Menjelang pilpres 14 Februari 2024, bukan sekian kalinya membuat masyarakat Indonesia berbondong-bondong turut andil dalam membela paslon capres-cawapres yang mereka dukung. Kerap kali netizen Indonesia beradu gagasan pada konten-konten debat yang berselancar di sosial media.
Menariknya, siaran debat pilpres kali ini memicu kenangan romantisme antara paslon terkait kemesraan politik beberapa tahun silam. Soal komitmen, janji, kesetiaan, dan pengkhianatan.
Ah, bukan kah politik memang seperti itu ? Sudah biasa terjadi kemesraan pada saat kepentingan antara satu dengan yang lainnya untuk kepentingan bersama. Namun, pengkhianatan itu niscaya terjadi ketika tak ada lagi simbiosis mutualis. Padahal, politik seharusnya mewujudkan kesejahteraan rakyat dari kepentingan politik bersama -Aristoteles.
Teringat dengan istilah 'Loka Bali', jargon yang populer di masyarakat Bugis (Sidrap) untuk menyematkan begitu hitam dunia politik.
'Loka Bali' dapat diartikan sebagai Pisang yang berbalik arah atau tumbuh melengkung ke atas dikarenakan membutuhkan cahaya sinar matahari, demi hal tersebut pisang ini akan menjauhi tanah.
'Loka Bali' dapat mengilustrasikan gaya politik seseorang yang hanya sekedar mencari keuntungan meskipun tidak merugikan yang lain (Simbiosis Komensalisme). Namun ketika kepentingannya tidak terpenuhi maka mudah baginya berbalik arah dan meninggalkan koalisi politik.
Persis dengan para politikus hari ini. Walaupun tidak semua, tapi nyaris tidak sedikit menemukan gaya politik "Loka Bali".
Bukan hanya kepandaian bermanuver dalam berkoalisi politik, janji manis kampanye membuat masyarakat percaya guna memberikan hak suara kepada para calon pejabat, lalu melupakan kewajiban mensejahterakan rakyat termasuk juga gaya "Loka Bali". Baginya menduduki jabatan politik adalah peluang besar untuk mengubah konstitusi seenak jidatnya. Adanya peraturan UU tersebut guna melancarkan kepentingan pribadi, memperkaya diri lalu menyengsarakan rakyat (Simbiosis Parasitisme).
Meskipun politik terlanjur menjadi segmentasi buruk di tengah masyarakat. Tidak dapat dielakkan bahwa politik akan selalu terikat dalam kehidupan hari-hari kita.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H