Wajah Parjo memerah seperti mau meledak, dia sangat malu.
"Aku sarankan aja, sebagai teman dekatmu, tahun baru biarlah tahun baru, perayaan biarlah perayaan, kau tau kan banyak orang fakir yang mengais rezeki dari si 'tahun baru' itu?"
"Mengais rezeki bagaimana? Orang-orang cuma menghamburkan uang untuk petasan tak berguna itu!"
"Tenang" Mahesa menghela nafas lagi  "Kamu pikir penjualnya itu orang kaya, anggota DPR atau miliyarder sekelas Bill Gates"
"Mana ada orang kaya mau jualan petasan!"
"Nah" Mahesa menepok nyamuk yang menempel di lengannya "Mereka juga rakyat biasa, seperti kita"
"Iya juga ya" Parjo menggaruk bagian belakang kepalanya "Tapi kenapa kamu bilang kalau ini kata yang tidak penting, kan penting banget padahal"
"Semua kata-kata ku tidak akan penting kalau tidak kau pikirkan, Parjo"
Parjo tertawa kecil "Ehhh eh, terus kalau tahun baru kita harusnya ngapain ya? Aku nggak mau rayain pakai petasan kayak orang-orang"
"Gampang, anak yatim kelaparan masih banyak, sampah di desa kita juga masih berantakan atau kamu ajak orang-orang kampung ngumpul untuk berburu sampah dan santunan yatim selama tahun baru"
"Benar!" Parjo mengacungkan dua jempol.