“Huh! Bikin kesal saja!”
Mila menoleh ke arah sumber suara. Si Merah tampak bersungut-sungut.
“Kenapa?” tanya Si Tinggi.
“Adikku,” dengus Si Merah. “Dia ingin pergi ke Seoul. Ada acara tanda tangan penyanyi idolanya.”
“Lalu?” Si Kumis ikut nimbrung.
“Acaranya baru besok pagi. Tapi dia sudah pergi barusan. Katanya supaya dapat tempat. Entah dia tidur di mana nanti malam.” Si Merah tampak jengkel sekali.
Mila kembali menatap komputernya. Bukan sesuatu yang menarik untuk disimak.
“Remaja perempuan yang sudah jatuh cinta dengan artis sulit idolanya dikendalikan,” kata Si Kumis. “Sepupu perempuanku tidur di tenda selama 3 malam demi mendapat antrian awal saat menonton konser. Gila.”
“Temanku lebih parah lagi.” Si Tinggi tak mau kalah. “Setiap ada acara tv yang mengundang penyanyi idolanya, dia pasti datang sebagai penonton. Tidak peduli kapan atau bahkan harus bayar tiket mahal pun dia tidak pernah lewatkan. Sampai bolos masuk sekolah sekalipun dia lakukan.”
“Tapi,” Si Kelinci mulai bersuara. “Setiap remaja perempuan pasti pernah punya selebriti idola, dan selalu ingin melihatnya kapanpun ada kesempatan. Aku juga pernah seperti itu. Karena saat SMA terlalu banyak waktu luang. saat masuk kuliah pasti langsung berhenti karena sibuk dan tidak punya waktu.”
Si Merah menggeleng-geleng. “Saat SMA aku tidak separah ini. Apa ini hukuman bagiku karena kehidupanku di masa lalu? Argh!”