Untuk : Puput Dwi Waryanti
butiran embun merembas di padang subur dadaku
halimun mengiris sepi di tubuh subuh
doa-doaku terselip dalam geliat rekah fajar
di ufuk, perseteruan gelap dan cahaya ialah penanda hari:
sebelum terbentangnya surga
sebelum terbujurnya cinta
tepat di hari-hari kita
bukalah pintu-pintu fajar itu
dengan lehermu yang jenjang bercahaya
sementara jendela-jendelanya, izinkan kubuka dengan desau angin
sambil kuterbangkan seribu puisi darisana
menuju kota-kota yang remang cahaya, yang begitu pucat
dengan menara serta gedung-gedung tua
dipenuhi debu-debu rindu dan puing-puing airmata
embun telah memekarkan bening kelopaknya
sedang rinduku masih menguncup, di sela-sela batang nafasmu
yang senantiasa bergerak, mengeraskan usia
mengeraskan ketabahanku yang piatu
kekasihku
suatu hari, ketika dadaku teramat debar serta bergemuruh
menahan rindu yang papa oleh rekah senyummu
izinkan aku bangun mendahului matahari
dan mengecup keningmu
untuk pertama kali
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H