Mohon tunggu...
Rizqy Suryasani
Rizqy Suryasani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi FIS UNJ

...

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memaknai Kultur Musik Virtual Singer dan Vocaloid dalam Sudut Pandang Budaya Populer

9 Juni 2024   20:05 Diperbarui: 9 Juni 2024   20:18 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Offical Hatsune Miku Illustration by Kei

Musik adalah seni yang memiliki kekuatan untuk menceritakan kisah dan menyampaikan pesan kepada pendengarnya. Sebagai bagian dari seni yang merupakan bagian dari budaya, musik memainkan peran penting dalam perkembangan kehidupan masyarakat. Berbagai genre musik telah menjadi representasi yang kuat dari budaya di masyarakat, mencerminkan nilai-nilai, cerita, dan identitas suatu kelompok atau komunitas. 

Dengan melibatkan elemen-elemen seperti melodi, lirik, dan aransemen musik, karya-karya musik dapat menjadi cerminan dari keberagaman budaya yang ada di dunia ini. Melalui musik, manusia dapat merayakan keberagaman budaya dan merajut hubungan antar individu serta komunitas dalam sebuah wadah ekspresi yang universal. 

Perkembangan musik ini juga didorong oleh perkembangan teknologi, penggunaan teknologi dan komputer memiliki peran signifikan dalam eksistensi musik. melalui pengenalan synthesizer dan perangkat kontrol MIDI pada tahun 1980-an, mikrofon baru, dan kemudian melalui pengembangan komputer, lahir perangkat lunak digital untuk membantu musik seperti FL Studio. 

Dengan demikian, musisi, sebagai seniman yang serupa dengan pelukis, secara konstan diberikan warna dan tekstur baru dalam palet mereka, melalui dimensi dan karakteristik kanvas mereka dapat diubah dan dibentuk kembali sesuka hati. 

Peran ahli teknologi dan produser musik di masa perubahan ini bisa dibilang menjadi lebih penting dari sebelumnya, di mana para insinyur dan produser dapat mengembangkan teknik mereka dalam merekam dan memanipulasi suara untuk mengembangkan ciri khas dan gaya mereka sendiri (Pinch, 2004). 

Antusiasme untuk menggunakan mesin dan program untuk membuat dan memanipulasi suara telah dilirik oleh perusahaan Yamaha. Sebagai langkah untuk memperluas kemungkinan kreativitas dalam industri musik, dan memberikan kesempatan bagi para pencipta musik untuk bereksperimen dengan suara vokal yang berbeda dan menciptakan karya-karya yang unik. Yamaha, dengan cabang perusahaan mereka yang bernama Crypton Future Media Inc. menciptakan Vocaloid sebagai bagian dari upaya untuk mengembangkan teknologi sintesis vokal komersial. 

Vocaloid adalah perangkat lunak sintesis vokal komersial yang dikembangkan oleh Yamaha. Ini memungkinkan pengguna untuk membuat vokal untuk lagu dengan menggunakan teknologi konkatenasi diphone. Vocaloid memiliki tiga blok utama: Editor Skor, Database Penyanyi, dan Mesin Sintesis. 

Pengguna dapat memasukkan lirik dan nada ke dalam Editor Skor, sementara Database Penyanyi berisi diphone dan vokal berkelanjutan dari seorang penyanyi manusia. Mesin Sintesis menerima input dari Editor dan memilih segmen yang diperlukan dari Database Penyanyi untuk disatukan (Kenmochi 2020). 

Melihat bagaimana musik Vocaloid yang layaknya hanyalah sebuah alat musik dapat menciptakan suatu budaya populer, dimulai dari bagaimana mereka bergeser tujuan dan mulai fokus merancang untuk menarik para penggemar anime. Hal ini tercapai ketika Vocaloid berhasil mencapai popularitas yang signifikan setelah perilisan Hatsune Miku pada tahun 2007 oleh Crypton Future Media Inc. 

Dengan Karakter ini memiliki penampilan anime perempuan dengan rambut hijau twintail panjang dan sering kali digambarkan mengenakan pakaian futuristik, fenomena ini melahirkan konsep Virtual Singer atau penyanyi virtual. Hatsune Miku menjadi salah satu Vocaloid paling terkenal dan sukses, dengan penjualan lebih dari 50.000 unit sejak perilisannya. 

Pada hakikatnya, Hatsune Miku tidak lebih dari sekedar voicebank atau bank suara, sekaligus avatar dari sebuah perangkat lunak untuk menciptakan musik. Hanya kebetulan memiliki penampilan gadis 16 tahun berambut twintail tersebut sebagai penyanyi dari musik yang diciptakan melalui perangkat lunak tersebut, Yang meskipun pada kenyataannya suara yang diberikan adalah olahan dari voicebank yang diciptakan oleh pengisi suara bernama Saki Fujita. Kesan bahwa Hatsune Miku sebagai penyanyi telah melekat lebih dalam di telinga penikmat musik vocaloid, dan karena hal tersebut lah Vocaloid dan Hatsune Miku dapat berkembang sebagai Budaya Populer. 

Popularitas vocaloid yang signifikan juga sebagian besar dapat dikaitkan dengan  kebangkitan budaya otaku atau dikenal pada masa sekarang sebagai wibu (Nakamori 1983). sebuah istilah yang menggambarkan individu yang kesulitan dalam interaksi sosial dan memiliki kecintaan terhadap anime dan segala sesuatu tentangnya. vocaloid sangat cocok untuk para otaku, karena virtualisasinya berarti mereka dapat bernyanyi dan dipuja selamanya layaknya idol. 

Melihat dari segi musik. Berdasarkan tulisan Royce Shuker, ada beberapa faktor yang membuat musik populer menjadi begitu penting dalam era budaya populer. Meliputi perkembangan teknologi yang memungkinkan distribusi musik secara lebih luas, peran musik dalam membentuk identitas individu dan kelompok, serta kemampuan musik populer untuk mencerminkan dan merespons isu-isu sosial, politik, dan budaya yang relevan pada saat itu, sekaligus menciptakan ikatan emosional antara musisi dan pendengarnya dalam menciptakan ruang bagi ekspresi kreatif dan inovasi dalam industri musik (Shucker, 2006). Berikutnya kita bisa melihat bagaimana faktor tersebut direpresentasikan melalui musik yang diciptakan oleh produser-produser vocaloid tersebut layaknya kanvas kosong yang siap dilukis oleh para pelukis, yang dalam konteks ini adalah produser atau komposer, sesuai dengan seni, dalam hal ini musik, yang mereka ingin bawakan.

Kebebasan representasi cerita telah terlihat ketika producer bermain dengan eksistensi Hatsune Miku dan Virtual Singer lainnya. beberapa producer menggambarkan Hatsune Miku dalam pandangan seorang gadis muda dalam subkultur Kawaii, Seperti Lagu World is Mine, karya ryo yang berkisah tentang gadis manja yang percaya bahwa dirinya adalah seorang "putri" yang menjadi pusat perhatian dunia, dan merinci perjuangannya saat jatuh cinta pada seorang anak laki-laki yang dingin. Menggunakan Hatsune Miku sebagai representasi gadis manja tersebut. 

Lagu ini berhasil menjadi salah satu lagu vocaloid paling populer dan memberikan suatu bayangan dari sifat seorang Hatsune Miku. Terdapat juga lagu seperti Rolling Girl karya wowaka. Berbeda dengan World is Mine, lagu ini menceritakan seorang gadis dengan mimpi yang jauh dan sejarah "kegagalan" yang terus menerus terjadi, memutuskan untuk "berguling", meskipun tujuannya masih terlalu jauh dan ia lebih memilih untuk "berhenti bernapas". 

Rollin girl bukanlah satu-satunya lagu yang mengangkat topik serius, terdapat lagu lain seperti Melt karya iroha, menggambarkan gadis yang melompat menuju reaktor nuklir, mengakhiri hidupnya. Kedua lagu tersebut telah memberikan cara baru untuk menikmati musik Vocaloid, dengan memahami cerita yang diciptakan melalui aransemen dan lirik, memberikan lapisan makna tersendiri dari setiap lagu yang dibawakan dan ikatan emosional antara musisi dan pendengarnya. 

