Menyikapi kontestasi pada Musywil PWPM Babel tahun 2023 mendatang pilihan setiap kader Pemuda Muhammadiyah jelas tidak mungkin tunggal. Sikap persyarikatan yang netral dan tetap berkomitmen untuk menganjurkan setiap kadernya untuk menggunakan hak pilihnya pada seluruh tahapan pemilihan umum jenis apapun (baik di persyarikatan Muhammadiyah dan di Kenegaraan), ini menunjukkan bahwa para musyawirin memiliki hak untuk bebas menentukan pilihan sesuai seleranya. Ada yang menggunakan hak suara dengan rasionalitas, ada yang menggunakan hak suara dengan transaksional, hingga yang mencondongkan pilihannya dengan prinsip dasar sentimental tertentu. Bagian pemilih berdasarkan sentimental ini merupakan sebuah warisan yang tak dapat terlepas dari masa lampau.
Senimentil terhadap warna tertentu, kedekatan satu dan lainnya hingga egosentris kedaerahan sering muncul tatkala legitimasi pemilihan ini sering dikaitkan oleh mereka yang telah menerima manfaatnya. Bahkan semangat yang kebablasan itu dianggap sebagai bentuk perjuangan amar ma'ruf nahi mungkar bahkan sebuah jalan menuju jihad fisabilillah. Cara pandang ini semakin menjadi-jadi ketika kubu lawan dianggap sebagai kelompok munafik, dzolim, yang paling murni atau dengan labeling yang cukup tendensius. Padahal yang sudah-sudah kita rasakan dengan menggunakan narasi seperti itu tidak akan pernah menguntungkan, dalam konteks perjuangan politik organisasi mupun politik kebangsaan. Daerah pemilik hak suara tertentu hanya digunakan sebagai alat pendorong mobil mogok, kekuatan masanya dimanfaatkan namun peranannya dalam masa khitmad ditinggalkan.
Dugaan sementara para peserta Musywil saat ini telah terbagi menjadi tiga bagian.
Kelompok pertama, mereka yang telah menentukan pilihan. Baik berdasarkan kedekatan, warna, perjanjian, hingga tawaran posisi tertentu. Kelompok ini tentunya sudah dari jauh hari telah mengidentifikasi figur yang akan ia pilih. Kalau sosok tersebut dirasa bisa berkoalisi dalam kompetisi Musywil maka sudah dapat dipastikan figur itulah yang akan menjadi rujukannya. Apalagi figur tersebut dibumbui dengan narasi sesuai seleranya diawal ataupun dengan aksesoris lain yang semakin mengokohkan keyakinan kalau idolanya merupakan sosok sang segalanya yang dapat membawa perubahan bagi organisasinya. Kalau sudah sampai pada fase ini maka kampanye, penyampaian visi misi, dialog antar calon dan informasi apapun dari figur lain tidak akan dihadiri atau digubris.
Kedua, kelompok pragmatis. Yakni mereka ketika menentukan pilihan melihat keuntungan yang diperoleh berdasarkan manfaat yang didapat atau bahkan yang berpotensi memenangkan suara. Biasanya ia tidak mementingkan ide, gagasan, maupun rekam jejak sang aktor, yang terpenting baginya ialah tujuan jangka pendek tercapai. Dimana aroma kemenangan bertiup kesanalah arah pilihan ditentukan. Jenis topologi seperti ini di Persyarikatan memang tidak banyak, namun keberadaannya sangat terasa. Baik pada tingkatan tertinggi, menengah hingga akar rumput.
Ketiga, yang masih wait and see atau sederhananya pemilih yang belum terburu-buru menentukan pilihan. Ini adalah kubu yang lebih rasional sesuai dengan tujuan persyarikatan yang mengusung Islam Berkemajuan, jumlahnya tak banyak namun sikap dan prinsipnya dianggap ideal sebagaimana cara berpikir seorang Muhammadiyah yang condong mengedepankan akal sehat dan terbuka untuk hal apapun. Kelas ini adalah orang-orang yang tak fanatik pada sang calon namun lebih mengedepankan ide gagasan bagi organisasi. Siapapun yang memiliki gagasan terbaik, rasional, terukur dan komperhensif tentu jadi pilihan tipe ketiga ini.
Untuk mencapai duduk perkara yang baik bagi keberlanjutan organisasi ini kedepannya, tentu kita tak menginginkan ketidak harmonisan antar pengurus atau bahkan ketidak seimbangan program sesuai tujuan persyarikatan. Sejak awal kami mendengar kepengurusan dari periode ke periode, kepentingan terhadap politik kebangsaan menjadi tarik menarik yang terang benderang. Penting, namun kita juga tidak bisa menaifkan bahwa tugas kita seperti yang tertuang pada Matan Keyakinan dan Cita Cita Hidup Muhammadiyah (MKCH) perlu direfleksikan kembali.Â
Secara pribadi kami akan menentukan sikap sesuai apa yang kami yakini. Dan terkahir kamipun yakin kalau ayahanda dan ibunda kita di Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merindukan akan sosok pemuda yang mengurusi masjid, mengurusi ummat, meriuhkan mimbar-mimbar khutbah atau bahkan yang membesarkan ranting dan cabang yang ada.
Rizky Ramadhani Arsyah Putra
02 November 2023 / 18 Rabiul Akhir 1445 HijriahÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H