“Hmmm,” desah Mila. “Entahlah. Tapi aalau teman-temanmu yang sekarang sedang ada di sekolah membaca artikel itu, apa mereka akan mempercayainya?”
Yura melirik Mila cepat. “Mereka bukan teman-temanku,” kata Yura ketus.
“Oh ya? Lalu teman-temanmu yang mana? Dua orang yang memakai kostum Powerpuff Girls? Dan kau jadi Blossom?” Mila melirik pakaian Yura sambil menahan tawa.
Yura menatap Mila kesal. “Memangnya apa yang salah? Kami memang sahabat baik. Kami tidak akan terpisahkan sampai kapanpun. Seperti Powerpuff Girls.”
Mila mendengus tertawa. “Sampai kapanpun?”
Mila berjalan kembali ke kursinya dan duduk di depan Yura. “Hei, dengar ya, Bocah. Teman-temanmu itu, setelah kelulusan SMA, tidak akan pernah kau lihat lagi. Mereka akan menghilang tanpa kabar. Hingga setahun kemudian kau akan diberitahu oleh orang lain kalau mereka sudah masuk perguruan tinggi ternama.”
Yura mengernyitkan dahinya. “Apa maksudmu?”
“Temanmu Si Bubbles anak orang kaya, bukan? Tasnya bukan merek yang bisa dibeli oleh anak sekolah, bahkan oleh pegawai kontrak dengan gaji satu bulan sekalipun. Biaya sekolah kedokteran itu perkara mudah bagi orangtuanya. Dia juga terlihat cerdas.” Mila memandang Yura seolah mengintimidasi. “Saat kau tidak sadarkan diri, Si Buttercup sampai menelepon paman dan sepupunya yang menjadi jaksa di kota ini untuk meminta bantuan. Tidak sulit baginya untuk kuliah hukum dan mendapat pekerjaan setelah lulus. Dia punya koneksi yang bagus.”
Yura menggigit bibir. “Tapi mereka baik sekali padaku.”
Mila mengangkat bahu, “Aku tidak mengatakan mereka bukan orang baik. Aku hanya ingin bilang kalau mereka memiliki jalan yang berbeda denganmu.”
“Maksudnya?”