Gagal ginjal kronis merupakan salah satu penyakit serius yang memerlukan perawatan intensif dan berkelanjutan. Terdapat dua metode perawatan utama bagi pasien gagal ginjal, yaitu hemodialisis (cuci darah) dan Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD), guna meningkatkan kualitas hidup pasien.
Untuk mengenal lebih dekat tentang pelayanan CAPD, mahasiswa Magister Administrasi Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (MARS UMY) melakukan kegiatan residensi di RSU PKU Muhammadiyah Bantul pada hari Kamis (27/06/24). Program residensi MARS UMY ini merupakan bagian dari kurikulum pendidikan yang dirancang untuk mempersiapkan mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman manajemen secara riil dilahan RS secara mandiri dan terstruktur dengan bimbingan dari pembimbing lapangan dan pembimbing akademik. Kegiatan ini berlangsung selama dua hari dalam seminggu selama satu bulan. Mahasiswa MARS UMY yang terdiri dari 5 orang melakukan pengamatan serta wawancara terkait pelayanan CAPD yang ada di RSU PKU Muhammadiyah Bantul.
Mahasiswa melakukan kajian terkait teknis pelayanan CAPD, alur pelayanan, manajemen pelayanan serta kajian tentang strategi pemasaran yang dilakukan untuk meningkatkan jumlah pasien dengan CAPD.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia CAPD adalah terapi pengganti ginjal yang mempergunakan peritoneum pasien sendiri sebagai membran semipermeabel. CAPD dilaksanakan secara mandiri oleh pasien baik di rumah maupun di luar rumah. Terapi CAPD masih belum banyak dikenal oleh masyarakat awam, karena masih jarang dilakukan.
Pelayanan CAPD saat ini menjadi salah satu layanan baru dan unggulan di Rumah Sakit Umum (RSU) PKU Muhammadiyah Bantul, karena merupakan layanan yang masih tergolong jarang bisa dilakukan di rumah sakit di Yogyakarta, hingga saat ini hanya 4 rumah sakit di Yogyakarta yang bisa melakukan tindakan ini. CAPD adalah terapi pengganti sebagian fungsi ginjal yang efektif dan ekonomis, namun hingga kini masih kurang dimanfaatkan, padahal pembiayaan pelayanan CAPD ini sepenuhnya bisa ditanggung dengan BPJS.
Rendahnya jumlah pelayanan CAPD disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kurangnya pengetahuan pasien mengenai jenis terapi pengganti ginjal, kurangnya edukasi komprehensif dari petugas kesehatan tentang berbagai pilihan terapi pengganti ginjal, serta sedikitnya pasien yang menggunakan terapi CAPD dalam komunitas penderita gagal ginjal kronis (GGK), yang mengakibatkan minimnya informasi dari pengguna terapi kepada pasien lain.
Selain itu, minat pasien untuk menjalani terapi CAPD juga masih rendah karena banyaknya informasi yang mereka terima yang menyatakan bahwa terapi untuk GGK hanya hemodialisis, seperti yang terbukti dengan tingginya jumlah pasien yang menjalani hemodialisis. Beberapa pasien hemodialisis juga berpendapat bahwa CAPD dianggap sebagai terapi yang tidak umum karena harus dilakukan di rumah tanpa pendampingan petugas kesehatan.
Pelayanan CAPD merupakan pelayanan yang cukup menjanjikan bagi rumah sakit jika dikembangkan dengan baik serta bermanfaat bagi pasien dengan penyakit gagal ginjal karena menurut penelitian pada tahun 2022, oleh Dewi, et al., CAPD bisa memberikan tingkat kelangsungan hidup 5 tahun atau 5 years survival rates 36% lebih lama dibandingkan dengan pasien yang menjalani hemodialisis, selain itu pasien yang melakukan CAPD hanya perlu datang ke rumah sakit setiap 1 bulan sekali untuk kontrol, tidak seperti pasien dengan hemodialisis yang harus rutin datang hingga 2 kali seminggu untuk melakukukan cuci darah, oleh karena itu CAPD dapat menjadi pilihan yang lebih baik untuk terapi pasien dengan penyakit gagal ginjal kronis.