Bagi sebagian orang, menulis merupakan aktivitas yang menjemukan, kenapa? Pertama, mungkin daya fokusnya sempit karena sudah kecanduan teknologi. Ya, media sosial menyediakan banyak informasi singkat namun bermanfaat. Tapi, tidak koheren karena hanya menunjukkan garis besarnya saja. Tetapi, untuk orang sibuk, info yang seperti itu berguna karena lebih efisien. Meskipun, downside -nya adalah menjadi tidak mau membaca bahan yang panjang.Â
Kedua, karena lebih nyaman berbicara. Apakah ini jadi persoalan atau tidak bukan menjadi ranah penulis untuk mengkritiknya. Setiap orang punya alasan kenapa dia tidak mau menulis. Bisa jadi dia lebih nyaman untuk bertutur kata. Kita lebih cenderung suka berbicara karena keunggulan kita terletak di bicara bukan menulis.Â
Ketiga, kita lebih suka mendengarkan dibandingkan menganalisis dan menuliskannya sendiri. Mungkin karena tidak banyak waktu untuk mengkaji suatu isu sehingga menjadi malas untuk melakukan analisis sendiri. Makanya, banyak yang mengikuti webinar-webinar karena kita sudah pasti disuguhkan pengetahuan yang up-to-date dan telah dianalisis serta di elaborasikan oleh ahlinya.Â
Tidak masalah orang tidak suka menulis. Tapi, izinkan penulis untuk membagikan sedikit alasan kenapa menulis menjadi sesuatu yang menyenangkan sekaligus menghibur dan mungkin bisa bermanfaat.Â
1. Â Menulis itu Obat yang Gratis
Cara meditasi setiap orang berbeda-beda. Ada yang berbicara kepada teman, menonton Netflix, bahkan ada yang hanya tidur dan makan, mood pulih seperti sedia kala. Intinya, ada jalannya masing-masing. Kalau cara meditasi penulis iya menulis.Â
Menurut penulis, menulis dapat melukiskan perasaan yang tak tersampaikan. Terkadang, ketika kita bercerita dengan teman, banyak yang ingin diungkapkan, tapi malah sedikit yang dikeluarkan. Entah karena malu atau waktunya tidak cukup. Meskipun kita adalah makhluk sosial, tapi every man is for himself. Kita tidak tahu dibalik senyum teman kita yang mendengarkan, mereka juga menyimpan masalah. Namun, karena menurutnya kita lebih 'merana' dibandingkan dia, teman kita rela meluangkan waktunya.
Oleh karenanya, menulis menjadi sesuatu yang melegakan. Menjadi obat meditasi bagi diri yang sedang kesal, sedih, dan marah. Dan enaknya, itu gratis dan kita bisa melakukannya kapanpun. Tanpa resep dari dokter, tanpa keterlibatan orang lain. Hanya diri sendiri bersama perasaan kita yang perlu dikeluarkan.Â
2. Â Menulis Bisa Membuatmu Abadi
Kenyataan bahwa berkembangnya teknik rekayasa DNA, seperti CRISPR-Cas9 yang bisa mengubah struktur DNA kita merupakan sebuah keniscayaan dari kemajuan sains. Mungkin dalam beberapa dekade mendatang, teknik ini menjadi praktek yang wajar. Apalagi, ambisi manusia untuk menjadi 'panjang umur' bahkan abadi sangat besar karena banyak sekali hal yang dilakukan tapi waktunya sempit.Â
Tapi, apa kita perlu merekayasa DNA untuk menjadi 'panjang umur' atau abadi? Itu pertanyaan untuk direfleksikan, bukan untuk dijawab sekarang. Namun, kalau kita hidup lama tanpa membawa kebermanfaatan, itu sama saja dengan mati.Â
Ada cara untuk berumur panjang meskipun jiwa tak lagi di bumi. Kalau kita pikirkan kembali, kenapa kita bisa mengenal Imam Al-Ghazali, Ibn Khaldun, Ibn Rusyd, dan Al Farabi padahal mereka sudah meninggalkan kita sejak lama? Â Kita tidak mengenal mereka secara pribadi, tapi melalui karya-karyanya. Kita mengenal mereka melalui tulisan kita.Â
Buku-bukunya bertebaran dan gagasan mereka kita kenal sampai sekarang karena mereka menulis. Mereka menuangkan gagasannya ke dalam sebuah tulisan. Mungkin mereka tidak tahu bahwa tulisannya melintasi zaman. Namun, yang kita tahu, eksistensinya masih ada dalam bentuk tulisan.Â
Itu versi penulis dalam melihat kebermanfaatan dalam menulis. Sebenarnya menyebut abadi terlalu berlebihan. Hanya Tuhan yang Abadi di Semesta ini. Mungkin diksi bertahan selamanya lebih tepat karena kata "selamanya" sangat relatif.Â
Menulis bisa bermanfaat untuk diri sendiri maupun orang lain. Tetapi, soal bermanfaat atau tidaknya sebuah tulisan itu sebenarnya bukan di bawah kendali kita. Kalau bisa bermanfaat untuk peradaban, itu harus disyukuri. Itu juga tergantung siapa yang menerimanya. Kita bisa bilang itu bermanfaat tapi orang lain belum tentu. Semua tergantung kebutuhan. Namun, kalau memang kita niatkan bahwa kita menulis untuk berkontribusi terhadap kemanusiaan, semoga itu bisa membawa manfaat yang banyak.Â
Penulis tidak ingin memaksakan sebuah manfaat dari menulis. Karena manusia lebih 'sreg' kalau membuktikannya sendiri, oleh karenanya penulis menyarankan untuk mencobanya sendiri. Setidaknya, supaya kita bisa merasakan langsung manfaatnya bagi kita sendiri. Oleh karena itu, Mari kita menulis!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H