Mohon tunggu...
Rizqi Amalia
Rizqi Amalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Saya adalah mahasiswi program studi teknik informatika yang masih dalam proses pembelajaran dan masih banyak yang harus dipelajari lagi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Kita Sering Mengadu Nasib? Fenomena Merasa Si Paling Menderita

30 Agustus 2023   13:23 Diperbarui: 30 Agustus 2023   14:31 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fenomena mengadu nasib atau merasa seolah-olah kita yang paling menderita sering kali dapat ditemukan dalam berbagai aspek kehidupan. Baik dalam percakapan sehari-hari, media sosial, atau interaksi dengan orang lain, kita sering merasa perlu untuk menyatakan penderitaan atau kesulitan kita sebagai yang paling besar. Artikel ini akan menjelaskan mengapa fenomena ini muncul, bagaimana hal tersebut mempengaruhi kita, serta pentingnya menjaga perspektif yang seimbang.

Alasan Mengapa Kita Sering Mengadu Nasib

1. Pemenuhan Emosional: Mengadu nasib bisa menjadi cara untuk mencari perhatian dan simpati dari orang lain. Kita mungkin berharap bahwa dengan mengungkapkan kesulitan kita, kita akan mendapatkan dukungan dan pengakuan.

2. Kompetisi Tanpa Sadar: Masyarakat sering mengukur nilai kita berdasarkan penderitaan yang kita alami. Merasa paling menderita bisa menjadi cara untuk bersaing dalam "perlombaan penderitaan".

3. Kebutuhan Akan Validasi: Dalam era media sosial, mendapatkan 'like' dan komentar mengenai penderitaan kita dapat memberikan rasa validasi. Ini bisa menjadi bentuk pengakuan yang diinginkan oleh banyak orang.

4. Pentingnya Mendapatkan Solusi: Kadang-kadang, mengadu nasib dapat menjadi cara untuk mencari solusi atau nasihat dari orang lain. Kita berharap dengan membagikan masalah kita, kita akan mendapatkan jawaban yang bermanfaat.

Mengadu nasib atau merasa paling menderita secara berlebihan dapat membawa dampak yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan. Pertama, perilaku ini dapat mempengaruhi hubungan kita dengan orang lain, terutama teman dan keluarga. Terus-menerus mengadu nasib bisa membuat orang lain merasa terbebani atau bahkan jenuh mendengarkan keluhan yang terus-menerus. 

Selain itu, mengutamakan keluhan kita sendiri dapat menyebabkan kurangnya sensitivitas terhadap masalah dan kesulitan orang lain. Ini bisa mengurangi kemampuan kita untuk merasakan empati dan merusak kerjasama. 

Akibatnya, lingkungan sosial yang didominasi oleh keluhan dan penderitaan dapat menciptakan atmosfer yang negatif dan mengurangi semangat secara keseluruhan. Oleh karena itu, menjaga keseimbangan antara berbicara tentang kesulitan pribadi dan menghargai pengalaman orang lain adalah penting untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan positif.

Cara untuk menjaga perspektif yang seimbang

1. Berbicara tentang Kebahagiaan Juga: Selain mengadu nasib, penting untuk juga berbicara tentang hal-hal yang positif dalam hidup kita. Berbagi kebahagiaan dan prestasi kita dapat menciptakan keseimbangan dalam interaksi sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun