Pengabdian Santri pada Negeri dengan Literasi
Oleh: Rizqina Zulfa
Literasi menurut KBBI merupakan kemampuan membaca atau menulis. Dapat diartikan literasi sebagai bentuk pengetahuan atau ketrampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu. Dapat diartikan pula sebagai kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Literasi menurut UNESCO diartikan sebagai seperangkat keterampilan yang nyata, terutama dalam membaca dan menulis. Membaca dan menulis merupakan sebuah tindakan yang tidak pernah luput dikerjakan oleh seorang pelajar terutama santri.
Kemampuan membaca sesuai dengan tafsir surat Al Alaq ayat satu di dalam buku tafsir Al Misbah karya Muhammad Quraish Shihab menjelaskan bahwa di dalam tafsir ayat satu surat al-’Alaq yakni:
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.
Nabi Muhammad diperintahkan untuk membaca guna lebih memantapkan lagi hati Nabi Muhammad. Ayat tersebut menyatakan kepada nabi Muhammad bacalah wahyu-wahyu Ilahi yang sebentar lagi akan banyak engkau terima dan baca juga alam dan masyarakatmu. Bacalah agar engkau membekali dirimu dengan kekuatan pengetahuan. Bacalah semua itu tapi dengan syarat hal tersebut engkau lakukan dengan atau Demi nama Tuhan yang selalu memelihara dan membimbingmu dan yang menciptakan semua makhluk Kapan dan di manapun.
Literasi dalam dunia pesantren menjadikan terkumpulnya berbagai potensi umat, baik dalam bidang Al-Qur’an, Al- Hadits, kitab-kitab klasik hingga sains modern. Tercatat dalam sejarah Islam yang pernah berjaya dilandasi oleh generasi muslim yang menguasai ilmu dalam bidang Al-Qur’an bahkan hafal usia dini, namun juga menguasai keilmuwan modern seperti matematika, sosiologi, psikologi, geografi, kedokteran dan sains lainnya, Imuwan muslim juga mewariskan buku-buku yang sangat berharga.[3]
Generasi-generasi muslim menjadi para saintis yang melek terhadap literasi. Generasi ini yang mempelopori kejayaan islam melalui berbagai bidang. Selain kokoh dalam bidang aqidah, luas dalam bidang syariah, saintis Islam juga merupakan orang-orang yang senantiasa beribadah kepada Allah. Ilmuwan Pesantren melahirkan penulis-penulis hebat yang memiliki karya dan doa sebagai sebuah keselarasan yang menjadi kekuatan. Sudah selayaknya seorang santri menyukai hal membaca, menulis, dan menghasilkan sebuah karya, karena karya memang merupakan bentuk-bentuk dari sebuah doa.
Suatu karya mempunyai manfaat bagi pembacanya. Karya juga bersifat abadi yakni ketika nyawa sudah tiada dan menciptakan sebuah hasil karya, nama akan selamanya hidup dan dan di dalam liang lahatpun akan terus mengalirkan manfaat. Seperti halnya seorang tokoh besar ulama Indonesia yakni KH. Hasyim Asyari. Beliau pengasuh pondok pesantren Tebuireng yang mempunyai Lembaga Pendidikan dengan memadukan dua gagasan, yakni keagamaan dan kebangsaan. Dua poros tersebut yang menggerakkan KH. Hasyim Asyari untuk menggerakkan dunia literasi.
Dalam penerbitan karya, tercatat ada beberapa kitab yang sudah berhasil diterbitkan oleh KH. Hasyim Asyari. Sebut saja kitab Adabul ’Alim Wal Muta’allim yang menceritakan tentang pentingnya untuk menuntut ilmu serta menghormati guru. Di dalamnya juga terdapat bagaimana cara menyerap ilmu dengan cepat. Bagaimana cara memuliakan dan menghormati seorang pengajar atau guru. Etika seorang murid kepada seorang guru dijelaskan secara jelas di dalam kitab tersebut.
Kitab sebagai bentuk karya hasil literasi yang mana di dalam dunia pesantren sangatlah bermanfaat hingga masa kini. Seorang santri belajar sebuah ilmu melalui kitab dengan cara mendalami sebuah kitab baik secara bahasa maupun istilah bahkan praktik melalui arahan sang guru. Seorang guru memberi arahan kepada santri dengan menggunakan sanad yang dimiliki oleh guru atau kyai.
Di dalam dunia santri tentu sebuah kitab yang dipelajari menghasilkan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Santri mendapat input berupa ilmu yang tidak perlu diragukan lagi kebenarannya atau biasa di sebut sanad dalam kehidupan santri. Sanad dalam KBBI berarti sandaran, hubungan, atau rangkain perkara yang dapat dipercayai.
Dalam dunia pondok pesantren memiliki konsep pembelajaran yang menjadikan santri untuk dapat memahami ilmu-ilmu agama secera jelas dan berfikir kritis sehingga dapat mempraktikan dalam mencari solusi sebuah problematika kehidupan yang ada saat ini. Bahkan untuk saat ini tidak sedikit lembaga pondok pesantren maupun individu santri yang membuka pertanyaan terkait problematika kehidupan melalui media sosial.
Santri dalam kehidupan pesantren mempelajari banyak hal, baik ilmu agama maupun ilmu umum sehingga santri mempunyai potensi untuk menerapkan pengetahuan di masyarakat. Santri dengan kemampuan membaca dan menulisnya dapat memajukan pendidikan di lingkungan sekitar santri. Generasi muda juga akan lebih terdidik dengan adanya hasil literasi santri.
Selain ilmu umum yang santri dapatkan dari hasil kemampuan dan membacanya adalah dari ilmu kehidupan yang mereka dapatkan selama keseharian saat berada di pondok pesantren. Santri dididik oleh kyai untuk menjadi pribadi yang baik serta memiliki jiwa empati yang tinggi, berfikir kritis dan juga dapat berkomunikasi dengan baik.
Kemampuan membaca dan menulis seorang santri memiliki arti yang luas dalam segi kemampuan sehingga menghasilkan santri dapat berpikir kritis. Santri dapat memahami informasi dengan cepat untuk memperluas wawasan. Serta mempunyai rasa empati dan simpati yang tinggi sehingga saat di aplikasikan ke dalam kehidupan membuat masyarakat menjadi lebih terdidik.
Santri zaman sekarang tidak hanya terhubung dengan tradisi klasik. Santri juga dapat memanfaatkan kemajuan perkembangan ilmu teknologi untuk memperluas dan menyebar informasi. Sehingga sangat cocok untuk masyarakat saat ini di mana mayoritas kalangan anak muda merupakan generazi Z yang melek dengan teknologi.
Dengan kemajuan teknologi yang ada santri dapat dengan mudah menyebarluaskan ilmu-ilmu yang telah didapatkan dari pondok pesantren. Melalui media sosial instagram salah satunya. Banyak akun-akun yang berisi tentang dawuh para kyai alim bahkan maqolah maupun pelajaran dari sebuah materi yang ada dalam suatu kitab.
Bentuk kemampuan membaca dan menulis santri menghasilkan sebuah kemajuan dalam peradaban yakni dapat menjaga akhlak para pemuda Indonesia. Pemuda Indonesia sebagai generasi emas yang akan membawa bagaimana kehidupan dunia ini akan berputar. Literasi santri yang baik akan berperan untuk menguatkan nilai-nilai moral dan spiritual pemuda Indonesia. Santri dapan mengintegrasikan ajaran agama dengan upaya meningkatkan literasi dan kesadaran pemuda Indonesia melalui dakwah secara langsung maupun tidak langsung seperti sosial media.
Dari pembelajaran santri yang dominan kepada ilmu bahasa dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia negara Indonesia. Bahasa memang sebagai poros dalam segala aktivitas di dunia ini. Dengan kebiasaan santri yang mempelajari atau membaca bahkan menulis kitab berbahasa arab menjadikan santri pandai dalam berbahasa arab. Bahkan tidak sedikit pondok pesantren yang menggunakan tiga bahasa dalam keseharianya, yakni bahasa Indonesia, bahasa Arab, dan juga bahasa Inggris.
Pengabdian santri kepada Indonesia merupakan bentuk peran aktif dalam memajukan Indonesia melalui pengetahuan dan pendidikan. Santri juga mengenalkan budaya literasi kepada masyarakat terutama kalangan anak muda yang mayoritas generasi Z. Santri mengabdi kepada Indonesia tidak hanya untuk menguatkan dasar landasan ilmu agama saja melainkan juga beperan dalam kemajuan sosial dan ekonomi Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H