Terkenalnya lagu-lagu Vocaloid tersebut juga mendorong terkenalnya Hatsune Miku dan sendiri, popularitas Hatsune Miku telah meroket selayaknya penyanyi papan atas, bersanding pada level pop star seperti Justin Bieber dan Katy Perry. Hatsune Miku menjadi layaknya seorang Diva, dan berkat perkembangan teknologi. Hatsune Miku dan Virtual singer lainnya dapat melakukan konser sendiri yang biasa disebut virtual concert atau konser virtual. Melalui pertunjukan musik langsung yang berlangsung dalam lingkungan digital atau online, di mana Hatsune Miku dapat tampil secara langsung dalam konser virtual layaknya penyanyi pada umumnya melalui penggunaan teknologi canggih seperti hologram dan augmented reality (Anderson 2023). 

Sebagai karakter virtual dengan avatar 3D yang dirancang secara detail, Hatsune Miku dapat diproyeksikan ke panggung atau layar besar menggunakan teknologi hologram, menciptakan ilusi kehadiran fisik yang menarik bagi penonton. Dengan bantuan motion capture, gerakan dan ekspresi Hatsune Miku dapat disinkronkan dengan musik secara real-time, memberikan penampilan yang dinamis dan interaktif. Konser virtual juga dapat dirancang untuk memungkinkan interaksi antara Hatsune Miku dan penonton, sehingga menciptakan pengalaman konser yang mendekati kehadiran penyanyi sungguhan. 

Vocaloid telah menjadi sebuah fenomena yang menggabungkan musik dan budaya dalam sebuah entitas yang unik. Awalnya hanya sebagai perangkat lunak sintesis vokal, Vocaloid kini telah berkembang menjadi sebuah budaya dengan peminat setia yang luas. Karakter-karakter Virtual Singer seperti Hatsune Miku, Megurine Luka, Kagamine Len, Kagamine Rin, KAITO, MEIKO, dan lainnya telah menjadi ikon yang digemari oleh masyarakat, menciptakan sebuah kultur dari Virtual Singer dalam budaya populer. 

Para producer Vocaloid memiliki kebebasan untuk menciptakan karya-karya yang merepresentasikan karakter-karakter ini, sementara pendengar juga turut terlibat dalam memperkuat kultur ini melalui pengaruh dan popularitas yang mereka sebarkan melalui berbagai platform media sosial dan komunitas online. Dengan demikian, Vocaloid tidak hanya menjadi alat untuk menciptakan musik, tetapi juga simbol dari kreativitas, kolaborasi, dan kebebasan berekspresi dalam budaya populer kontemporer.

Daftar Pustaka

Alt, M. (2020). Pure invention: How Japan's pop culture conquered the world. Random House Audio.

Anderson, N. (2021). Hatsune Miku, virtual idols,  and transforming the Popular Music experience. MUSIC.OLOGY.ECA. https://doi.org/10.2218/music.2021.6478

Britannica, T. Editors of Encyclopaedia (2024, May 24). popular music. Encyclopedia Britannica. https://www.britannica.com/art/popular-music

Cunningham, S., Nicholls, S., & Owens, S. (2017). The development of new technology in Creative Music Applications. Art, Design and Technology: Collaboration and Implementation, 57--66. https://doi.org/10.1007/978-3-319-58121-7_7

Freedman, A. (2023). Introducing Japanese Popular Culture. Routledge.

 Kenmochi, H. (2010) VOCALOID and Hatsune Miku phenomenon in Japan. Proc. First Interdisciplinary Workshop on Singing Voice (InterSinging 2010), 1-4

Negus, K. (2001). Producing pop: Culture and conflict in the popular music industry. Arnold.

Rojek, C. (2011). Pop music, pop culture. Polity Press.

Shuker, R. (2016). Understanding popular music culture. Routledge.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun