"Dan biarpun saya tiada beruntung sampai ke ujung jalan itu, meskipun patah di tengah jalan, saya akan mati dengan merasa berbahagia, karena jalannya sudah terbuka dan saya ada turut membantu mengadakan jalan yang menuju ke tempat perempuan Bumiputra merdeka dan berdiri sendiri."
(R.A. Kartini)
      Sosok R.A. Kartini merupakan figur pahlawan emansipasi wanita, yang mana tanggal lahirnya yaitu 21 April selalu diperingati sebagai Hari Kartini. Peringatan tersebut merupakan tanda penghormatan atas jasa dan perjuangan beliau sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia serta simbol emansipasi wanita. R.A. Kartini merupakan pelopor kesetaraan gender pada tahun 1908 yang menuliskan pemikiran-pemikirannya dalam sebuah surat yang dikirimkannya kepada seorang sahabatnya di Belanda.Â
Surat-surat itu berisi tentang impiannya untuk memperjuangkan derajat perempuan pribumi agar memiliki kebebasan dan kesetaraan status sosial di masyarakat. Perjuangan tersebut membuahkan hasil yang dapat dirasakan perempuan-perempuan masa kini. Banyak perempuan yang menduduki posisi strategis dalam pemerintahan serta posisi lain yang dahulu merupakan sebuah "larangan" bagi perempuan. Namun sepertinya perjuangan R.A. Kartini tersebut masih perlu diteruskan hingga saat ini, mengingat masih banyak sekali hak-hak perempuan yang harus diperjuangkan untuk mencapai kesetaraan gender.
      Per hari ini, isu gender merupakan pembicaraan hangat yang masih menjadi pokok bahasan di mana pun, di sekolah, tempat kerja, kafe, bahkan kursi parlemen pun tak luput membicarakan topik ini.Â
Kesetaraan yang dimaksud adalah adanya pemenuhan hak kesempatan secara adil antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan porsi masing-masing. Banyak sekali orang yang masih salah paham tentang makna kesetaraan, diibaratkan dua anak yaitu A yang lebih tinggi dan B yang lebih pendek berdiri pada ketinggian yang sama, tentu terdapat selisih tinggi di antara dua anak tersebut, namun apabila si B berdiri di tempat yang lebih tinggi dari si A maka kemungkinan tinggi mereka akan sama apabila keduanya mendapat porsi yang sesuai dengan tinggi badan mereka. Dari perumpamaan inilah yang dimaksudkan makna sesungguhnya tentang "kesetaraan", yang mana memiliki makna yang berbeda dengan "persamaan".
      Adanya kesenjangan hak antara laki-laki dan perempuan disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya yaitu adanya pemikiran kuna masyarakat yang memberikan perlakuan yang berbeda dalam pemenuhan hak antara laki-laki dan perempuan.Â
Seperti contoh kebiasaan pulang larut malam, sudah menjadi hal maklum apabila laki-laki yang melakukan hal tersebut, lalu mengapa apabila perempuan yang melakukan hal tersebut maka akan diberi label sebagai perempuan tidak baik, bukankah mungkin saja terdapat persamaan kepentingan atau alasan antara laki-laki dan perempuan sehingga terpaksa pulang larut malam, namun kenyataannya terdapat kesenjangan stereotip tersebut. Hal lain yang merupakan salah satu alasan belum terpenuhinya kesetaraan gender adalah terdapat ketertinggalan peran perempuan dalam Pembangunan Nasional, hal tersebut meliputi partisipasi, akses, kontrol, dan manfaat pembangunan. Beberapa permasalahan di atas merupakan tanggung jawab bersama antara pihak Lembaga, Pemerintah, serta masyarakat.
      Dalam dunia kerja sendiri masih banyak ditemukan adanya ketidakadilan gender yang menimbulkan kerugian, baik secara fisik maupun mental bagi perempuan. Berdasarkan survei pada 405 jurnalis perempuan di Indonesia oleh PR2Media dan AJI Indonesia, terdapat 16,8 persen responden menyatakan mengalami diskriminasi gender dalam hal remunerasi di tempat kerja. Beberapa contoh diskriminasi yang terjadi adalah pada pemberian gaji pokok, bonus, tunjangan, cuti haid, kenaikan jabatan, hingga eksploitasi terhadap pekerja perempuan. Undang-Undang Cipta Kerja yang berlaku pada 31 Maret 2023 lalu yang digadang-gadang sebagai salah satu jalan keluar adanya diskriminasi gender yang terjadi di dunia kerja pun justru malah dinilai sebagai langkah mundur keadilan gender.
      Hal tersebut membuktikan bahwa kesetaraan gender yang dijanjikan masih jauh dari kata terpenuhi, padahal hingga hari ini mayoritas perempuan di Indonesia menjalani peran ganda sebagai ibu rumah tangga serta menjalani karirnya, tentu hal tersebut bukanlah hal yang mudah. Maka wajar apabila hingga saat ini banyak perempuan yang menyuarakan pendapatnya, baik secara langsung atau melalui media sosial yang kini tengah hype agar bisa mendapatkan apa yang seharusnya menjadi haknya.Â
Oleh karena itu, kesetaraan gender sudah seharusnya menjadi salah satu tujuan Pembangunan Nasional agar mampu memaksimalkan kemampuan Sumber Daya Manusia yang ada serta terpenuhinya hal-hal yang dijanjikan tentang kesetaraan gender.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H