Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam, dimana masalah perlindungan konsumen terhadap kehalalan suatu produk baik makanan minuman merupakan masalah utama. Predikat mayoritas tersebut mengasumsikan bahwa kehalalan produk makanan dan minuman sudah jelas kehalalannya, padahal dengan teknologi pangan canggih sekarang ini banyak produk makanan dan minuman yang tidak dapat dipastikan kehalalannya tanpa melakukan penelitian dan penelusuran lebih dalam.
Penelusuran ini dapat dilakukan melalui suatu proses audit dengan mengikuti standar-standar tertentu. Peran Mahasiswa Islam dalam mendorong Indonesia menjadi pusat produksi halal dunia semakin signifikan. Generasi muda tidak hanya menjadi konsumen produk halal, tapi juga berperan aktif dalam pengembangan Industri Halal Nasional. Perlu audit dalam hal proses pemberian label atau tanda halal sebagai wujud perlindungan konsumen.
"Peran Mahasiswa Islam ini dapat dilakukan dengan cara berperan aktif mensosialisasikan dan kampanye terkait Ekonomi Syariah, Industry and Entrepreneurial Role, Akselerator dan Agregator Ekonomi Syariah dan yang terakhir advokasi kebijakan Ekonomi Syariah." ujar Dr. Irfan Syauqi Beik dalam pemaparan materinya di Latihan Kader II (LK II) HMI Cabang Bogor.
Industry and Entrepreneurial menjadi perhatian penting dikarenakan labeling Mahasiswa Islam dari kepanjangan HMI itu sendiri. Program kewirausahaan terkait labeling halal tidak akan mencapai hasil optimal, kalau agen perubahan bukan dari kalangan aktivis kepemudaan seperti HMI. PB HMI tentunya perlu mewadahi pelatihan kewirausahaan aktivis HMI yang merujuk pada industri halal. Tidak hanya sekedar pelatihan, tetapi praktek langsung turun ke lapangan untuk menciptakan kader HMI sebagai agen perubahan ekonomi.
Menurut Drucker, kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different).
Entrepreneurship atau kewirausahaan merupakan salah satu perilaku ekonomi yang patut dikembangkan oleh umat Islam khususnya dan masyarakat pada umumnya. Karena dengan wirausaha seseorang akan mampu mengelola sumber daya yang dimiliki dengan membuka pasar baru, membuka lapangan pekerjaan, pengembangan inovasi dan berpikir cerdas dalam kegiatan ekonomi.
Di Jepang sebagai negara mayoritas non muslim sudah mengembangkan halal tourisme. Ini adalah sebuah strategi pariwisata baru di Jepang dengan wisatawan Muslim sebagai sasarannya. Strategi halal tourism di Jepang mencakup bidang restoran, bidang akomodasi dan transportasi, organisasi yang menangani halal tourism, serta layanan informasi, dengan tetap mempertahankan kearifan lokal Jepang. Penerapan strategi halal tourism berimplikasi pada peningkatan ekonomi dan hubungan diplomasi negara Jepang dengan banyak negara-negara muslim. Pada akhirnya kunjungan wisatawan asing muslim berdampak pada kemajuan ekonomi. Disamping itu dapat mengembangkan kewirausahaan di kalangan muslim Jepang itu sendiri.
Dampak dari wisata halal tidak hanya pada makanan, tetapi juga pada hotel yang bersyariah. Jadi, dari sisi pemasaran produk wisata halal ditemukan 4 cabang wisata lainnya yaitu; wisata religi / spiritual, wisata masjid, wisata kesehatan, dan ekowisata. Ini akan menambah lapangan pekerjaan dengan labeling halal.
Halal tourism di Jepang mencakup berbagai aspek, mulai dari restoran yang menyajikan makanan halal, akomodasi dan transportasi yang sesuai dengan kebutuhan wisatawan Muslim, hingga layanan informasi mengenai halal tourism yang dapat membantu wisatawan Muslim selama berkunjung ke Jepang. Strategi halal tourism yang diterapkan di Jepang telah memberikan dampak positif, tidak hanya bagi perekonomian Jepang tetapi juga bagi hubungan diplomatik dengan negara-negara Muslim. Penerapan halal tourism di Jepang telah menciptakan peluang ekonomi yang besar, seperti peningkatan jumlah wisatawan Muslim yang mengunjungi Jepang.Â
Hal ini berimplikasi pada peningkatan penghasilan dari sektor pariwisata, serta berkembangnya kewirausahaan di kalangan masyarakat Muslim di Jepang, yang semakin sadar akan potensi besar industri halal. Dampak dari wisata halal tidak hanya terbatas pada makanan halal, tetapi juga pada pengembangan hotel-hotel yang memenuhi standar syariah. Hotel-hotel yang memenuhi standar syariah akan menjadi tempat yang nyaman bagi wisatawan Muslim untuk menginap. Selain itu, pemasaran produk wisata halal juga mencakup berbagai cabang wisata lainnya, seperti wisata religi atau spiritual, wisata masjid, wisata kesehatan, dan ekowisata. Semua sektor ini berpotensi untuk membuka lapangan pekerjaan baru dan mengembangkan kewirausahaan di kalangan masyarakat.
Nilai-nilai Islam dalam konsep entrepreneur diantaranya tauhid terhadap Allah SWT sebagai Tuhan Yang Maha Esa, keadilan didasarkan pada perasaan sama rata dan sama rasa tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun. sukarela yang menekankan bahwa seluruh kegiatan yang didasarkan pada nilai keikhlasan dan berserah diri kepada Allah SWT akan menimbulkan hasil yang baik, dan terakhir, hasil kegiatan tersebut memberikan hasil kepada para pelaku di dalamnya yang telah bekerja sesuai proses kegiatan tersebut.