Sebuah pelajaran yang sangat berharga kudapatkan darinya,"Jangan pernah menyerah dengan keadaan. Bodoh itu biasa tapi bagaimana kita menjadi luar biasa dengan menyadari keawaman kita dan kita belajar lebih giat lagi."
Semangat dan kecintaannya untuk tidak jatuh kepada kejahilan dulu terkadang membuatku malu sendiri. Suhanda memang salah seorang fighter sejati.
Senja tadi, saat aku mencoba merangkai kata tentang dirinya. Suhanda meneleponku. Dan ia pun bercerita tentang kelahiran putranya, Muadz bin Suhanda. Ia memintaku memanggilnya Abu Muadz (bapaknya si muadz).
"Nanti putra ana manggil antum Mamang (paman). Terus, antum kapan nih?" Aku hanya tersenyum bahagia mendengarnya. Tidak mau ikut terprovokasi dengan pertanyaannya.
Ia pun bercerita tentang persalinan putranya. Hari Kamis, dua hari menjelang 'Idul Fitri, tepatnya 27 Ramadhan 1433 H atau 16 Agustus 2012. Dalam proses persalinannya putranya mengalami keracunan air ketuban. Begitulah yang dikatakannya, aku sendiri tidak terlalu faham tentang istilah keracunan air ketuban. Mohon dimaklumi.
Menurutnya, istrinya kehabisan tenaga saat mengejan. Dan bayinya tidak bisa keluar. Namun, alhamdulillah sang bayi selamat walaupun dengan kondisi berwarna kuning dan belum bisa menangis sejak jam 04.00 sore, pasca lahir. Akhirnya, tepat pukul 03.30 dini hari, tangisan sang bayi pun pecah. Berikut pecah pulalah kepanikan dan kekalutan Suhanda.
Hampir terlupa, selama menetap di ma'had Sukabumi. Ustadz Suhanda bukan hanya sebagai da'i "agama" tapi sekaligus da'i ahli masakan Arab. Saat para Syeikh Arab datang ia-lah yang memegang peranan terpenting dalam hal menu jamuan para syeikh.
Namun, senja tadi pula ia mengabariku jika ia akan kembali ke Banten, kampung halamannya. Ia akan berdakwah di sana. Aku menyarankannya untuk membuka rumah makan ala Arab.
Selain pulang kampung untuk berdakwah, ternyata ia pun mengkhawatirkan kondisi kedua orang tuanya yang sepuh dan sakit-sakitan. Aku sangat iri dengan Suhanda. Semoga kita bisa meneladaninya.
Persahabatan itu indah. Persaudaraan muslim itu sangat indah. Jika kita menyadari keindahannya mari kita jaga persaudaraan ini seerat-eratnya. Cintailah saudaramu kerana Alloh.
Esok aku akan bercerita tentang sahabatku yang lain, Amin Rozak. Da'i asal Bima yang gugur saat kuliah di Yaman. Terima kasih telah mmbaca cerita miniku yangg tidak bermutu ini. Tapi ya sekali lagi. Aku tidak peduli dengan istilah bermutu atau tidak bermutu. Yang terpenting, aku terus berkarya dan melatih bakat menulisku. Semoga saja aku bisa menjadi penulis hebat. Semoga. Amin