Ketidakpercayaan masyarakat terhadap MK juga masih cukup tinggi setelah lahirnya Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dianggap oleh banyak kalangan terdapat konflik kepentingan (conflict of interest).
Sekalipun, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah menjatuhkan sanksi berat antara lain mencopot Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua MK dan melarang yang bersangkutan untuk turut menangani perkara PHPU.
Hal ini dinilai tidak cukup untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat secara penuh terhadap lembaga yang disebut sebagai pengawal konstitusi (the guardian of constitution).
Terlebih, sampai saat ini belum ada satupun perkara PHPU yang dikabulkan oleh MK sejak tahun 2004.
Patut disadari bahwa dalam kontestasi politik, sudah pasti akan menimbulkan pengkotak-kotakan. Harapannya setelah MK memutus perkara PHPU, semua pihak dapat menerima hasil tersebut dengan legowo.
MK sebagai garda terdepan dengan berbagai pengalamannya harus dapat bersikap transparan, akuntabel, dan mampu menetralisir ketegangan, pertanyaan yang tidak bersayap, serta ketokan palunya dapat mengendalikan dan meredakan segala ketegangan.
Salah satu elemen penting dalam penyelenggaraan Pemilu adalah tercapainya keadilan Pemilu (electoral justice) sebagaimana diatur dalam Pasal 22E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 (yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H