Terik matahari memanggang tubuh kami menjadi makin legam. Bakda salat Jumat dengan mengendarai motor membonceng Ikhsan, temanku, kami menuju Kawah Tengkurep di di kawasan 3 Ilir, Boom Baru. Tempat ini adalah satu dari belasan komplek pemakaman yang tersebar di sudut kota dan merupakan jejak sejarah ulama dan sultan era Palembang Darussalam.
Situs pemakaman Kawah Tengkurep adalah komplek makam kesultanan Palembang Darussalam, salah satunya adalah makam Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo (w. 1756 M) beserta istri-istrinya antara lain, Ratu Sepuh (istri pertama dari Jawa Tengah), Ratu Gading (istri kedua dari Kelantan, Malaysia), Mas Ayu Ratu (istri ketiga bernama lahir Liem Ban Nio dari Cina), dan Nyai Mas Naimah (istri keempat berasal dari 1 Ilir Palembang). Ada juga guru besar beliau Habib Abdullah bin Idrus Al-Idrus yang merupakan Imam Kubur. Keenam makam tadi berada di Cungkup I.
Di Cungkup II, terdapat makam Pangeran Ratu Kamuk (w. 1755 M), beserta istrinya Ratu Mudo, dan Imam Kubur Sayyid Yusuf Al-Angkawi. Sementara di Cungku III, adalah makam Sultan Ahmad Najamuddin (w. 1776 M), istrinya Masayu Dalem, serta Imam Kubur Sayyid Abdur Rahman Maulana Tugaah.
Kemudian di Cungkup IV, terdapat makam Sultan Muhammad Bahauddin (w. 1803 M), istrinya Ratu Agung, dan Imam Kubur Datuk Murni Hadadd. Ada Beberapa makam lain yang tidak terbaca namanya Selain makam-makam yang terlindung dalam Cungkup, di sekeliling komplek juga terdapat ratusan makam lain yang merupakan keturunan dan keluarga Sultan.
[caption id="attachment_148914" align="aligncenter" width="548" caption="dari kanan ke kiri: Makam SMB I Jayo Wikramo, Ratu Gading, dan Imam Kubur Habib Abdullah bin Idrus Al-Idrus."][/caption] [caption id="attachment_148919" align="aligncenter" width="538" caption="Makam Sultan Ahmad Najamuddin I Adi Kesumo"][/caption]
Layaknya komplek pemakaman, Kawah Tengkurep dikelilingi tembok tinggi di sekelilingnya. Suasananya begitu teduh dengan pepohonan sehingga sangat nyaman bagi mereka yang berziarah.
Dari Kawah Tengkurep, kami bertolak menuju pemakaman Kambang Koci yang terletak tak jauh dari situ. Kambang Koci terletak di tengah area Pelabuhan Peti Kemas PT Pelindo. Tumpukan peti-peti kemas kontras dengan batu-batu nisan makam di sebelahnya. Kebetulan saat kami datang, ada juga beberapa orang lain dari Riau dan Surabaya yang ingin berziarah. Kami pun membacakan 'Salam Ziarah', mendoakan para ulama dan auliya yang terbaring di bawah sana.
[caption id="attachment_148921" align="aligncenter" width="538" caption="Peta Lokasi Pemakaman Ulama di Palembang dan Salam Ziarah yang terbentang di Kambang Koci."][/caption]
Dahulu di masa-masa awal, Kambang Koci merupakan bagian dari komplek Kawah Tengkurep (sumber). Konon, pada tahun 1151 H/ 1735 M, Sultan Mahmud Badaruddin 1 mewakafkan sebidang tanah yang cukup luas untuk pemakaman anak cucu serta menantunya. Tanah pemakaman tersebut dinamakan Kambang Koci, yang berasal dari kata kambang (kolam) dan sekoci (perahu), karena jauh sebelumnya tempat itu merupakan tempat pencucian perahu.
[caption id="attachment_148925" align="aligncenter" width="538" caption="Teman saya Ikhsan (kanan) dan seorang peziarah dari Riau di depan gerbang makam. Tampak peti kemas tertumpuk di belakang sana."][/caption]
[caption id="attachment_148930" align="aligncenter" width="538" caption="Sang Petualang (^-^)"][/caption] Kemudian, di lokasi ini didirikan pelabuhan, yang dikenal sebagai Boom Baru pada tahun 1924. Antara masa itu pula, Pemerintah Belanda di Palembang “memotong” areal pemakaman untuk jalan sehingga Kawah Tekurep terpisah dari Kambang Koci.
Seperti dijelaskan Balai Arkeologi Palembang, di Kambang Koci terdapat beberapa nisan kuno yang diidentifikasikan bertipe Demak-Troloyo dan Aceh dengan variasinya. Dari hasil pembacaan inskripsinya dapat pula diketahui bahwa angka tahun yang paling tua menyebutkan 1231 H. Nisan-nisan makam Kambang Koci merupakan tinggalan budaya masa lalu di Palembang yang sangat berharga bagi kajian arkeologi. Tinggalan tersebut dapat dikaji melalui beberapa pendekatan yanitu grafis, kaligrafi, filo-arkeologi dan linguistik.
Pemakaman ini sempat nyaris tergusur untuk perluasan area pelabuhan. Namun usaha "pembumi-hangusan" itu tak pernah berjalan mulus. Konon, pada tahun 1997, telah disiapkan ratusan peti untuk memindahkan jasad-jasad terkubur ke tempat lain. Namun tiba-tiba terjadi kecelakaan pesawat Silk air di perairan Sungsang, salah satu musibah terbesar dalam penerbangan Indonesia. Ajaibnya, jumlah korban tewas kecelakaan tersebut sama dengan jumlah peti yang rencananya untuk pemindahan kubur tadi. Akhirnya, peti tersebut digunakan untuk para korban kecelakaan.
[caption id="attachment_148927" align="aligncenter" width="538" caption="Terbaring dalam kepungan Modernisasi. Tampak makam Habib Qasim bin Abdurrahman As-Segaf."][/caption]
Setiap menjelang bulan Ramadhan, ribuan umat Islam selalu melakukan ziarah kubra. Dimulai dengan Haul Habib Abdullah bin Idrus Shahab dan Habib Abdurrahman bin Hamid yang diadakan di rumah panggung peninggalan keduanya di perkampungan Alawiyyin Sungai Bayas, Kuto Batu Palembang.
Kegiatan berlanjut menuju Pemakaman Pangeran Syarif Ali Syeikh Abubakar, di Kelurahan 5 Ilir Boom Baru. Lantas dari sana mereka menuju pemakaman Kawah Tengkurep, lalu berakhir di pemakaman keluarga kesultanan dan auliya Kambang Koci.
Di lain waktu, ekspedisi spiritual kami akan berlanjut mendatangi sejumlah tempat penting dan bersejarah lainnya di Kota Palembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H