Mohon tunggu...
Rakyat Jelata
Rakyat Jelata Mohon Tunggu... -

Rakyat biasa yang mencari penghidupan yang layak dan halal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kalo Bisa Dipersulti Kenapa Dipermudah??

22 Oktober 2012   03:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:33 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13508756881186200289

Hari minggu kemaren (20 Okt 2012) di banjarnegara kami (saya dan adik saya mebawa mobil masing-masing) mengikuti mobil pribadi didepan kami. Tiba tiba kami dihentikan sama polisi untuk di periksa surat-suratnya. Singkat cerita kami dinyatakan melanggar rambu. "dendanya Rp 120.000,-/mobil atau titip jika sampean percaya" kata polisi tsb. "bisa minta form biru untuk mbayar di BRI pak?" kata adik saya "disini tidak ada form biru, adanya tilang atau titip" kata polisi dengan nada tinggi. (namanya PURNOMO-Polisi banjarnegara) karena kami awam, kami pun minta titip saja (agar segera selesai) tetapi kami keberatan dengan denda Rp120rb tsb. Kami pun minta titip Rp50rb (untuk 2 mobil). Pertimbangannya adalah honor nyopir kami hanya Rp 50rb. Jika tak kasihkan polisi Rp 25rb masih ada sisa buat di jalan. Dengan nada tinggi si Polisi menolak, "kalo mau Rp 50rb/mobil" kata polisi tsb. Kami pun memelas. "pak kami hanya sopir yang honornya tidak seberapa pak,.. mohon kebijakannya pak. kita sama sama mencari makan" kataku sambil memohon. Tidak kuduga polisi tsb malah tersinggung. "sudah, tilang saja nggak mbok kasih uang aku sudah di gaji negara" kata polisi sambil langsung menulis surat tilang form merah. Dengan pertimbangan jarak dan waktu (karena kami dari luar kota), kami meminta untuk titip saja dengan nominal yang diminta polisi tadi. yakni Rp 50rb/mobil. Tetapi si Polisi sudah terlanjur tersinggung sekalipun sudaha saya jelaskan bahwa kami tidak bermaksud menyinggung dan meminta maaf jika perkataan kami membuatnya tersinggung. Dengan wajah marah si Polisi tadi pergi dengan menyita SIM saya. dan saya pun merasa dipaksa menerima surat tiang form merah yang artinya mengikuti pengadilan. Berarti pula harus ke sini (banjarnegara) lagi untuk sekedar mengambil SIM saya  dan STNK adik saya. Sesampai di rumah aku coba cari info tentang tilang-menilang. ternyata memang ada form biru, yang  jika kita mengakui kesalahan pelanggaran kita bisa langsung membayar denda via transfer ke BRI dan buktinya bisa di serahkan ke petugas yg menilang agar perkara tersebut dapat langsung selesai. Yang saya alami adalah petugas mengaku tidak ada form biru. disini adanya titip atau tilang form merah yang berarti kita harus menghadapi proses pengadilan. Jika kita titip, berarti kita menyuap, jika kita ikuti proses pengadilan berarti kita harus menyediakan waktu dan biaya lagi. lantas mengapa form biru tidak di sosialisasikan bahkan cenderung di tutupi???? padahal setiap pelanggar jika  ditawari mau ikut pengadilan atau langsung bayar denda di BRI? saya yakin pelanggar tidak keberatan langsung bayar di BRI  kok. Bahkan ini bisa sebagai media pembelajaran sekaligus kepada masyarakat. Sebagai sopir saya sampai nggondok dengan kejadian diatas. saya merasa dipersulit. padahal tiap tahun saya bayar pajak motor ke samsat yang berarti ke polisi. Aaaahhhh,... sampai kapan polisi-polisi itu seperti itu ya,... capek dehhhhhh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun