Zaman peralihan merupakan sebuah pergantian dari suatu zaman ke zaman yang lain atau dari era ke era yang lain. Seperti, sekarang yang sedang terjadi pada saat ini dimana manusia sedang memasuki era teknologi yang lebih canggih atau biasa dikenal dengan Society 5.0. Di Indonesia sendiri, beberapa kali terjadi yang namanya peralihan era. Sejak kemerdekaan sendiri Indonesia sudah mengalami tiga kali pergantian era. Pergantian yang pertama kali ini terjadi pada 1966-1968.
Dalam sejarah Indonesia, berbagai gejolak politik dan perubahan peta politik kerap kali terjadi. Perubahan peta politik Indonesia sendiri pertama kali terjadi pada tahun 1966, pasca terjadinya G30S di tahun 1965. Selain itu, peralihan era ini ditandai juga dengan beberapa perubahan sosial serta ekonomi. Perubahan ekonomi yang terjadi pada saat itu sangatlah besar, hal ini dikarenakan Indonesia saat itu mengalami Inflasi sebesar 600%. Inflasi yang terjadi di Indonesia ini terjadi semenjak 1963, hal tersebut dikarenakan sistem ekonomi pada saat itu terbilang lebih mengutamakan pembangunan proyek yang bertujuan politik bukan pembangunan yang bertujuan ekonomi.
Hyper inflasi yang terjadi pada saat itu menimbulkan perubahan sosial yang drastis, mulai dari kemiskinan yang merajalela hingga kelaparan. Namun, dengan terjadinya inflasi tersebut pihak pemerintah pada saat itu terbilang tidak acuh. Hal ini dikarenakan para pejabat pada saat itu masih mampu melakukan foya-foya disaat masyarakat mengalami kelaparan. Seperti apa yang ditulis oleh Gie dalam catatan hariannya, ia mengatakan bahwa “Siang tadi aku bertemu dengan seseorang tengah memakan kulit mangga, dua kilometer dari sini ‘Paduka’ kita mungkin sedang tertawa dan makan-makan dengan istri-istrinya yang cantik”.
Selain itu, sebuah peristiwa pemberontakan juga terjadi pada tahun 1965. Pemberontakan yang kerap kali dikaitkan dengan PKI ini terjadi pada dini 30 September atau tepatnya pada pagi hari 1 Oktober. Peristiwa tersebut dikenal sebagai G30S atau Gestapu, peristiwa ini menimbulkan korban jiwa sebanyak 7 orang dari kalangan perwira tinggi militer angkatan darat. Selain menimbulkan korban, peristiwa ini juga menimbulkan reaksi masyarakat pada saat itu. Salah satunya ialah demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh para masyarakat dan mahasiswa UI.
Setelah terjadinya G30S, masyarakat mulai kehilangan kepercayaan atas kepempipinan Presiden Sukarno. Pasca terjadi demonstrasi besar-besaran Sukarno pun memberi mandat kepada Letjen Suharto, mandat ini berisi untuk dapat mengamankan situasi pada saat itu yang sedang chaos. Mandat tersebut dikenal sebagai supersemar, supersemar inilah cikal bakal puncak terjadinya pergantian era dari Orde Lama menuju Orde Baru.
Supersemar atau Surat 11 Maret ini keluar pada tahun 1966, setelah terbitnya surat tersebut Letjen Suharto melakukan penangkapan kepada loyalis-loyalis Sukarno terutama yang berada dalam kementerian. Sebelum melakukan penangkapan Suharto juga mengeluarkan sebuah ketetapan MPRS Nomor XXV/1966. Kemudian, pada 16 Maret 1966 ia mengajukan daftar nama-nama pejabat tinggi yang diduga pro-komunis namun nyatanya mereka para loyalisnya Sukarno.
Setelah peristiwa penangkapan 15 menteri tersebut, Sukarno pada akhirnya harus merelakan jabatannya sebagai Presiden. Sukarno menyerahkan jabatannya kepada Suharto pada 22 Februari 1967. Penyerahan ini tertuang dalam pengumuman Presiden Mandataris MPRS, Panglima Tertinggi ABRI 20 Februari 1967, pengumuman ini didasarkan atas Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966 yang menyatakan apabila presiden berhalangan maka pemegang Surat Perintah 11 Maret berfungsi sebagai pemegang jabatan presiden.
Pada 4 Maret Jendral Suharto memberikan keterangan di hadapan DPHR mengenai terjadinya penyerahan kekuasaan. Namun, pemerintah tetap berpendirian bahwa sidang MPRS perlu dilakukan supaya penyerahan kekuasaan tetap terlaksana secara konstitusional. Maka, pada 7-12 Maret 1967 diadakanlah sidang istimewa MPRS di Jakarta yang pada akhirnya Suharto diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia. Dan ini menjadi sebuah pergantian dari era Orde Lama ke Orde Baru yang dipimpin oleh Suharto.
Daftar Sumber :
Adryamarthanio, A. (2022). Sejarah Inflasi Indonesia. Diakses pada 28 Februari 2023, dari https://www.kompas.com/stori/read/2022/09/07/160000579/sejarah-inflasi-di-indonesia?page=all#:~:text=Indonesia%20mengalami%20inflasi%20tertinggi%20pada,mencapai%20lebih%20dari%20600%20persen.
Adryamarthanio, A (2022). Ketika Soeharto Menangkap 15 Menteri Loyalis Soekarno. Diakses pada 29 Februari 2023, dari https://www.kompas.com/stori/read/2022/07/27/100000479/ketika-soeharto-menangkap-15-menteri-loyalis-soekarno-?page=all.
Gie, Soe Hok. (2015). Soe Hok Gie : Catatan Seorang Demonstran. Jakarta: LP3ES
Ricklefs, M.C. (2001). A History of Modern Indonesia Since c. 1200 (4th Edition). Palgrave Macmillan.
Santoso, A & Stanley. (2017). Soe Hok Gie : Zaman Peralihan. Yogyakarta: Penerbit Labirin dan MataBangsa
Said, S.H. GESTAPU 65: PKI, Aidit, Sukarno dan Soeharto. (Bandung: Mizan, 2018).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H