Mohon tunggu...
Rizqi Subagja
Rizqi Subagja Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Pemula

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Metode Pembinaan Inabah Suryalaya dalam Mengatasi Kecanduan Napza

11 Januari 2024   01:03 Diperbarui: 11 Januari 2024   01:03 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada zaman yang serba kompleks dan tuntutan hidup semakin tinggi, maka permasalahan bangsa semakin kompleks juga. Berbagai krisis melanda bangsa ini, mulai dari krisis keteladanan, krisis moral, budaya, politik, hingga pada krisis ekonomi yang melanda tiada henti. Berbagai penyakit sosial melanda di mana-mana, menggerogoti bangunan bangsa ini hingga di ambang kehancuran. Di satu sisi mental generasi tua yang sulit diubah, terlena dengan kesenangan yang sifatnya duniawi sehingga praktek-praktek korupsi terjadi di hampir segala bidang, dan deviasi-deviasi sosial yang lain, sementara generasi muda juga sama berada diujung tanduk, terlibat berbagai tawuran, NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Obat berbahaya lainnya), pelacuran, dan penyimpanganpenyimpangan lain baik yang bersifat primer maupun sekunder.

Pondok Pesantren (PP) Suryalaya Tasikmalaya Jawa Barat menawarkan solusi rehabilitasi korban napza secara terpadu, dengan prestasi yang cukup mencengangkan. Rehabilitasi terpadu tersebut memerlukan peran aktif pemerintah, keluarga, dan masyarakat. PP Suryalaya meyakini bahwa korban napza memerlukan sentuhan kejiwaan yang islami, dalam rangka proses penyadaran kembali ke jalan Allah. Melalui pendekatan Islami dengan penerapan ilmu Tasawuf Islam yang dikenal Tharekat Qodiriyah Naqsobandiyah. Dengan demikian, adalah menarik untuk mengkaji eksistensi PP Suryalaya terutama keterlibatannya dalam proses rehabilitasi korban napza, terutama menyangkut strategi, metode, dan teknik penyadaran serta pembinaan korban napza tersebut. Berdasar- Berdasarkan gambaran permasalahan pada latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana strategi, metode, dan teknik penyadaran dan pembinaan korban napza yang dijalankan oleh PP Suryalaya Tasikmalaya Jawa Barat. 

Metode Pembinaan 

Mandi Taubat 

Mandi taubat merupakan hal yang penting dalam proses penyadaran korban penyalahgunaan napza. Dalam pelaksanaannya, mandi taubat dilaksanakan pada pukul 02.00 WIB sebelum melaksanakan shalat malam atau tahajud. Menurut keyakinan pembina pondok merupakan terapi untuk menghilangkan racun dari tubuh penderita. Sebab, air yang dingin menyebabkan saraf-saraf meregang dan aliran darah lebih lancar menuju ke otak. Kalau mabuk diumpamakan sebagai penyakit rohani, dengan izin Allah pasti dapat disembuhkan dengan mandi. Mandi adalah bagian dari bersuci yang dalam ilmu Fiqh dikenal dengan istilah Thaharah. Bersuci di sini mengandung pengertian bahwa anak bina diusahakan agar ia suci badan, pakaian, tempat tinggal, dan segala yang digunakan dalam menempuh hidupnya, termasuk suci kalbu, jiwa, domir, dan rasa. Atau sederhananya suci lahir dan suci batin. Sayang, sampai saat ini belum ada ahli yang menyelidiki hubungan kesembuhan penyakit rohani dengan mandi. Tampaknya untuk hal ini diperlukan penelitian khusus tentang hubungan mandi dengan terapi penyembuhan tersebut. 

Shalat Fardu dan Sunah 

Setelah mandi dilanjutkan dengan salat, baik salat wajib, salat sunah taubat, rawatib, qiyamullail, dan salat sunah lain yang dilakukan pada sepertiga malam (pukul 03.00). Setelah salat dilanjutkan dzikir. Shalat merupakan gerakan fisik dan mental dalam rangka berkomunikasi dengan Allah SWT. Shalat yang dilaksanakan dalam pembinaan atau penyadaran adalah sesuai dengan tuntutan dalam Al-Qur’an dan Hadist yakni shalat wajib dan shalat sunah yang jadwal pelaksanaannya disusun dalam kurikulum yang telah ditentukan. 

Dzikir Jahar dan Dzikir Khofi

merupakan bagian dari ibadah yang diperintahkan oleh Allah SWT. Setelah mandi taubat dan dianggap mulai timbul kesadarannya, ia kemudian meneruskan proses selanjutnya dengan diarahkan agar mengenal, mengesankan, dan mencintai Allah SWT. Pengarahan itu dilakukan dengan merawat kalbunya melalui proses dzikir yang disebut talqin dzikir. Dasar teori dzikir adalah Al-Qur’an dan Hadist. Dasar teori Al-Qur’an yang berbunyi: ...wa alazamahun kalimat al-takwa.. Yang dimaksud kalimat Al-taqwa adalah Laa ilaaha illallah, dengan syarat mengambil kalimat ini dari hati yang bersih bukan kalimat yang didengar dari orang awam. Dalam hal ini disyaratkan kalimat tersebut diajarkan oleh seorang mursyid yang silsilahnya bersambung hingga Rasulullah. Perlunya talqin dari seorang mursyid.

Filosofi dasar yang melandasi terapi ketergantungan napza ialah ayat: dan Aku tidak menciptakan jin Dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (Quran, Surat Adz-Dzaariyaat ayat 56). Jadi, pada hakikatnya tugas dan tanggung jawab manusia ialah mendekatkan diri kepada Allah, dengan manifestasi melaksanakan ibadah, seperti salat dan dzikir. Pada kasus ketergantungan napza, pada hakikatnya mereka adalah orangorang yang sedang mabuk. Terhadap orang yang mabuk terkena ayat, Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan. Jangan pula kamu hampiri masjid, sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekadar berlalu, hingga kamu mandi. (Q Surat An Nisaa ayat: 43). Pengertian dan kriteria mabuk menurut ayat tersebut adalah orang yang tidak menyadari dan tidak mengerti apa yang dia ucapkan. Faktor penyebab mabuk adalah segala sesuatu yang dapat menyebabkan hilang kesadaran berpikir dan berucap, baik dengan cara dimakan, diminum, diisap, maupun disuntikkan. Bahkan, pemimpin Pesantren Suryalaya KH Zaenal Abidin Anwar memperluas pemahaman mabuk, antara lain mabuk harta, mabuk kekuasaan, mabuk pangkat, juga mabuk cinta. Untuk menangani kasus penyalahgunaan napza, terdapat tiga terapi yang dilakukan di Pondok Inabah. Pertama, mandi (mandi taubat), kedua sahlat, ketiga dzikir. Ketiga hal itu dilakukan setiap hari oleh penderita ketergantungan napza. Pada tahap awal pembinaan, dimana anak bina diserahkan oleh orang tuanya untuk dibina dan disadarkan, terlebih dahulu pembina mewawancarai orang tua maupun anak bina. Korespondensi tersebut dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana tingkat keterlibatannya dalam penyalahgunaan napza, ketergantungannya, dan jenis napza yang dipakai. Selanjutnya adalah memandikan anak bina dengan istilah “mandi taubat” yang tujuannya adalah memberikan sugesti untuk bertaubat dan menurunkan kadar dari ketergantungannya. Di samping itu, apabila kadar ketergantungannya masih tinggi, anak bina diberi minum air asam dicampur gula merah, dan air kepala muda atau duwegan. Ini dimaksudkan untuk menurunkan radiasi napza yang ada dalam tubuhnya dan mengurangi ketergantungannya, sehingga diharapkan racun-racun dalam tubuhnya akan keluar (Wawancara KH.Zaenal Abindin, 26 Nopember 2006). Setelah mandi taubat, pagi harinya anak bina dibawa menghadap Abah Anom untuk menyadap Ilmu Tasawuf Islam melalui Talqin Dzikir yakni Dzikir jahar dan khofi. Selanjutnya setelah di talqin dzikir anak bina tersebut dibawa kembali ke Pondok Inabah untuk mengikuti proses pembinaan sesuai dengan kurikulum yang telah diprogramkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun