Pada zaman sekarang ini, media sosial atau yang biasa disebut "medsos" sudah menjadi menu wajib bagi masyarakat Indonesia mulai dari anak-anak, remaja, dan juga orang tua.Â
Di Indonesia sendiri, media sosial yang digemari dan paling sering digunakan oleh masyarakat yaitu facebook, instagram, twitter, youtube, line, Blackberry Messenger (BBM), dan yang lainnya.
Internet saat ini sudah menjadi gudang informasi dimana masyarakat bisa mengetahui sebuah peristiwa secara real time dan mengetahui tentang apa saja yang terjadi hanya dengan mengetik kata kunci atau bahkan tanpa mencari sama sekali. Namun semua yang dilakukan tersebut ada konsekuensi dari banjirnya informasi, terlebih ketika semua orang bebas berperan sebagai sumber informasi, konsekuensi ini adalah buramnya dinding pembatas antara fakta dan berita palsu (hoaks).
Hoaks adalah kabar, informasi, berita palsu atau bohong. Hoaks bertujuan membuat opini publik, menggiring opini, membentuk opini atau persepsi, juga untuk bersenang-senang yang memnguji kecerdasan dan kecermatan pengguna internet dan media sosial.Â
Hoaks biasanya muncul ketika sebuah issue mencuat ke permukaan, namun banyak hal yang belum terungkap atau masih menjadi tanda tanya. Di Indonesia sendiri hoaks muncul sejak pemilihan presiden 2014 sebagai dampak gencarnya kampanye dimedia sosial. Hoaks bermunculan guna menjatuhkan citra lawan politik atau yang biasa disebut dengan kampanye hitam.
Media sosial merupakan wadah yang sangat rentan dan sering digunakan sebagai tempat untuk menyebarkan berita hoaks. Pengertian media sosial sendiri adalah media online yang menfasilitasi penggunanya agar dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum, dan dunia virtuasi.Â
Banyaknya pengguna aktif bahkan dapat dikatakan sebagai penggila media sosial di Indonesia atau yang lebih dikenal dengan sebutan netizen sangat memudahkan pihak penyebar hoaks dalam menjalankan aksinya.
Dari hasil survey tentang wabah hoaks nasional yang dilakukan oleh Mastel pada tahun 2017 bahwa channel atau saluran penyebaran konten hoaks tertinggi adalah dari media sosial facebook sebesar 92,40%, aplikasi chatting 62,80%, dan situs web 34,90%.Â
Padahal jika dilihat dari fenomena yang terjadi sekarang ini para pengguna aktif media sosial paling besar berasal dari kalangan anak-anak dan remaja yang sejatinya masih dalam proses pendidikan, hal-hal yang berkaitan tentang media sosial kebanyakan memberi dampak negatif bagi proses belajar mereka.
Oleh karena itu remaja sebagai pengguna aktif media sosial harus mampu memilah dan memilih segala informasi yang muncul dari media sosial yang mereka miliki, jangan sampai hal-hal yang belum tahu kejelasannya atau bahkan berita palsu atau hoaks disebarkan ke media sosial mereka, karena hal tersebut berimbas pada diri mereka sendiri, misalnya mendapat komentar negatif dan bullying dari netizen lain karena tindakannya tersebut.
Pada dasarnya media sosial merupakan wadah bagi remaja untuk menuangkan kebebasan berekspresi dan ide mereka dalam bentuk gambar maupun pesan-pesan tulisan.Â
Faktor terjadinya konten hoaks pada dasarnya hanya karena hal-hal sepele misalnya hanya sebagai humor demi kesenangan belaka, hanya untuk mencari sensasi di internet dan media sosial, hanya untuk ikut-ikutan agar terlihat lebih seru dan juga untuk niatan mengadu domba antara dua pihak atau lebih. Akan tetapi selain karena untuk menyebarkannya demi mendapatkan lebih banyak uang dengan bekerjasama dengan oknum tetentu.
Untuk mengatasi maraknya bermunculan berita hoaks di media sosial diantaranya dengan meningkatkan literasi media sosial, membatasi penggunaan media sosial, mengecek situs terpercaya, dan pemblokiran situs hoaks sendiri.Â
Dari pemerintah sendiri telah membentuk Badan Siber Nasional yang merupakan lembaga baru bentukan pemerintah yang bertugas melacak sumber kabar hoaks dan melindungi situs pemerintah dari serangan hacker atau peretas.
Istilah yang banyak bermunculan sekarang ini yang berkaitan dengan ulah netizen di dunia maya yaitu maha benar netizen dengan segala komentarnya itu selayaknya dihempas jauh dari dari mata para pengguna media sosial karena tidak semua komentar serta postingan yang ditulis netizen itu benar, akan tetapi lebih banyak yang hanya mengarang serta hanya untuk sensasi saja.
Oleh sebab itu remaja sebagai netizen aktif media sosial  harus pandai-pandai mengguanakan kepintaran gadget yang mereka miliki, seharusnya mereka bisa memilih mana postingan yang baik dan mana postingan yang buruk sehingga peran orang tua sangat diperlukan saat itu untuk membimbing , mengarahkan serta mengawasi mereka ketika bermain gadget dan sering-sering berbicara interaktif dengan mereka agar mereka lebih terbuka kepada para orang tua.
Penulis : Rizqi Amalia (Mahasiswi Prodi Pendidikan Agama Islam UNISNU Jepara)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H