“Hei!” Profesor menepiskan tangan Si Merah. Gadis itu menggigit bibirnya yang semerah rambut sebahunya.
“Sepertinya enak, Prof..” ujarnya sambil nyengir kuda.
“Tentu saja.” Profesor memasukkan kotak waffle ke dalam goodie bag. “Seenak kalian minum-minum tadi malam, kan?”
Si Merah ternganga. Habis sudah. Mila mengernyit bingung. Setahu dia, empat seniornya seharusnya mengerjakan penelitian mereka untuk laporan berkala. Dan kalau tidak salah, deadline-nya hari Senin. Kecuali...
“Kami begitu lelah, Prof. Sudah tiga hari tidak tidur. Kami hanya minum segelaaaas saja, tapi entah kenapa kami...” Si Merah melirik yang lain. “Tertidur...”
“Sudah, sudah. Deadline tidak akan kumundurkan. Apa kalian bisa mengerjakan satu hal saja dengan becus, hah?!” Suaranya menggelegar. Empat orang di depannya terkesiap. Mila juga.
“Kau sudah kalah taruhan. Jadi selesaikan saja, oke?” Profesor bangkit dari kursinya. “Ah, Mila. Karena kau yang paling muda, setidaknya bantu sedikit seniormu. Ya?”
“Tapi, Prof..” bukan Mila yang sedang memohon. Sudah pasti Si Merah.
Professor tidak mengatakan apa-apa. Matanya melotot. Si Merah mengkerut seperti tikus terpojok. Profesor menyentil dahi Si Merah. “Minggir.”
Profesor melenggang menyebrang ruangan. Membuka pintu, dan.. blam!
“Ayo bubar, bubar,” ujar SI Kumis.