja intuisi, menganggap bahwa dunia ini sementara dan kita semua hanya debu semata, semua akan kembali jadi tanah dan tidak ada waktu untuk melakukan hal yang tak perlu.
Kenapa Pak Sapardi terkenal?
"Coba uraikan bukti sains serta terminologi jelasnya"
Percuma, sains datang terlambat, sains datang sesudah tujuh puluh penyihir Fir'aun menjadi viral. Mereka bisa hebat, terkemuka tanpa ada penjelasan logisnya, sampai hari ini kisah mereka tercatat di buku sejarah, dan dipercaya.
Ah, mungkin itu, percaya.
Mungkin Pak Sapardi terkenal, karena percaya.
Tapi tunggu dulu, Pak Sapardi menetapkan hatinya untuk percaya pada apa?
sains, penyihir, intuisi, takdir, waktu, semesta atau apa?
Tolong beri hausku ini seteguk informasi!
Baiklah, mungkin, bagi Pak Sapardi,
hanya percaya saja cukup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H