Mohon tunggu...
Rizqotun Wasiah
Rizqotun Wasiah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Riris hobby membaca novel dan bernyanyi kesehariannya hanya ada kebahagian :)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisa, Faktor, Dampak dan Solusi dari Masalah Perceraian

6 Maret 2024   19:49 Diperbarui: 6 Maret 2024   19:52 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Analisis Artikel "Dampak Perceraian dan Pemberdayaan Keluarga Studi Kasus di Kabupaten Wonogiri", Jurnal Buana Gender PSGA LPPM IAIN Surakarta, Volume 1, Nomor 1 Januari-Juni 2016.

Analisis artikel "Dampak Perceraian dan Pemberdayaan Keluarga Studi Kasus di Kabupaten Wonogiri", mengungkapkan beberapa poin penting terkait dengan sosio-demografi dan dinamika sosial di Kabupaten Wonogiri. Kabupaten ini dikenal dengan kondisi geografisnya yang kering dan tandus, namun memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar, terutama dalam sektor pertambangan. Selain itu, tradisi merantau atau "boro" juga cukup signifikan di wilayah ini, dengan banyaknya penduduk yang bekerja di luar daerah untuk mencari penghidupan yang lebih baik.

Tingginya angka perceraian di Kabupaten Wonogiri menjadi perhatian utama, dengan lebih dari 1.500 pasangan yang bercerai setiap tahunnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perceraian termasuk pernikahan di bawah umur, ketidakstabilan ekonomi, rendahnya tingkat keagamaan, serta intervensi pihak ketiga dalam rumah tangga. Tingkat keberagamaan yang rendah menjadi salah satu penyebab utama, di mana pemahaman dan praktik agama yang minim dapat menyebabkan konflik rumah tangga yang berlarut-larut.

Penanganan masalah perceraian di Kabupaten Wonogiri masih menghadapi berbagai kendala, terutama dalam hal pembinaan keluarga sakinah dan penyelesaian konflik rumah tangga. Meskipun terdapat lembaga seperti Badan Pembina Penasehat Perkawinan dan Perceraian (BP4), kebanyakan masyarakat cenderung mencari bantuan langsung dari pengadilan atau mediator untuk menyelesaikan masalah perkawinan mereka. Kurangnya dukungan anggaran dan kurangnya kesadaran akan pentingnya pembinaan keluarga sakinah juga menjadi tantangan tersendiri dalam upaya menangani masalah perceraian ini.

Secara keseluruhan, analisis tersebut menggambarkan kompleksitas dan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat Wonogiri dalam menjaga keutuhan rumah tangga dan mengatasi tingginya angka perceraian. Diperlukan upaya lintas sektoral yang komprehensif dan berkelanjutan, melibatkan pemerintah, lembaga agama, dan masyarakat secara luas, untuk mengatasi masalah ini dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi keluarga yang harmonis dan sejahtera.

 

Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Perceraian

Pada dasarnya faktor yang menyebabkan terjadinya perceraian sangat unik, kompleks dan masing-masing keluarga berbeda satu dengan lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan dan survey sementara, yang menjadi penyebab mereka bercerai pada umumnya bukanlah karena mereka tidak lagi saling mencintai, melainkan perceraian itu lebih diakibatkan oleh beberapa faktor-faktor pendorong lainnya, diantaranya:

1. Faktor Ekonomi

Alasan pertama meningkatnya perceraian di  masyarakat adalah ``status sosial ekonomi.'' Pasangan berpenghasilan rendah dan berpendidikan rendah merupakan kelompok yang paling mungkin mengalami perceraian. Bahkan perempuan yang berpendidikan lebih tinggi dibandingkan suaminya (lima tahun atau lebih kuliah), rata-rata, mempunyai kemungkinan lebih besar untuk bercerai dibandingkan perempuan yang lebih miskin dan berpendidikan lebih rendah. Perbedaan pendapatan dan gaji menimbulkan perselisihan antara suami dan istri, apalagi jika suami tidak bekerja, karena kebutuhan ekonomi saat ini memaksa suami dan istri untuk bekerja demi kebutuhan finansial keluarga, hal ini sering terjadi.

2. Faktor usia

Kemungkinan penyebab kedua meningkatnya angka perceraian  adalah usia saat menikah.Usia saat menikah merupakan salah satu prediktor terkuat terhadap kemungkinan perceraian. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pasangan yang menikah di bawah usia 20 tahun lebih besar kemungkinannya untuk bercerai, terutama pada lima tahun pertama  pernikahan.

3. Perselingkuhan

Perselingkuhan merupakan salah satu faktor yang dapat berdampak buruk pada pernikahan dan perceraian. Dasar perselingkuhan biasanya terletak pada keinginan baik  suami maupun istri. Akar penyebab hasrat biasanya adalah ketidakpuasan terhadap pasangan.

4. Poligami

Untuk melakukan poligami harus ada  alasan teoritis yang baik (Pasal 4 UUP): a) Istri tidak mampu menjalankan kewajibannya sebagai  istri, b) Istri mempunyai cacat fisik atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, c) Istri tidak mampu melahirkan anak.

5. Kecemburuan

Suami jadi kesal pada istrinya karena anggapan yang belum tentu benar. Hal ini untuk menanyakan situasi atau kondisi yang tidak pantas dilakukan istri. Sang suami kesal hingga akhirnya  berselingkuh dan membentak istrinya. Kecemburuan atau kecurigaan yang salah dapat menjadi dasar perceraian, dan tuduhan perzinahan oleh hakim juga dapat dianggap sebagai dasar perceraian. Dalam berumah tangga harus ada rasa saling percaya antara suami dan istri, dan kepercayaan ini harus dijaga karena membuat keluarga bahagia.

6. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Kemungkinan penyebab perceraian adalah  kekerasan dalam rumah tangga, seringkali berupa tindakan kekerasan seperti kekerasan fisik atau ancaman kekerasan  dengan atau tanpa alat. Perilaku ini bisa terjadi pada siapa saja, pria atau wanita, anak-anak atau orang dewasa. Korban kekerasan dalam rumah tangga menderita berbagai macam penderitaan dan kerugian, baik materiil, fisik, dan psikis. Perbedaan pendapat Alasan utama terjadinya perceraian adalah pendapat dari pasangan.Perbedaan dan perselisihan yang  pada hakekatnya berkaitan untuk menceraikan. Dalam sebuah keluarga, tanpa keharmonisan antar anggota keluarga, sulit tercapainya kedamaian, kebahagiaan, keharmonisan, kasih sayang, kehangatan/keintiman dalam keluarga. Kesetaraan pendapat sangat penting dalam sebuah keluarga. Hal ini sangat bermanfaat karena menjadi landasan untuk memperkukuh pembangunan keluarga yang tenteram dan langgeng. Di sisi lain, kesalahpahaman dan kesalahpahaman antara suami dan istri atau sebaliknya juga bisa berujung pada perceraian.

Alasan perceraian 

Alasan perceraian adalah karena masalah ekonomi pada perkawinan muda. Akhirnya, karena tidak mungkin mengirit, belum punya pekerjaan saja sudah ada pengeluaran terus menerus. Apalagi tidak ada pekerjaan tetap. Hal ini akan menjadi beban keluarga. Alasan lainnya yang sering digunakan adalah Tidak tanggung jawab, Tidak memberi nafkah, Perselingkuhan, Perselisihan dan pertengkaran, Tinggal wajib, Belum dikarunia anak, Perselisihan dan pertengakaran, Meninggalkan kewajiban.

Dampak dan akibat perceraian bagi anak meliputi:

Kerusakan rasa percaya diri: Anak akan merasa kehilangan rasa percaya diri, ketenangan batin, dan kehilangan cita-cita

  • Kesepian: Anak akan mengalami masalah perilaku, seperti gangguan perilaku, kenakalan, dan perilaku impulsive.
  • Masalah kesehatan mental: Perceraian dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan mental pada anak-anak dan remaja.
  • Prestasi akademik: Anak-anak dari keluarga yang bercerai tidak selalu berprestasi akademis yang baik.
  • Perilaku berisiko: Remaja dengan orang tua bercerai lebih mungkin untuk terlibat dalam perilaku berisiko, seperti penggunaan narkoba dan aktivitas seksual dini.
  • Tendensi tidak mau menikah: Rasa trauma yang terjadi akibat perceraian akan membuat anak menghindari pernikahan saat ia dewasa.
  • Kualitas kehidupan yang rendah: Anak-anak yang kedua orangtua bercerai biasanya mengalami penurunan kualitas kehidupan.
  • Perceraian juga dapat mempengaruhi kondisi psikologis keluarga, meningkatkan risiko masalah perilaku, dan mengurangi kesejahteraan ekonomi keluarga.

Solusi Mengatasi dan Dampak Masalah Perceraian

Langkah-langkah untuk mengatasi perceraian bisa melibatkan konseling perkawinan, terbuka terhadap komunikasi, dan berusaha memahami perspektif pasangan. Penting juga untuk mencari bantuan profesional, seperti terapis atau mediator, guna membantu menyelesaikan konflik. Kesediaan untuk bekerja sama dan komitmen untuk perbaikan dapat menjadi kunci dalam mengatasi masalah perkawinan.

Mengatasi dampak perceraian yaitu fokus pada dukungan emosional untuk diri sendiri dan anak-anak, terlibat dalam terapi individu atau keluarga, serta Membangun jaringan sosial dan menjaga kesehatan fisik dan mental juga dapat membantu dalam pemulihan dari dampak perceraian.

Disusun oleh :

Ahmad Adib Musthofa 222121204

Rizqotun Wasyi'ah 222121214

Muhammad Husseyn 222121215

Divina Aghni Lareza 222121216

Saidul Afkar 222121220

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun