“Maaf, ini di mana?” tanya Yura lagi. Mila tidak menjawab. Dia berjalan menuju sofa tempat Yura berbaring dan duduk di kursi di samping sofa. “Anda siapa?” Yura seperti bertanya pada tiang listrik.
Mila menyilangkan kedua tangannya di dada. “Aku kenalan kakakmu. Junior di kampus. Kau sudah baikan?” tanya Mila datar. Yura mengangguk pelan walaupun badannya masih terasa lemas.
Hening sejenak. Mila memandang Yura dari kepala sampai kaki.
“Apa kau benar-benar perlu melakukan semua ini?” tanya Mila lagi.
Yura menoleh dan menatap bingung. “Apa saya melakukan kesalahan?”
Mila menyandarkan punggungnya ke kursi. “Tidak juga, hanya saja aku tidak merasa ini sesuatu yang benar. Kau jauh-jauh pergi ke ibukota hanya untuk melakukan toast dengan penyanyi kesukaanmu?” tanya Mila.
“Dia bukan hanya penyanyi. Dia sumber semangatku untuk hidup.”
Mila memutar bola matanya mendengar ucapan anak itu. Orang yang dibicarakan bukanlah penulis buku motivasi atau semacamnya.
“Lalu apa kau tidak akan pulang? Temanmu bilang setelah selesai acara ini kau dan teman-temanmu akan mengikuti mobil si ‘sumber semangat hidup’mu itu ke rumahnya. Mau apa kau? Mencurinya?”
Yura menggeleng. “Aku hanya ingin tahu dia tinggal di mana, rumahnya seperti apa, dia punya peliharaan atau tidak, bagaimana tingkah laku dia di rumah, kebiasaannya di rumah, pokoknya semua tentang dia. Walaupun hanya melihat dari luar, tapi itu sudah membuatku senang,” ujar Yura.
“Lalu, kalau kau sudah tahu semua tentang dia?” Mila menekankan pada tiga kata terakhir seperti mengejek.