Mohon tunggu...
Muhammad Rizqi Hengki
Muhammad Rizqi Hengki Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Calon Pegawai Negeri Sipil pada Mahkamah Agung Republik Indonesia

Just an ordinary man, don't expect too much from me. Focus on Criminal Law and Anti-Money Laundering Science. Find me on Instagram @mrizqihengki

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Aparat Penegak Hukum dan Korupsi: Quo Vadis Budaya Rasa Malu?

27 Maret 2024   01:43 Diperbarui: 27 Maret 2024   01:43 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagaimana kita ketahui, baru-baru ini (15  Maret 2024) KPK menetapkan 15 orang Tersangka yang merupakan pegawai KPK dalam dugaan tindak pidana korupsi penerimaan uang dalam bentuk pemerasan di lingkungan Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK.

Pada konstruksi perkaranya, diduga bahwa pada rentang waktu tahun 2019 s/d 2023, besaran uang yang diterima oleh para Tersangka sekitar Rp6,3 Miliar.

Lalu mengapa orang mau melakukan korupsi, meskipun ia sudah kaya atau berkedudukan tinggi?

Ada ungkapan Belanda, "hoe groter geest, hoe groter beest", yang berarti "makin beradab, makin biadab".

Meskipun sudah disumpah dengan Kitab Suci, sumpah itu sekadar kembang upacara. Kultur masyarakat Indonesia tidak (lagi) mengenal rasa malu. Agama juga sudah tidak berarti lagi. Artinya, hati nurani atau integritas tidak lagi berfungsi.

Lalu, apa itu makna "integritas" yang suka diperbincangkan di Indonesia? "Integritas" berarti "the quality of being honest and of always having high moral principles."

Jadi, tidak adanya integritas atau kejujuran, dan tidak memiliki prinsip moralitas yang tinggi adalah akar daripada korupsi.

Saya sadar bahwa mengubah kultur ke arah shame culture membutuhkan waktu dari generasi ke generasi, dan itu tidak mudah. Saya lalu teringat bahwa disiplin dan etika yang ditanamkan oleh Ibu, baru saya sadari dewasa ini. Orang hidup bukan karena melihat dan mendengar saja, tetapi harus percaya.

Pada dasarnya, tulisan ini adalah rangsangan agar kita berpikir bersama tentang "budaya rasa malu".

Saya teringat kata-kata bijak dari George Santayana, "a man's feet must be planted in his country, but his eyes should survey the world."

Saya juga memegang pedoman Jean Jaures, "men kan niet onderwijzen wat men weet; men kan niet onderwijzen wat men wil; men kan allen onderwijzen wat men is." (orang tidak bisa mengajar apa saja yang dia tahu; orang tidak bisa mengajar apa saja yang dia mau; orang hanya bisa mengajar berdasarkan apa adanya dia).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun