Mohon tunggu...
rizqy m farhan
rizqy m farhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hanya menjadi provokator dan kritik kepada diri sendiri, karena kita semua pada dasarnya adalah monster

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengaruh Seni Musik Terhadap Gerakan Sosial & Budaya

23 April 2022   21:50 Diperbarui: 23 April 2022   22:04 3223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pengaruh Seni Musik Terhadap Gerakan Sosial & Budaya

        Musik merupakan suatu representasi seni yang didominasi oleh bunyi. Selain bunyi, syair atau lirik lagu juga turut memperindah nuansa harmoni dalam musik yang berfungsi untuk mengekspresikan kesedihan, kesenangan, kegundahan bahkan kemarahan. Maka tak jarang musik digunakan sebagai media untuk menyuarakan ketertindasan, ketidakadilan, perdamaian, hak-hak sipil dan protes sosial yang lainnya.

          Jika kita melihat jauh ke belakang pada abad ke 19, ada sebuah genre musik yang bernama Blues. Blues sendiri lahir dari para budak dan petani kapas keturunan Afrika-Amerika di Missisippi, pada waktu itu musik blues berbentuk nyanyian sebagai bentuk ekspresi kesedihan dan rasa frustasi dari budak Afrika yang tertindas. Tak dapat dipungkiri, musik blues juga menjadi “bapak” dari banyaknya aliran musik yang berkembang, seperti Jazz, Country dan menjadi cikal bakal lahirnya musik Rock n Roll.

          Munculnya aliran musik Rock n Roll membawa perubahan terhadap stigma perbedaan ras di Amerika yang saat itu sangat melekat dan terbagi menjadi dua, pada dekade 1920-an dan 1930-an masyarakat kulit putih Amerika mayoritas menggemari pemusik kulit putih yang memainkan musik R&B. Tetapi hanya sedikit pemusik R&B kulit hitam yang digemari oleh masyarakat. Namun pada tahun 1951, Alan Freed seorang DJ dari Cleveland, Ohio, mulai memutar jenis musik yang kira-kira bisa disukai oleh pendengar dari berbagai kalangan jenis dan ras.

Pada 21 Maret 1952, Alan Freed menggelar sebuah konser rock and roll untuk pertama kali di Cleveland yang bertajuk “The Moondog Coronation Ball”. Tanpa disangka, konser itu menuai kesuksesan besar dan dihadiri oleh ribuan penonton tanpa mengenal perbedaan warna kulit. Konser ini yang kemudian membuka mata industri rekaman akan adanya minat orang-orang kulit putih terhadap musik kulit hitam, rintangan ras dan prasangka yang masih kuat di Amerika Serikat tak mampu membendung kekuatan ekonomi pasar dan ini menghapus stigma pandangan terhadap perbedaan ras di Amerika Serikat.

Invasi Britania

        Beralih ke Inggris, kepopuleran musik skiffle membuat John Lennon dan Paul McCartney membentuk sebuah grup musik beraliran skiffle bernama The Quarrymen. Skiffle adalah sejenis musik folk yang dipengaruhi oleh jazz dan blues, The Quarrymen inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya The Beatles/Beatlemania.

Beatlemania meletuskan gerakan anti-kemapanan oleh kaum muda di negara-negara Barat sebagaian di negara Asia/Amerika Latin. Sejumlah kampus di AS, Inggris dan beberapa negara Eropa Barat dilanda demonstrasi anti kekerasan, khususnya Perang Vietnam, nyaris sepanjang dekade 1960-an.

The Beatles pada awalnya tak lebih dari sekedar band yang terdiri dari para remaja kelas buruh yang menjadikan musik mereka sebagai hobi. Namun dalam periode tahun 1962-1970 The Beatles berubah menjadi institusi kultural dan politik. Secara perlahan-lahan, gaya potongan rambut, pakaian, ataupun gaya hidup sehari-hari mereka ditiru oleh masyarakat. Lalu generasi muda juga kerap menyembah aktivitas sosial para personel The Beatles terutama Lennon dan Harrison, ucapan-ucapan ataupun pernyataan mereka pun kerap kali dijadikan mantra politik dengan muatan ideologi seperti “Make Love Not War”  dan “Give Peace A Chance” yang masih sering terdengar hingga sekarang.

Punk Sebagai Simbol Perlawanan

Selain genre-genre seperti blues dan rock yang telah populer menjadi pengaruh budaya, sosial dan politik di dunia. Di musik underground sendiri terdapat genre ataupun sub-culture yang membawa perubahan terhadap budaya, sosial dan sudut pandang politik, yaitu punk.

Punk sendiri lahir di London pada tahun 1970-an yang dibentuk atau diprakarsai oleh remaja-remaja yang berprofesi sebagai buruh sebagai bentuk protes terhadap kemapanan. Di Inggris pada masa tersebut gampang sekali membedakan orang dari penampilannya. Seperti kelas pekerja, menengah dan bangsawan memiliki bahan dan model pakaian yang berbeda secara signifikan.

          Punk pun kerap kali disalah diartikan oleh pandangan masyarakat, mereka menganggap bahwa punk adalah kultur yang mempromosikan kekerasan dan kebebasan yang terlalu frontal. Seperti di Indonesia sering kali kita temukan bahwa pemikiran masyarakat Indonesia terhadap punk ialah yang sering kali mengamen di jalanan atau lampu merah dengan pakaian yang urakan, padahal sejatinya punk itu ialah ideologi yang mengusung terhadap kebebasan.

Pengaruh Musik Terhadap Gerakan Sosial Di Indonesia

          Di Indonesia sendiri musik juga turut ambil bagian di dalam sejarah negara. Di era Orde Lama musik berhasil mencuri perhatian pemerintah untuk bersikap, mengeluarkan aturan dan kebijakan karenanya. Seperti yang kita tahu pada masa Orde Lama musik dan budaya-budaya barat  dilarang oleh Bung Karno yang bisa kita lihat dari kebijakan Manipol yang berisikan Tri Program dimana berdampak pada larangan musik-musik barat, seperti Elvis Presley dan The Beatles.

Orde Lama akhirnya menutup pintu masuk tren budaya dari barat yang membuat anak muda menjadi gelisah dan resah saat itu karena sesuatu yang mereka nilai mewakili hasratnya dilarang oleh pemerintahnya. Demam rock n roll yang memuncak kala itu membuat anak muda saat itu gundah, peraturan pemerintah yang mengekang tetapi hasrat rock n roll mereka tak terbantahkan. Hingga suatu momen tak terlupakan di sebuah pesta seorang perwira pada 29 Juni 1965, Koes Bersaudara dan Dara Puspita berbagi panggung membawakan beberapa lagu The Beatles yang berujung penangkapan terhadap Koes Bersaudara dan Dara Puspita, Koes Bersaudara masuk ke BUI sedangkan Dara Puspita hanya terkena wajib lapor.

          Setelah melewati masa tahanannya, Koes pun merilis album To the So Called “The Guilties” pada tahun 1967. Dimana terdapat sebuah 3 lagu perlawanan didalamnya, seperti “To the So Called The Guilties”, “Di dalam Bui”, dan “Poor Clown”. Untuk Dara Puspita sendiri yang saat itu terkena wajib lapor dalam setiap kedatangannya, mereka diharuskan menghibur para aparat dengan menyuguhkan beberapa lagu dan ternyata aparat tidak menyadari dan tidak mengerti kalau Dara Puspita menyematkan lagu-lagu The Rolling Stones ke dalam repertoirenya. Oleh karena peristiwa tersebutlah tonggak sejarah perlawanan lewat musik di Indonesia dimulai.

          Setelah runtuhnya Orde Lama dan berdirinya Orde Baru. Kehadiran Orde Baru menjadi harapan yang ditunggu oleh generasi muda saat itu sebab arus informasi deras meluncur ke Indonesia dan pemerintah juga menggunakan musik barat sebagai propaganda kepada rakyatnya. Hal ini akhirnya mulai menghadirkan pertanyaan yang kemudian berubah menjadi perlawanan.

          Pada era 90-an ada nama-nama seperti Iwan Fals dan Kantata Takwa sebagai contoh, mereka mengusung musik perlawanan yang mampu membawa massa dalam jumlah yang begitu besar, melalui jenis musik yang sangat sekali dekat dengan rakyat. Hingga pada akhir runtuhnya Orde Baru, musik selalu mengiringi aksi demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat yang menginginkan pergantian rezim pemerintahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun