Sebelum memulai pembahasan, saya ingin memberikan sedikit trivia terkait judul. Dalam pembahasan ini akan membahas perempuan, lalu mengapa saya tidak menggunakan kata wanita?
Wanita dan perempuan sepintas nampak memiliki arti yang sama, tapi kebanyakan tokoh wanita atau perempuan di Indonesia bersikeras membedakan pengertian keduanya.Kata 'wanita' sering dikaitkan dengan arti dalam bahasa Jawa, 'wani ditata' atau 'berani diatur', yang melambangkan konotasi sebagai pendamping suami. Sebaliknya, kata 'perempuan' berasal dari 'per-empu-an' yang lebih mewakili karakter yang mandiri. (Maloko 2012, 83)
Pembahasan terkait peran dan hak perempuan dalam agama selalu menjadi perdebatan yang kompleks. Tak jarang perempuan selalu direndahkan, dianggap tak mampu, dijadikan “objek penindasan”. Tak hanya di dunia nyata, banyak kasus yang terjadi di media sosial. Di dalam aplikasi X isu ini terus bermunculan di beranda setiap harinya. Memunculkan konflik dan perdebatan yang tiada habisnya.
Sungguh mengherankan mengapa masih banyak masyarakat yang skeptis dengan perempuan, padahal islam sangat menghormati dan memuliakan perempuan. Pembahasan terkait kedudukan perempuan selalu berdampingan dengan pembahasan kesetaraan gender. Dalam pandangan Islam mengenai kesetaraan gender, Al-Qur'an menyatakan bahwa (1) laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba, (2) keduanya juga sama-sama berperan sebagai khalifah, (3) laki-laki dan perempuan menerima perjanjian primordial yang sama, dan (4) keduanya memiliki potensi untuk mencapai prestasi. Sebagai hamba, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, karena masing-masing akan menerima ganjaran dari Tuhan berdasarkan tingkat Pengabdiannya. (Anwar dan Sofi`i 2024, 155)
Dijelaskan pula kedudukan perempuan dan laki-laki pada surah An-Nisa ayat 124:
وَمَنْ يَّعْمَلْ مِنَ الصّٰلِحٰتِ مِنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَاُولٰۤىِٕكَ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُوْنَ نَقِيْرًا
“Siapa yang beramal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia beriman, akan masuk ke dalam surga dan tidak dizalimi sedikit pun.”
Perempuan adalah manusia sebagaimana juga laki-laki. Perempuan memiliki seluruh potensi sebagaimana yang dimiliki laki-laki seperti akal yang berpikir, naluri yang merasa dan tubuh yang bergerak dalam ruang dan waktu.(Nur 2013, 163)
Dalam surah An-Nisa ayat 32 pun dijelaskan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki bagiannya masing masing,
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللّٰهُ بِهٖ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍۗ لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوْاۗ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَۗ وَسْـَٔلُوا اللّٰهَ مِنْ فَضْلِهٖۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا
“Janganlah kamu berangan-angan (iri hati) terhadap apa yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Dari ayat di atas, dapat diketahui bahwa Islam tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan. Semua memiliki kewajiban yang sama, hanya saja, dalam proses menjalankannya yang berbeda. Islam sendiri mengajarkan betapa pentingnya keadilan. Namun, keadilan yang dimaksud bukan berarti sama, melainkan adil dalam porsinya masing-masing. (Mubarokah 2021, 25)
Aminah Wadud dalam mengomentari kedudukan perempuan, membaginya menjadi dua macam, yaitu perempuan sebagai individu dan perempuan sebagai bagian dari masyarakat. Al-Qur'an telah tertuju pada perempuan sebagai individu, karena Al-Qur'an memperlakukan individu perempuan dan laki-laki dengan cara yang sama; apapun yang disampaikan Al-Qur'an tentang hubungan antara Tuhan dan hamba tidak disebutkan dalam bahasa gender. (Wadud 2006, 68)
Perempuan muslimah memegang peranan penting dalam mendidik masyarakat, meningkatkan kondisi masyarakat, dan membina peradaban, seperti halnya para sahabat perempuan yang telah membimbing kaum sezamannya menuju kemajuan peradaban. Dengan tekad yang kuat, mereka secara aktif terlibat dalam memaksimalkan semua potensi bawaan mereka, memastikan bahwa tidak ada aspek kehidupan yang terabaikan. Pengaruh mereka menjangkau semua waktu, ruang, dan tingkat kehidupan. (Anwar dan Sofi`i 2024, 157)
Isman Salman dalam buku "Keluarga Sakinah Dalam Aisyiyah: Diskursus Gender Di Organisasi Perempuan Muhammadiyah" menyatakan bahwa perempuan menempati kedudukan penting dalam kehidupan masyarakat, karena perempuan melahirkan generasi penerus, merawat, mendidik, dan memberikan kasih sayang, perhatian, serta segala sesuatu yang dibutuhkan seorang anak. Peranan perempuan seperti ini pada hakekatnya secara langsung atau tidak langsung, telah memberikan sumbangsih dan dampak positif terhadap pembinaan moral masyarakat. Masyarakat dapat dikatakan bermoral apabila keluarga-keluarga dalam masyarakat tersebut berada dalam kondisi bermoral pula.
Peran perempuan dalam mensinergikan keseimbangan sangat dibutuhkan untuk menciptakan harmoni dalam masyarakat. Pada masa Nabi Muhammad SAW, peran perempuan seperti Siti Khadijah menunjukkan pentingnya dukungan dalam mencapai keseimbangan yang harmonis antara kehidupan keluarga dan misi dakwah. Pendidikan Islam dengan nilai-nilai didalamnya memberikan ruang yang besar bagi perempuan untuk menjadi agen perubahan sosial. (Lutfi, Sutisna, dan Asma, 2023)
Peran perempuan dalam Islam tak terbatas dan mencakup banyak hal seperti bidang sosial, politik, ekonomi, dan keilmuan. Hal ini dapat kita temukan dari melihat kisah-kisah dari para tokoh perempuan di zaman Rasulullah SAW yang memiliki kontribusi besar dalam banyak hal. Salah satunya adalah Aisyah binti Abu Bakar. Beliau telah banyak meriwayatkan hadits dan memberikan fatwa kepada umat Islam. Keterlibatan perempuan seperti Aisyah menunjukkan bahwa Islam memberikan ruang bagi perempuan untuk berperan secara aktif di masyarakat tanpa harus kehilangan identitas keagamaannya.
Dalam islam, pendidikan menjadi perhatian khusus, terlebih untuk perempuan. Rasulullah SAW bersabda, "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan." Ini menegaskan bahwa pendidikan adalah hak dasar perempuan yang tidak bisa dinegosiasikan. Pendidikan perempuan sangat berperan dalam membangun masyarakat yang maju dan beradab. Seorang perempuan yang terdidik akan mampu mendidik generasi penerus yang memiliki moral dan intelektualitas yang tinggi, sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.
Peran perempuan dalam sejarah Islam juga tidak bisa diabaikan. Sebut saja Khadijah binti Khuwailid, istri Rasulullah SAW, yang tidak hanya menjadi pendamping setia, tetapi juga seorang saudagar sukses yang mendukung perjuangan Islam sejak awal (Hidayati 2017, 21). Begitu pula dengan Nusaibah binti Ka'ab, yang dikenal sebagai salah satu pejuang dalam Perang Uhud. Kisah-kisah mereka menunjukkan bahwa Islam tidak membatasi peran perempuan hanya pada urusan rumah tangga. Perempuan memiliki hak dan potensi untuk berkontribusi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam membela agama dan negara.
Kehebatan perempuan juga banyak ditunjukkan pada zaman sekarang. perempuan Muslim menunjukkan bahwa mereka mampu berada di segala bidang, seperti menjadi pemimpin, akademisi, aktivis, hingga pengusaha sukses. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa kedudukan perempuan dalam Islam tidak menjadi penghalang untuk berkarya, melainkan dasar yang kuat untuk mencapai kesuksesan, selama tetap berpegang pada nilai-nilai agama.
Namun, diskriminasi gender dan stigma sosial akan terus ditemukan dan dihadapi oleh perempuan Muslim. Oleh karena itu, penting untuk terus melakukan edukasi yang berlandaskan pada Al-Qur'an dan hadits, agar masyarakat dapat memahami betapa besarnya peran dan kedudukan perempuan dalam Islam (Fauzi 2018, 56).
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perempuan dalam Islam memiliki kedudukan yang sangat istimewa. Islam memberikan hak dan kehormatan yang tinggi kepada perempuan, serta menempatkan mereka pada posisi yang setara dengan laki-laki dalam banyak hal, baik sebagai individu, anggota keluarga, maupun sebagai bagian dari masyarakat (Wadud 2006, 85).
Untuk mencapai keadilan gender dan tidak terinjaknya perempuan muslim, diperlukan pemahaman yang mendalam, edukasi berkelanjutan, dan upaya untuk meluruskan pandangan yang salah tentang peran perempuan. Dengan demikian, perempuan dapat mengambil peran maksimal dalam kehidupan bermasyarakat, mendidik generasi penerus yang lebih baik, serta terus berkontribusi pada pembangunan umat Islam yang kuat dan beradab.
Tulisan ini dibuat atas nama Rizqa Madani dengan NIM 12405051020007. Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk memenuhi tugas UTS mata kuliah Studi Islam oleh dosen pengampu Muhammad Firdaus Lc., MA., Ph.D.
Referensi
Anwar, Aep Saepul, dan Imam Sofi`i. Konsep dan Isu Gender dalam Perspektif Islam: Studi Telaah Kedudukan Laki-laki dan Wanita dalam Pandangan Islam.
Lutfi, Usman Sutisna, dan Fery Rahmawan Asma. Peran dan Kedudukan Perempuan dalam Perspektif Pendidikan Islam di Era Modern.
Subaeda. Kedudukan Perempuan dalam Al-Qur’an (Suatu Kajian Tahlili> dalam QS. Al-Nisa:124).
Dewi, Ratna. Kedudukan Perempuan dalam Islam dan Problem Ketidakadilan Gender.
Mubarokah, Lulu. Wanita dalam Islam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI