Mohon tunggu...
Rizqy Ramadhan
Rizqy Ramadhan Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang yang sedang merajut takdir dan tak lelah merayu Tuhan.

Engkau tidak akan menemukan diriku pada diri siapapun!

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Jalinan Kasih: Hubungan antara Orangtua dan Anak dalam Membentuk Pola Asuh

11 Agustus 2024   20:56 Diperbarui: 11 Agustus 2024   20:58 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan kehidupan seorang anak melalui proses pengasuhan dari orang tua dan orang di sekitarnya. Pola asuh seorang anak sangat berpengaruh dalam perkembangan kepribadian dan perilakunya. Pola asuh memiliki berbagai macam cara, diantaranya: otoriter, demokratis, permisif dan overprotektif. Yang dimaksud dengan pola asuh otoriter adalah pola asuh yang memiliki karakteristik dimana orang tua merancang semua ketetapan dan sang anak wajib mematuhinya. Pola asuh yang nomor dua yaitu pola asuh demokratis, yang mana biasanya orang tua memberi kebebasan untuk anaknya melakukan sesuatu, namun masih dibatasi dan diperhatikan oleh orang tuanya. Lanjut pola asuh yang nomor tiga, yaitu pola asih permisif yang mana orang tua sama sekali tidak pernah berperan dalam proses kehidupan anaknya. Pola asuh yang terakhir yaitu pola asuh overprotektif, yaitu orang tua biasanya memperlakukan anak-anak mereka secara berlebihan, terlalu mengawasi anak, selalu ikut campur dalam memecahkan persoalan anak.

Masing-masing dari pola asuh di atas memiliki kelebihan dan kekurangan. Pola asuh otoriter, meskipun terkesan kaku, dapat membentuk anak menjadi individu yang disiplin dan bertanggung jawab. Namun, di sisi lain, gaya pengasuhan ini juga berpotensi menghambat perkembangan kemampuan kepemimpinan dan kepercayaan diri anak. Di balik kedisiplinan yang tegas, tertanam biji-biji tanggung jawab yang kokoh. Aturan yang jelas menjadi kompas yang menuntun langkah, agar tidak tersesat dalam lautan pilihan. Bimbingan yang erat bagaikan pelita yang menerangi jalan, memberikan arah yang pasti. Dengan pola asuh yang otoriter, anak belajar menghargai waktu dan disiplin diri. Kebiasaan yang baik tertanam sedari dini, menjadi pondasi kuat untuk masa depan. Kemampuan untuk mengikuti aturan menjadi bekal berharga dalam berinteraksi dengan masyarakat. Seperti pohon yang dipangkas, agar tumbuh lurus dan kuat, demikian pula anak yang diasuh dengan disiplin. Batasan yang jelas memberikan rasa aman dan kepastian, sehingga anak dapat tumbuh dengan percaya diri. Kemampuan untuk menghadapi tantangan pun terlatih, mempersiapkan mereka untuk menghadapi kerasnya dunia. Namun, ingatlah, segala sesuatu yang berlebihan tidaklah baik. Kasih sayang dan kehangatan tetap menjadi kunci utama dalam membesarkan anak. Disiplin yang kaku tanpa disertai pengertian dapat membuat anak merasa terkekang dan kehilangan semangat. Jadi, dalam pola asuh otoriter, terdapat potensi untuk membentuk individu yang disiplin, bertanggung jawab, dan mandiri. Namun, hal ini harus diimbangi dengan kasih sayang dan pemahaman yang mendalam terhadap kebutuhan anak.

Di balik dinding aturan yang kokoh, terkurunglah sejuta mimpi anak. Kebebasan berekspresi bagaikan kupu-kupu yang dipenjara, tak bisa mengepakkan sayapnya dengan leluasa. Biji-biji kreativitas pun layu, tak mendapat sinar mentari kebebasan untuk tumbuh subur. Hati kecil yang seharusnya riang gembira, kini terbelenggu oleh rasa takut dan khawatir. Suara hati yang ingin bersuara, terbungkam oleh keharusan tunduk pada perintah. Kepercayaan diri pun kian menipis, bagaikan lilin yang perlahan padam dalam gelap. Hubungan antara orang tua dan anak menjadi layaknya tali yang tegang, siap putus kapan saja. Kehangatan kasih sayang seakan membeku, tergantikan oleh ketakutan dan jarak. Mimpi untuk saling memahami pun sirna, terkubur dalam jurang kesalahpahaman. Dalam taman kehidupan, anak-anak seharusnya bebas berlari, bermain, dan belajar. Namun, dalam pola asuh otoriter, mereka dipaksa berjalan di atas rel yang sudah ditentukan. Potensi yang sejatinya luar biasa, terkekang dan tak bisa berkembang maksimal. Ingatlah, setiap anak adalah individu unik dengan bakat dan minat yang berbeda. Mari ciptakan lingkungan yang penuh kasih sayang dan pengertian, agar mereka bisa tumbuh menjadi pribadi yang utuh, bahagia, dan siap menghadapi tantangan hidup.

Dengan kata lain, pola asuh otoriter, meski tampak kokoh, justru dapat membatasi pertumbuhan jiwa anak. Mereka membutuhkan ruang untuk bernapas, untuk belajar, dan untuk menemukan jati diri mereka.

Pola asuh demokratis selanjutnya, Pola Asuh Demokratis: Taman Bunga yang Merangkai Kebebasan. Pola asuh demokratis bagaikan taman bunga yang indah. Di sini, anak-anak bebas berlari, bermain, dan mengeksplorasi potensi yang terpendam. Orang tua menjadi tukang kebun yang sabar, membimbing pertumbuhan tanpa memaksakan kehendak. Dalam taman asuhan yang demokratis, anak-anak tumbuh bagai bunga-bunga yang bebas mekar. Di bawah sinar kasih sayang dan bimbingan, mereka menjelajahi dunia dengan rasa ingin tahu yang tak terbatas.Bunga kreativitas bermekaran: Imajinasi anak-anak bebas mengembara, melahirkan ide-ide segar yang memukau. Mereka seperti pelukis kecil yang melukis dunia dengan warna-warni impian. Akar kepercayaan diri mencengkeram kuat: Dengan diberi kesempatan untuk mengambil keputusan, anak-anak merasa dihargai dan percaya pada kemampuan diri. Mereka bagaikan pohon kokoh yang siap menghadapi badai kehidupan. Batang persahabatan menjalin erat: Komunikasi terbuka antara orang tua dan anak membangun ikatan yang kuat, seperti tali kasih yang tak terputus. Buah kebijaksanaan semakin ranum: Anak-anak diajarkan untuk berpikir kritis dan memecahkan masalah. Mereka seperti penjelajah yang terus mencari pengetahuan dan kebenaran.

Pola asuh yang selanjutnya yaitu pola asuh permisif, Pola asuh permisif bagaikan perahu layar tanpa kemudi. Meskipun menawarkan kebebasan yang tak terbatas, namun juga menyimpan risiko tersesat di tengah lautan. Anak-anak membutuhkan bimbingan dan batasan agar dapat tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab.

Jadi, kesimpulannya, pola asuh permisif memberikan kebebasan yang luas kepada anak, namun tanpa batasan yang jelas. Hal ini bisa berdampak positif pada kreativitas dan kepercayaan diri anak, namun juga berisiko membuat anak menjadi kurang disiplin dan sulit diatur.

Dalam pola asuh permisif, anak-anak diibaratkan seperti kapal layar yang bebas berlayar di lautan lepas. Tanpa belenggu aturan yang terlalu ketat, mereka memiliki kebebasan untuk mengeksplorasi segala kemungkinan. Sayap Imajinasi Membentang Luas: Anak-anak tumbuh dengan imajinasi yang bebas mengembara. Mereka seperti burung yang bebas terbang tinggi, melukis langit dengan warna-warni mimpi. Jantung Percaya Diri Berdetak Kencang: Dengan dukungan tanpa syarat, anak-anak merasa dihargai dan percaya pada kemampuan diri. Mereka bagaikan bunga yang mekar dengan indah di bawah sinar matahari. Jiwa Kreatif Mengalir Bebas: Tanpa batasan, anak-anak bebas bereksperimen dan menciptakan hal-hal baru. Mereka seperti pencipta yang terus menggali potensi diri. Kelebihan dari pola asih ini adalah keterampilan sosial yang memukau: Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang penuh kasih sayang cenderung memiliki kemampuan sosial yang baik. Mereka mudah bergaul dan menjalin hubungan dengan orang lain. Keingintahuan yang Tak Terbendung: Kebebasan untuk mengeksplorasi membuat anak-anak selalu haus akan pengetahuan. Mereka seperti penjelajah yang tak pernah berhenti mencari hal-hal baru.

Meskipun memiliki kelebihan, pola asuh permisif juga memiliki kekurangan yang perlu diperhatikan. Terlalu banyak kebebasan tanpa arahan yang jelas dapat membuat anak-anak merasa bingung dan kesulitan mengambil keputusan.

Yang terkahir yaitu pola asuh overprotektif, Pola asuh overprotektif bagaikan sangkar emas yang indah namun mengurung. Orang tua, dalam upaya melindungi anak dari segala bahaya, justru membatasi ruang gerak dan kebebasan anak.

Bayangkan Anak-anak seperti kupu-kupu, Mereka memiliki sayap yang indah untuk terbang tinggi, namun sayapnya dipotong agar tidak jauh dari sangkar. Orang tua seperti burung induk, Mereka melindungi anak dengan segenap hati, namun terlalu takut untuk melepaskan anak dari sarang. Pola asuh overprotektif, meskipun dilandasi oleh kasih sayang, justru dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak-anak membutuhkan kebebasan untuk belajar, membuat kesalahan, dan tumbuh menjadi individu yang mandiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun