Nizami biasa membeli tiga buah tempe mendoan sambil mendengarkan curhat ibu penjual mendoan (Bu Muda) tentang anaknya yang susah diajak diskusi dan gorengannya yang sering habis tapi untungnya sedikit.
"Memang, biasanya sehari untung berapa, Bu mud?"
"Kemarin sebelum ada corona sih bisa tiga juta sehari"
"Wah itu nutup banget dong ya sama modal"
"Iya, tapi sekarang cuma seratus lima puluh ribu itupun masih banyak yang ngutang, mas"
"Mungkin ibu disuruh istirahat, jangan terlalu banyak berdiri di depan wajan panas, Bu mud. Nanti ibu bisa matang, lho"
Kami tertawa.
Tapi adakah ada, disaat Amerika sedang krisis dan penjarahan dimana-mana seperti sejarah '98. Dan China sedang kebingungan tentang arah dagangnya. Tapi Indonesia cuma anak bungsu yang bingung ikut anak pertama atau ikut anak kedua. Karena keduanya sama-sama kuat. Meski sudah dianggap mandiri dengan cara menaikkan derajat si bungsu dengan pangkat Negara Maju. Tetap saja Indonesia tidak tahu harus apa dan kemana.
Apalagi corona tidak bertanya tentang maju atau berkembang.
Menurut Mandigu Wowiek: "..Harus dibedah dulu, ada globalis dan ada nasionalis. Dan globalis tidak punya religion, uangnya. Tidak ada citizen, kantornya di singapura, bisnisnya lain lagi"
"Oh jadi, si globalis yang cari uang" Jawab panelis.