Mohon tunggu...
Rizqi Fathurrohman
Rizqi Fathurrohman Mohon Tunggu... Freelancer - Belajar dan Bermain

Belajar dari melihat, mempelajari, dan mencoba. Diri yang memiliki motto hidup "Muda berkarya, tua berjaya, mati masuk surga". Mari berbagi dan berdiskusi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bicara Tentang Neuroscience, Bicara pula Tentang Kolaborasi dalam Pendidikan

22 Februari 2021   23:48 Diperbarui: 23 Februari 2021   02:00 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Tengyart on Unsplash 

Apakah yang terbesit di benak pembaca jika "ditembak" pertanyaan tentang neuroscience? Jaringan otak? Ilmu tentang otak? Atau bahkan baru dengar pertama kali?

Hallo! Aku harap kalian selalu dalam keadaan sehat dikala musim hujan yang mengguyur beberapa wilayah di Indonesia. Aamiin..
berdasarkan pemantik diatas, lalu apa yang sebenarnya yang mau kita bahas sih tentang neuroscience? Kaitan dari tulisan ini adalah, aku ingin kalian mengetahui peran sebuah disiplin ilmu tentang neuroscience dengan penerapannya kepada bidang pendidikan.

Berdasarkan penjelasannya Veerle Ponnet di kanal TEDx Talks, sebagai lulusan dibidang tersebut, ia menjelaskan bahwa "Educational Neuroscience" itu ga ribet-ribet banget pengartiannya. Singkatnya, Ilmu tentang Neuroscience ini merupakan sebuah ilmu akal sehat dalam pendidikan yang akan dijelaskan oleh sains. Kaitan dari ilmu ini yaitu keilmuan tentang neuroscience, psychology, dan education. salahsatu perannya yaitu untuk meningkatkan sebuah minat pembelajaran dan pengajaran.

Mengapa hal tersebut bertransformasi menjadi keilmuan yang salahsatunya untuk meningkatkan hal yang telah disebutkan diatas? Hal tersebut karena dalam seluk-beluk seluruh keilmuan, kita membutuhkan setidaknya sebuah "EMOSI"

"ih ga serulah, lu mah orangnya emosian.", "Apaan sih lu emosi aja bawaannya". Eits, emosi itu banyak ya ragamnya. gak cuma marah doang.

Diri kita membutuhkan emosi karena dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Pertama, kemampuan kita mengatur, digunakan diri kita sebagai syarat untuk menerima pengetahuan baru (Aquire). Kedua, dengan adanya emosi, kita dapat mempertahankan ilmu baru tersebut (Retain). Ketiga, emosi digunakan sebagai pengatur diri kita untuk berpikir dan menyelesaikan suatu masalah (Thinking and for Problem Solving. Keempat, emosi dibutuhkan sebagai bentuk fokus kita terhadap suatu perhatian (Focus Attention).

Sekarang coba anda bayangkan tentang suatu hal yang menyenangkan bagi diri anda. Suatu hal yang membuat diri anda menjadi rileks, bahagia, atau apapun. Contohnya anda berada di sebuah pantai yang indah.

Dan coba bayangkan, bagaimana suasana yang anda rasakan saat itu? Bagaimana keadaan diri dan orang-orang yang berada disekitar anda? 

Dari kegiatan me- re call tersebut, kita bisa mengambil salahsatu poin materi neuroscience, bahwa hal-hal positif yang dirasakan oleh diri kita dapat membuat otak kita bekerja secara baik untuk mengingat suasana dan perasaan yang saat itu terjadi. Lalu bagaimana pengamplikasiannya dalam bidang pendidikan?

Hal yang  dibutuhkan dalam bidang pendidikan adalah sebuah pengajaran yang kreatif, Brain-Friendly, dan menciptakan sebuah kondisi kelas yang positif. Inilah poin-poin yang perlu diterapkan oleh seorang pendidik kepada muridnya. Karena seorang guru bukan hanya membuka otak anak, mengisinya dengan sesuatu, lalu menutupnya kembali. Its not easy bro! 

selanjutnya bagaimana untuk mencari atau menumbuhkan poin-poin tersebut?

Oke kita mulai dari motivasi anak didik atau siswanya terlebih dahulu. 

Motivasi seorang anak didasari oleh dua sumber motivasi. Pertama, sebuah motivasi/ dukungan semangat yang berasal dari orang lain (ekstrinsik), yang dapat berasal dari teman, guru, orang tua, atau orang tidak dikenal sekalipun. Kedua, motivasi yang berasal dari dalam diri anak tersebut (intrinsik).

Motivasi ekstrinsik yang berasal dari orang lain bisa berupa sebuah penghargaan kepada seorang anak apabila telah mencapai/ menyelesaikan sebuah pencapaian. Namun, hal ini menjadi sebuah kekurangan dari motivasi ekstrinsik ini, karena apa yang memotivasi anak yaitu berasal dari orang lain. besar kemungkinan, motivasi ini akan hilang begitu berjalannya waktu. Berbeda dengan motivasi yang asalnya dari kemauan atau dorongan anak itu sendiri.

Motivasi intrinsik/ sebuah dorongan perilaku yang dilakukan oleh anak untuk mengerjakan sesuatu menjadi sebuah goals yang bisa anak dapatkan dengan sebuah pencapaian yang memuaskan hati.

Proses untuk mendapatkan motivasi diri, tentunya juga pasti ada peran mindset dari pengaruh orang lain. pengaruh yang bisa diberikan oleh seorang guru atau pendidik yaitu dengan menstimulasi motivasi dirinya itu, dengan berani mengambil sebuah tanggungjawab. Tanggungjawab yang diberikan kepada anak, dapat membuat anak menjadi terpacu untuk mengerjakan sesuatu yang menjadi goal/ keinginan anak tersebut.

Now, kita bakal bahas motivasi gurunya

Yap! Kenapa sih gurunya penting untuk memiliki motivasi?

apa benar gurunya udah punya motivasi yang mantap dibandingkan dengan anak didiknya? Seorang guru udah bisa belum menerima sebuah pertanyaan tentang motivasi? Atau bahkan sebuah kritikan tentang motivasi apa yang dipegang oleh seorang guru? Kalau belum, coba mantapkan dulu pak, bu.

Berdasarkan Penelitian dibidang neuroscience menyatakan bahwa, emosi itu sifatnya menular. So, emosi yang kita ekspresikan ke orang lain, juga dapat memberikan feedback yang sama. Contohnya saja, secara tidak sadar bagi orang yang tulus "melemparkan" senyuman kepada orang lain, maka orang lain pun akan memberikan respon yang serupa.

Maka dari itu, sebagai "educator" sangat penting menunjukkan sebuah emosi yang jujur dalam mengekpresikan emosi tersebut. Jika anda menunjukkan sebuah kata persuasi yang mengajak untuk semangat, maka hal yang anda perlu lakukan adalah mengekspresikan bentuk semangat itu kedalam mimik dan gesture yang berkaitan dengan emosi tersebut.

Pengetahuan dasar tentang pendidikan neuroscience dalam pendidikan adalah:

"pendidikan neuroscience bukanlah sebuah obat yang mampu untuk mengatasi segala permasalah pendidikan di dunia atau pun di Indonesia secara penuh. Melainkan ilmu ini mampu memberikan sebuah solusi agar sebuah permasalahan dapat diurai menjadi lebih mudah dengan ilmu-ilmunya.

Pendidikan neuroscience dapat menjadi sebuah evolusi pendidikan yang luar biasa, apabila, antara murid, orang tua, guru, dan pakar pendidikan dapat berkolaborasi dibidang pendidikan ini. Dari hal tersebut lah ikatan transformasi pendidikan dapat berkaitan dengan neuroscience

Terima kasih,

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun